Tanpa sadar, air mata Cesa menetes di pipi. "Kenapa harus aku yang mengalami penderitaan seperti ini, Tuhan?" lirihnya, pedih.
Sepanjang Malam Cesa hanya bisa meratapi nasibnya sambil meringkuk di bath up dingin itu.Dingin yang sekaligus bisa membekukan hatinya untuk suami dan istri pertama suaminya yang sama-sama kejam.Hingga tanpa terasa Cesa bisa terlelap saat dini hari.Baru saja matanya terpejam, Cesa merasakan panas yang luar biasa di kakinya.Sontak Cesa terbelalak dan berdiri keluar dari bath up."Hahaha— Dasar jalang pemalas!" hina Diandra sambil tertawa menang.Glek!Cesa menelan salivanya berat saat mendengar penghinaan itu dengan tatapan tajam.Diandra sungguh keterlaluan!Cesa marah? Tentu saja, siapa yang tidak marah.Pasalnya, Diandra menyalakan pengisi bath up dengan air panas saat dia tidur."Daripada Tante, sudah tua tapi tak punya etika!" sindir Cesa tak kalah pedas."Kau—" tunjuk Diandra meradang, "Kau yang tak punya etika pada orang tua!" pekiknya.Cesa muak mendengar ocehan Diandra dan memilih pergi meninggalkan kamar mandi."Merusak pagiku saja!" gerutunya pelan sambil berjalan keluar
Cesa menarik nafas panjang sambil tersenyum.Yah, senyuman menahan amarah dan penuh kepalsuan, "Baik, Pak!"Cesa kembali menuju pantry dan membuat secangkir kopi yang baru."Kenapa dia menghantui hidupku! Argghhhh!" kesal Cesa.Cesa merasa terjerat hubungan tak kasat mata dengan Zevin, hingga Cesa berfikir sedang terkena azab.Zevin sudah seperti malaikat maut di mata Cesa.Dengan menetralkan hatinya lumayan lama, Cesa kemudian kembali membawakan kopi untuk suami presdirnya."Silahkan diminum, Pak!" ucapnya dengan senyum manis.Pasalnya kini disebelah Zevin ada Arga- asisten pribadi Zevin.Zevin langsung menyambar cangkir itu dan sesaat kemudian bernasib sama dengan cangkir pertama.Prang!"Sudah dingin! Buatkan lagi!"Cesa tampak menghela nafas panjangnya lagi.Dia berbalik dan menuruti perintah Zevin dengan hati yang mulai panas."Sepertinya aku benar-benar berurusan dengan pasien rumah sakit jiwa!" kesal Cesa."Dingin otakmu!" pekiknya.Jelas-jelas kopi itu masih sangat panas bahkan
Tut!Seketika panggilan teleponnya dengan Arga berakhir.Dan Zevin tetap diam memandang lepas hamparan lampu.Mengingat kembali kejadian kemarin.Saat pertemuan bisnisnya di hotel Royal Pallace, dan tiba-tiba merasakan tubuhnya seperti terbakar.Zevin kemudian pergi ke kamar mandi berharap bisa mendinginkan kepalanya.Namun, justru mendapati wanita yang sepertinya juga dijebak seperti dirinya.Tanpa berfikir panjang, Zevin langsung menyambar tubuhnya dan membawa ke kamarnya."Dia masih perawan! Oh shiitt ... Aku merusak anak gadis orang!" batinnya.Zevin benar-benar terganggu dengan kegiatan panas dengan wanita asing itu, hingga tak bernafsu dengan Diandra lagi.Zevin kemudian menatap bekas gigitan di tangannya."Tanda cinta bahwa aku telah mengambil kesucianmu!" gumamnya pelan.Sejujurnya Zevin sangat bingung, jika dia menemukan wanita berkalung bunga peony itu, apa yang akan dia lakukan?Menjadikan dia istri ketiga?Atau memberi kompensasi berupa uang? Ahh, dia bukan wanita murahan.
