Danila tidak pernah menyangka bahwa Hugo benar-benar akan menyentuhnya. Bahkan sebelumnya pria itu sudah berpegang teguh pada prinsipnya untuk tak menyentuh Danila. Namun sepertinya Hugo telah mabuk, atau pula amnesia dengan perkataannya yang terdengar meracau.Udara malam semakin dingin hingga menelusuk ke bagian pori-pori kulit. Danila tak bisa memejamkan kedua matanya sebab Hugo belum melepaskannya sejak beberapa menit yang lalu. Ya, Hugo benar-benar telah menggila sekarang. Apa dia tidak sadar, bahwa dirinya sudah melanggar aturan yang tertulis didalam kontrak pernikahan mereka? Dan lagi, Hugo sudah mengkhianati istrinya yang telah tiada.“Orang-orang mengatakan bahwa pria gila ini adalah orang yang setia. Cih, aku tidak percaya dengan gosip itu. Lihatlah, bibirnya tidak berhenti mengendusi lekukan tubuhku. Bagaimana bisa aku pergi kabur dari sini? Kyaaaaaa! Ayah, tolong aku!” gerutu Danila dalam hati menjerit.“Kau kenapa tidak bersuara? Apa kau tuli? Atau masih berpura-pura tid
Pagi harinya, Danila bangun kesiangan sebab kejadian semalam. Untungnya, hari ini adalah hari Sabtu. Danila tidak pergi ke sekolah. Kedua bola matanya masih terpejam kuat dibawah selimut tebal yang menutup tubuhnya hingga ke bagian atas leher. Tapi Hugo lebih dulu terbangun sejak pagi tadi. Tak tak takSuara tapakan kaki berjalan mendekati arah ranjang. Lalu terdiam diri memperhatikan Danila yang masih tertidur lelap diatas kasur itu. “Kau masih tidur rupanya,” ujar Hugo seraya tersenyum menyeringai menatap ke arah Danila. Tubuhnya sudah segar dan rapi memakai setelan jas yang biasa dia kenakan sehari-hari untuk ke perusahaan. Detik kemudian, Hugo berjalan keluar meninggalkan kamar. Pria itu tak melakukan apapun pada Danila. Bahkan membangunkannya saja pun tidak. Tapi tiba-tiba....“Engh...” erang Danila seraya menggeliat pelan.Kedua bola matanya terbuka secara perlahan setelah bangun dari tidurnya. Tangannya lantas meraba-raba sisi sebelahnya. Tak ada siapapun di sana. Terkecuali
Setelah melihat kepergian pak Zan dari sana, Danila kembali masuk ke dalam kamarnya. Hari ini ia terlambat bangun. Bahkan tidak sempat ikut sarapan bersama di ruang makan. Tetapi pak Zan membawakannya ke kamar. Danila berpikir, pak Zan melakukan itu atas perintah dari tuan mudanya, Hugo. “Kenapa Pak Zan tidak mengatakan apapun? Bukankah dia bilang akan memberikanku pakaian baru? Lalu Pak Zan sendiri yang membawakannya untukku. Hem,” celoteh Danila berpikir keras. Tubuhnya berjalan gontai mendekati sofa yang terletak didepan televisi kamarnya. Danila duduk diatas sana seraya memakan semua sarapan yang dibawakan oleh pak Zan tadi. Klik!Remote control televisi itu ditekan Danila. Rasa penasarannya mulai menggebu saat menyalakan benda elektronik yang ada didepannya sekarang. Mengingat tontonan favoritnya yakni serial drama Korea.“Aaaak! Aku hampir melupakan episode terbaru dari drakor A Business Proposal. Bagaimana dengan Pak Kang Tae Moo itu sekarang? Apakah Kakeknya sudah berubah p
“Sejujurnya, aku merasa sangat bodoh karena mempertahankan sesuatu yang terus menerus menyakitiku,” tutur Danila dalam hati sedu.Hugo mendekap tubuhnya dengan erat. Setelah menyelesaikan urusannya tadi. Apa dia lupa, bahwa hari ini masih pagi. Bukankah seharusnya dia kembali lagi ke perusahaan? Danila tidak merasakan kebahagiaan saat mendapati dekapan hangat itu darinya.Cinta yang tidak pernah ada. Dari hubungan pernikahan mereka terjadi karena adanya kesepakatan maupun perjanjian antara dua keluarga. Danila justru malah tiba-tiba teringat pada Bagas. Mantan kekasihnya yang sampai saat ini masih mencintainya.“Bagas ... aku mau pulang. Tolong bawa aku pergi dari sini,” gumam Danila meringis dalam hati lagi.Namun otak Danila kembali memutar. Bagaimana mungkin, Bagas masih mau menerimanya? Sementara dirinya sudah bukan lagi seorang gadis perawan. Hugo telah mengambilnya setelah pulang dari makan malam bersama dengan wanita penggoda di kantornya itu.“Kau ingin pergi dari tempat ini?
