Satu jam perjalanan, Tian menghentikan laju mobilnya di parkiran sebuah restoran. Sudah jama makan siang, itu aryinya waktunya makan. Kalau tidak, perutnya kembali berulah. Enggak mau, kan, jika saat sibuk dengan pekerjaan nanti, dirinya malah menghadapi serangan si lambung yang malah kumat.Menanggalkan self-belt, kemudian fokus pada Rhea yang masih tidur neynyak di sampingnya. Tampak begitu tenang, hingga tak tega untuk membangunkan. Hanya saja, saat ini sudah jam makan siang.“Rhe, bangun dulu,” ujar Tian menyentuh lembut wajah Rhea, mencoba membangunkan dia.“Hmm,” lenguh Rhea mendapatkan sentuhan itu dengan kedua matanya yang masih terpejam. “Kita udah sampai, ya?” tanyanya perlahan membuka mata yang terasa perih.“Belum,” jawab Tian. “Kita makan siang dulu, ya.”“Ya ampun, mataku ngantuk banget. Berasa ada setan yang nemplok di kelopak mataku hingga berasa berat untuk terbuka,” keluhnya dengan nada malas hendak kembali tidur. Tapi terhenti saat Tian malah mengecup kedua matanya
Kini keduanya berada di lobby hotel. Tian dengan wajahnya yang terlihat kesal, sedangkan Rhea malah kini yang memasang wajah bingung. Ya, ia bingung saat Tian emngajaknya ke sini dengan alasan ketemu sama seseorang. Entah siapa yang akan mereka temui.“Tian, kita ngapain di sini?”“Nungguin seseorang,” jawab Tian masih dengan tatapan lurus ke depan.“Aku capek, mau istirahat. Kalau kamu mau nunggu, tunggu sendiri aja,” ujar Rhea malas.Berniat untuk beranjak dari posisi duduknya, tapi terhenti ketika Tian menahannya.“Suamimu ini memintamu untuk menemani, Sayang,” Ujar Tian.Akhirnya, dengan malas Rhea menuruti keinginan Tian. Entah sepenting apakah manusia yang sedang ditunggu oleh suaminya ini, hingga mengabaikan istrinya yang kecapean.Tak lama, terdengar derap langkah yang tepat berhenti di belakang keduanya. Kemudian berlanjut, langkah itu menghadap mereka.Tian memasang wajah sinis ketika dihadapkan pada sesosok manusia yang kini berdiri dihadapannya. Kalau bukan karena memberik
Sekarang waktu menunjukkan pukul 4 sore. Tian baru keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang terlilit di pinggangnya dan bertelanjang dada.“Bajuku mana?” tanya Tian pada Rhea yang sibuk mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam koper.“Ini,” ujarnya langsung beranjak dari posisi jongkoknya dan berbalik badan sambil menyodorkan pakaian yang akan dikenakan suainya. Yap, satu hal yang ia rasakan saat mendapati Tian ada dihadapannya. Apalagi kalau bukan kaget. Rhea malah langsung menyerang pinggang Tian dengan cubitannya, hingga suaminya itu langsung mengaduh.“Sayang, kamu apa apaan, sih? Salahku apacoba, sampai dicubit gitu.”“Bikin kaget tahu, nggak,” gerutu Rhea.“Apa mukaku tiba-tiba jadi jelek, hingga bisa bikin kamu kaget?”“Iya, muka kamu jelek,” balas Rhea berlalu menuju kasur dan menyambar ponselnya yang tergeletak di sana.Dibilang jelek, tentu saja Tian tak terima. Langsung menghampiri Rhea dengan muka ditekuk.“Aku jelek?”Rhea mengangguk.Tian meletakkan kedua tangannya d
Tian bergegas menuju hotel. Hatinya diliputi rasa khawatir yang berlipat ganda. Ada apa dengan istrinya? Kenapa dia? Dirinya meyakini sesuatu yang buruk tengah terjadi pada Rhea.Di perjalanan, ia menghubungi pihak hotel untuk memeriksa kamarnya. Jujur, dalam hidupnya ... keadaan Rhea saat ini adalah salah satu hal yang benar benar membuat otaknya tak bisa berpikiran sehat lagi.Jarak tempat nya melakukan pertemuan dengan hotel tak terlalu jauh, hingga hanya dalam beberapa menit bisa sampai. Yap, saat ia sampai di lobby hotel, manager hotel menyambutnya dengan wajah tak baik baik saja. Terlihat raut khawatir akan sesuatu.“Bagaimana istri saya!?”“Kami sudah berulang kali mengecek, tapi istri Anda tak membukakan pintu dari dalam, Pak,” jawabnya mengekori langkah Tian yang bergegas menuju lift.Dulu ia merasa apa yang dialami Justin saat mendapati Hana tak baik baik saja adalah sebuah rasa yang berlebihan karena terlalu mengkhawatirkan. Tapi saat kini dirinya mengalami sendiri, ternyat
