Ting nong! Terdengar suara bel kediaman rumah utama berdengung dan menggema ke seluruh ruang. Sepertinya ada tamu yang datang. Bahkan Danila bisa mendengar suara belnya. Rasa penasarannya begitu menggebu. Siapa orang yang datang ke tempat ini? Hatinya menerka-nerka bila tamunya adalah Bagas, mantan kekasihnya. “Apa itu Bagas? Aku harus bertemu dengannya,” gumam Danila dalam hati bersemangat. Langkah kaki Danila berjalan sedikit cepat menuruni anak tangga. Raut wajahnya tampak berbinar, tidak sabar untuk melihat kondisi Bagas yang sekarang. Karena sudah lama ia tidak bertemu lagi dengannya. Namun saat Danila tiba didekat pintu utama, ekspresi wajahnya langsung berubah.Tamu itu bukan Bagas ternyata. Melainkan seorang wanita berpakaian baju seksi tengah yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Rasa kesal dalam gejolak hati Danila seketika berdesir hebat ketika menatap ke arahnya. Terlebih lagi, Hugo sudah lebih dulu menemuinya dan tengah berdiri diambang pintu itu. Danila lantas berbal
Malam pun tiba, suasana di kediaman rumah utama tampak begitu tenang. Semua orang kini berada di satu meja yang sama. Mereka tengah menikmati makan malam bersama. Terlebih lagi, Adriana pun juga ada. Ya, wanita itu memang menginap di sini. Dia berniat untuk membantu Danila pergi dari jeratannya Hugo.Namun siapa sangka, Adriana melakukan semua itu bukan bermaksud benar-benar ingin membantu Danila. Melainkan dia ingin menggantikan posisi Danila di rumah itu sebagai nyonya sekaligus ibu sambung untuk Haga.“Hei, anak manis? Kamu yang bernama Haga, ya? Salam kenal, aku Adri...” ujar Adriana terpotong sebab Haga langsung membalasnya menggunakan kata-kata tajamnya.“Aku tidak butuh perkenalan diri darimu!” cetus Haga seraya mendelik tajam menatapnya.“Haga, Ayah tidak pernah mengajarimu untuk bersikap tidak sopan pada orang lain. Minta maaf!” sanggah Hugo sang ayah membela Adriana terang-terangan.Haga lantas terdiam, namun pandangannya tidak beralih menatap wajah wanita itu. Danila memili
“Apa benar yang akan dikatakan Adriana itu? Dia benar-benar akan membantuku pergi keluar dari rumah ini? Tapi bagaimana bila Hugo tahu? Aku sudah tidak tahan berada di sini. Aku rindu dengan kebebasanku,” celoteh Danila seraya mondar-mandir berjalan memutari ranjang. Danila yang tengah mencemaskan rencananya untuk besok pagi bisa kabur dari kediaman utama ini, tanpa sadar langsung dikejutkan oleh kehadiran sosok Hugo yang tiba-tiba muncul dan mendekap tubuhnya dari arah belakang. Membuat kedua bola mata Danila membelalak lebar terperanjat tidak menyangka.“Apa yang kau lakukan? Kau masih belum berganti baju?” ujar Hugo dengan suara baritonnya. Tangannya meraba-raba tubuh Danila yang saat ini masih memakai jubah kimono mandi berwarna putih. Padahal sebenarnya ia tengah memakai baju dobel didalamnya. Yakni baju tidur kurang bahan yang digantikan para pelayan di sini.“Hei, hentikan tanganmu itu!” teriak Danila dalam hati menjerit.“Kenapa kau tidak memakai baju yang sudah aku belikan u
Merasa bersalah pada sebuah tindakan atas sikap yang sudah melakukan hal-hal tidak baik. Tentu setiap manusia akan terus dihantui rasa bersalahnya itu. Tapi yang dilakukan oleh Danila, bukan semerta-merta ia mengkhianati Hugo akan kenekatannya dan mencoba kabur dari genggamannya. Pagi ini, Danila dan Adriana sudah saling kontak langsung melalui pesan singkat mereka. Adriana menunggu Danila didekat tangga, lalu membantunya berjalan mengendap-endap dikala embun pagi masih tampak basah. Pukul 03.00“Aku menunggumu dibawah tangga. Turun dan temui aku, jika kau benar-benar ingin pergi dari kediaman rumah utama ini!” Sebuah pesan singkat yang dikirim oleh Adriana kepada Danila melalui nomor ponselnya. Untung saja, Danila sudah lebih dulu terbangun dibandingkan Hugo yang masih terlelap dalam mimpi-mimpinya. Degupan jantung Danila berdegup kencang. Ia benar-benar gugup untuk bisa lepas dari jeratan pria itu. Sebab tubuhnya ada dalam dekapannya Hugo saat ini.“B-bagaimana aku bisa pergi dar