Setelah bermenit-menit kemudian, Danila dan Haga tiba di tempat tujuan mereka. Sebuah restoran cepat saji yang didatangi oleh keduanya atas permintaan dari Haga sendiri. Danila mengerutkan keningnya seraya menatap nanar Haga kecil.“Haga ingin makan itu?” tanya Danila. Haga terlihat mengangguk pelan.“Baiklah, kalau begitu kita turun sekarang. Yuk!” ajak Danila sembari menggandeng pergelangan tangan Haga. Anak itu mengangguk sambil melompat turun ke bawah dari kursi mobilnya. Keduanya lantas keluar dari kendaraan roda empat itu. Danila menuntunnya dengan erat, berjalan memasuki ke dalam restoran yang ada didepan mereka sekarang. Haga tampak berbinar ceria wajahnya. Danila tersenyum tipis mengembang menatap putra sambungnya, yang sudah banyak berubah sikap kepadanya.“Selamat datang! Mau pesan apa?” sapa customer servicenya. Danila menoleh ke bawah menatap Haga. Anak itu terlihat merentangkan kedua tangannya ke atas. Bermaksud agar Danila menggendongnya. “Baiklah, Haga mau pesan apa
“I-iya, Kakak percaya. Lalu Haga ingin pergi ke mana?” ujar Danila bertanya-tanya.“Ke tempat yang ada banyak anak-anak kan, aku bilang.”Helaan napas terdengar memanjang keluar dari dalam rongga hidung Danila. Kedua matanya mengerjap sesaat. Lalu menatap wajah Haga yang saat ini tengah fokus memainkan tablet miliknya.“Tempat yang ada banyak anak-anak biasanya di taman bermain. Kalau di wahana permainan, tidak semua anak ada di sana,” tutur Danila. Tiba-tiba Haga mendongak menatap Danila dengan tatapan berbinar.“Benarkah? Kalau begitu Pak, kita ke taman kota sekarang! Aku mau bermain di sana,” celetuk Haga memerintahkan sopirnya. Danila mengerutkan keningnya keheranan.“Astaga, anak ini. Ya sudahlah, aku hanya mengikut saja. Ujung-ujungnya pun aku juga yang akan terkena umpatan dari pria gila itu,” gerutu Danila dalam hati pasrah.Sampai tibalah mereka di tempat yang dituju. Sebuah pemandangan indah terletak ditengah-tengah kota ini. Ya, itu adalah taman bermain. Haga bergegas turu
“Nona muda!” panggil pengawal yang diutus oleh Hugo pada Danila. Wanita itu lantas menoleh.“Eh? Ciko? Kalian...” ujar Danila terperanjat saat melihat anak jalanan yang ia temui didekat tempat sampah itu tiba-tiba muncul lagi. Tapi kali ini dia tidak datang sendirian. Melainkan bersama dengan teman-temannya.Haga yang sedang asyik menikmati makanannya sontak terbangun dan berdiri sambil memperhatikan ke arah mereka semua. Danila membantu membersihkan sisa dari makanan yang masih menempel pada bibir mungilnya. Tampaknya Haga begitu senang dengan kedatangan mereka.“Hei, kalian kenapa baru datang? Aku sudah menunggu sejak tadi,” tutur Haga berteriak kecil. Suara imutnya terkesan lucu.“Kak, aku minta maaf. Karena sudah salah mengira Kakak tadi,” ucap Ciko seraya tertunduk sedu pada Danila.Guratan senyum Danila mengukir tipis. Ia mengelus lembut wajah Ciko yang terlihat sedikit kotor. Para anak itu melihat sikap Danila yang memperlakukan Ciko seperti orang yang sudah kenal lama. Mereka t
Singkat cerita, mereka pun tiba di kediaman utama. Danila turun lebih dulu dan masuk ke dalam rumah. Lalu Haga ikut mengekor berjalan dibelakangnya menuju ke kamarnya. Tersisa Hugo sendiri bersama dengan sekretarisnya.“Jo, cari tahu apa yang mereka lakukan hari ini di taman kota itu dalam lima menit dari sekarang,” titah Hugo pada sekretarisnya yang bernama Jo.“Baik, Tuan muda,” balasnya sambil membuka sebuah tablet kecil yang ia genggam.Setelah lima menit kemudian....“Tuan kecil hari ini pergi ke sebuah restoran cepat saji bersama dengan Nona Danila. Total semuanya berjumlah senilai sepuluh juta. Setelah itu, Tuan kecil dan Nona Danila pergi ke taman kota dan mencari anak-anak jalanan untuk membagi-bagikan semua makanan itu pada mereka. Informasi yang saya dapatkan hanya itu saja, Tuan muda,” lanjut sekretaris itu menjelaskan pada Hugo.Raut ekspresi wajah Hugo yang semula dingin berubah normal lagi. Posisi duduknya berubah tegap. Ia tampak menekan keningnya sesaat. Tiba-tiba gur