Seperti yang dikatakan dokter, kini ia berada di depan sebuah ruangan ... dimana Rhea dirawat karena sudah melewati masa kritis. Masih menunggu, saat doketr memberikan dirinya ijin untuk masuk. Selang beberapa menit menunggu, akhirnya dirinya dihampiri oleh dokter. Sebuah senyuman bisa terlihat jelas dari raut wajah dokter paruh baya itu. Setiodaknya dari situ bisa ia lihta kalau kabar baiklah yang ia terima. “Gimana dokter?” Dia mengangguk. “Tenang saja, karena kondisi istri Anda sudah membaik. Hanya menunggu dia sadar.” “Apa saya sudah boleh masuk, Dok?” “Silahkan,” balas dokter ramah. Tanpa berkata kata lagi, Tian langsung saja berlalu dari hadapan dokter tersebut dan masuk ke sebuah ruangan di mana Rhea dirawat. Ya, hatinya tak sekhawatir tadi lagi, tapi saat melihat penampakan istrinya yang masih belum sadarkan diri di atas banker itu, jujur saja hatinya masih terasa sakit. Sakit jika mengingat siapa yang sudah tega melakukan ini semua. Berjalan perlahan, menghampiri dia ya
“Maaf, ya, Han ... gara gara gue sakit. lo harus jauh jauh datang ke sini. Dan lagi, Om Justin mesti gantiin Tian,” ujar Rhea tak enak.“Ish, kenapa juga harus minta maaf,” balas Hana.“Harusnya lo kan bisa istirahat, ini malah harus ...”“Udah deh, Rhea ku tersayang. Jangan banyak bicara. Ada kalanya seseorang harus istirahat dengan sebuah alasan. Elo sakit, itu adalah sebuah alasan.”Tangan Rhea mengusap perut Hana yang mulai tampak membesar. “Tapi kandungan lo aman, kan?”“Tenang, kandungan gue aman, kok,” jawab Hana dengan senyuman mengembang. Entahlah, semua orang di sekitarnya terus saja mengkhawatirkan dirinya dan kandungannya. Padahal dalam keadaan baik baik saja.Tepat saat malam menjelang, Justin dan Hana segera pergi dari sana. Bukan kembali pulang ke rumah, tapi justru akan menginap di hotel untuk beberapa hari ke depan. Ya, apalagi kalau bukan melanjutkan tugas Tian yang tertunda. Setidaknya untuk saat ini kondisi dirinya maupun Hana dalam keadaan yang baik baik saja. Be
Justin dan Hana sampai di Hotel. Yap, hotel yang sama dengan tempat Tian dan Rhea tadinya menginap. Jangan kaget, karena ini adalah hotel miliknya. Jadi, apapun yang terjadi di area ini, otomatis akan jadi tanggung jawab dan harus ia yang menyelesaikan. Terlebih yang jadi korbannya sekarang adalah Rhea, istri dari sobatnya sendiri.Selesai makan malam, keduanya segera menuju kamar yang sudah dipersiapkan.“Je, apa semua kamar hotel penampakannya seperti ini?” tanya Hana celingak celinguk saat memasuki ruangan yang bernuasa warna putih. Membuat suasana yang terasa saat menapakkan kaki di sana, terkesan bersih, rapi dan ... seperti kata Justin biasanya, steril nya benar benar kentara.“Maksud kamu?”“Ya, fasilitas dan tata ruangnya mungkin.”Kebayang aja, ini berapa harga permalamnya. Ini bukan terlihat seperti sebuah kamar hotel, sih ... justru malah terlihat seperti sebuah apartment yang di dalamnya begitu lengkap dan luas.“Beda beda lah, Sayang. Tapi untuk yang satu ini, tentu saja
Selesai sarapan sendirian, dengan menu masakan yang ... sudahlah, jangan ditanya lagi bagaimana rasanya. Berpikir tadinya akan makan makanan enak buatan juru masak, tapi ternyata menu yang ia santap tetap saja menurut aturan Justin. Hanya saja variasinya yang berbeda beda, untuk bahan utama tentu saja fokus pada sayur sayuran dan makanan sehat lainnya. Lebih tepatnya, empat sehat lima sempurna ... dengan tambahan tingkat sterlilisasi yang tinggi.Duduk bersantai di balkon kamar, menatap jauh ke langit yang tampak benar benar cerah. Apalagi dengan udara yang terasa segar, jauh dari hiruk pikuk ibu kota yang sembrawut.“Justin pulang jam berapa, sih, ini ... gue mulai bosan,” gumamnya menyenderkan kepala di sandaran kursi yang ada di balkon.Memejamkan kedua matanya, berharap sajalah bisa tiduran lagi. Tapi jiwa bebasnya seakan meronta ronta untuk bisa keluar dari kamar ini.“Mending jalan keluar, ah,” gumamnya beranjak dari kursi, kembali masuk kamar.Menyambar sebuah cardigan berwarna