Tentu saja Zevin mendengar suara benda pecah dan teriakan Cesa, tapi dia memilih abai. Zevin masih kesal dengan Diandra yang seenaknya sendiri pergi dan pulang kapanpun. Zevin mulai muak! Dan bertambah muak dengan adanya istri keduanya yang dipikirannya adalah seorang jalang. Karena itulah, dia begitu ingin membuat Cesa tidak betah di rumah ini. Zevin memilih untuk masuk ke dalam kamar dan berusaha mencari informasi tentang wanita berkalung bunga peony. Dia merasa tak bisa mengandalkan Arga dalam urusan ini. "Aku yakin, Kalung bunga peony itu bukan sembarang kalung, karena blue diamondnya itu bisa memancar di kegelapan!" gumam Zevin sambil membuka situs barang langka. Mencari dimana bisa menemukan benda itu, agar Zevin tau siapa pemiliknya. Set
Cesa masih shock dengan apa yang baru saja di dengar. Hingga tanpa dia sadari Felicia telah keluar dari pantry dengan seringai merendahkan. Cesa dengan berat menelan salivanya. Dengan hati yang masih mengganjal, Cesa berjalan menuju ruangan Presdir. "Permisi Pak, Silahkan diminum!" ucapnya sambil menaruh secangkir kopi di meja Zevin. "Siapa yang menyuruhmu meletakkan di meja!" desis Zevin. "Maaf, Pak!" jawab Cesa kemudian kembali mengangkat kopi itu. Zevin hanya menatap Cesa, "Arga, Keluarlah! Segera cek yang saya informasikan barusan!" titahnya tanpa melihat Arga. "Baik, Pak tentang kalung atau rekan yang—" Belum sempat melanjutkan ucapannya, Zevin lebih dulu menginterupsi, "Ya, Kalung!" Arga mengangguk dan kemudian undur diri. "Letakkan!" titah Zevin setelah Arga menutup pintu. Setelah meletak
Malam itu, Cesa menggandeng tangan suaminya menuju sebuah Bar terkenal kota tersebut. Jantung Cesa berdetak kencang. Kala melihat Zevin mulai mengeksekusi rekan bisnisnya. Setelah beberapa saat lalu anak buahnya berhasil mendapatkan video syur rekan bisnisnya—Sandoro Adiguna. Zevin masuk menghampiri rekannya yang tengah duduk di meja besar. "Wah, sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Presdir Zevin Atmaja!" sapa Sandoro sambil berdiri, "Surprise, ternyata kau punya mainan yang sangat cantik!" lanjutnya sambil melirik Cesa. Cesa hanya diam saja dan merasakan tangannya yang di gandeng menegang. Cesa bisa merasakan jika Zevin tengah marah dan meremas kuat tangannya. "Terima kasih atas sambutanmu, Tuan Sandoro!" ucap Zevin dingin. "Silahkan duduk, T
Cesa terpekik karena sakit di bibirnya yang luar biasa. Setelah itu, Zevin menghentikan serangannya. Darah menetes tadi bibir Cesa yang terluka, membuat Zevin menatap penuh seringai bengis. "Itu hukuman yang sepadan untuk bibirmu!" desis Zevin. Cesa dengan mata menyala menatap Zevin balik. Tak ada ketakutan, hanya kemarahan yang tersirat. Harga dirinya telah jatuh saat Zevin melecehkannya di depan Arga, tak ada lagi yang ditakuti Cesa. "Bapak seperti Binatang!" pekik Cesa marah. Bukannya mengerti, Zevin justru semakin naik pitam pada Cesa. "Kau pikir, Kau cukup menarik untukku? Kamu terlalu berfikir jauh! Jangan-jangan kamu marah karena aku tak melanjutkannya?" sarkas Zevin. Hancur lagi hati Cesa yang baru saja membuncah karena mengetahui Zevin
"Jalang! Kau benar-benar jalang cilik! Kau tidak lagi perawan!" desis Zevin di telinga Cesa. Sontak Cesa tersadar atas keterbuaiannya. Hatinya kembali remuk redam. Membiarkan Zevin memacu tubuhnya dengan cepat dengan hati tersayat bak patung porselen. Bagaimana tidak? Zevin memacunya dengan terus meracau menyebut nama Diandra— istri yang sangat dia cintai. Penghinaan yang luar biasa untuk Cesa! Tak pernah ada dalam khayalan Cesa jika suaminya akan menyentuhnya dengan membayangkan orang lain. Ekspresi wajah Cesa begitu dingin dengan tatapan mata terus mengincar Zevin yang menutup mata. Seolah, Zevin benar-benar tak sudi menatap Cesa. "Ahhh, Di! Oh Shittt ... Ssstt!" racau Zevin Air mata Cesa menetes dari ujung mata sama seperti saat kehormatannya direnggut paksa oleh Zevin. Kali ini jauh lebih s