Misi gagal untuk pelarian pertama, tapi Danila tetap berpegang teguh pada tujuan awalnya. Pagi ini, ia kembali menemui Adriana. Mengambil kesempatan sewaktu Hugo pergi ke perusahaan. Hanya ada ia dan wanita itu serta Haga yang berada didalam kediaman utama.Langkah kaki Danila berjalan gontai menuju ke lantai bawah. Ia mencari-cari Adriana, tapi tak kunjung menemukan wanita itu. Sampai akhirnya, Danila dikejutkan oleh suara seseorang dari arah belakangnya."Kau mencariku?" ujar seseorang itu yang ternyata ialah...."Adriana?" gumam Danila dalam hati.Adriana berjalan mendekatinya dengan raut wajah sinisnya seperti biasa. Dalam gejolak hatinya Adriana tertawa renyah sebab Danila benar-benar membutuhkan bantuannya. "Aku menunggumu hampir satu jam lamanya dibawah tangga tadi hanya berdiam diri dan menunggumu sampai jenuh," cetus Adriana berkata dengan nada penekanan."Maaf, aku tidak tahu kalau Tuan Hugo juga ikut terbangun saat aku mencoba pergi keluar kamar," tutur Danila merasa bersal
Danila pergi meninggalkan kediaman utama tanpa membawa apapun dari sana. Pandangannya menatap keluar jendela helikopter milik Andriana. Gejolak hatinya merasakan kebebasan dalam bernapas. Tak ada rasa tertekan seperti saat berada didalam rumah besar itu. Namun tiba-tiba hatinya terpikirkan pada kehidupan berikutnya."Apa yang akan kulakukan setelah kabur dari pria itu? Aku tidak mungkin kembali ke rumahku. Ayah dan Ibu pasti akan mengembalikanku pada Hugo," gumam Danila dalam hati berkata.Sampai akhirnya pikiran Danila tertuju pada Bagas. Hatinya merasa bersalah karena sudah mematahkan cintanya pada Bagas. Dalam hubungan mereka berdua yang tidak berlanjut sampai pernikahan. "Aku harus bertemu Bagas! Ya, hanya Bagas yang bisa menolongku," batin Danila.Di sisi lain, Hugo mendengar kabar Danila yang pergi menaiki helikopter milik Adriana yang tiba di kediaman rumahnya pagi tadi. Pak Zan yang melaporkan kejadian itu. Beliau tentu saja tak tinggal diam. Karena pak Zan bukan hanya sekedar
“Kumohon, bantulah aku. Aku tidak mau pulang ke rumah,” ucap Danila memohon dalam dekapannya Bagas.“Kita pergi ke rumah Nenekku saja. Beliau tinggal didekat pedesaan. Pria itu tidak mungkin bisa menemukan keberadaanmu di sana,” usul Bagas tiba-tiba. Spontan Danila memagutkan kepalanya pelan.“Kau juga ikut bersamaku, kan?” tanya Danila seraya mendongak dan menatap Bagas. Pemuda itu tampak terdiam sejenak. Kemudian mengerjapkan kedua matanya sambil mengembuskan napasnya panjang.“Tentu saja, aku akan menemanimu ke mana pun kau pergi,” ujar Bagas terdengar sedu.Sepertinya Bagas tengah menutupi sesuatu dari Danila. Entah apa yang dia tutupi. Tapi pasti, waktu akan menjawabnya. Lambat laun, Danila juga mengetahuinya.Keduanya saling bergandengan tangan dan keluar dari dalam telepon umum itu. Bagas mengajaknya pergi ke stasiun terdekat di sana. Danila yang begitu bersemangat sampai akhirnya ia mual dengan tiba-tiba. Ketika mereka teringin menaiki ke dalam busway kota untuk tiba di stasiun
“Bersembunyilah didalam sana! Aku akan mengawasinya dari sini,” titah Bagas pada Danila setelah keduanya memasuki ke dalam sebuah ruko tempat usaha yang berada disekitar stasiun kereta. Sebab tidak mungkin bagj mereka untuk melarikan diri keluar dari area itu. Orang-orangnya Hugo mengawasi tak hanya dari luar saja, tapi juga dari atas helikopter miliknya. Bagas memperhatikan situasi disekitarnya. Terlihat dari sudut pandang matanya, beberapa orang pria memakai baju hitam ala bodyguard tampak berjalan ke arahnya. Mereka semua tampak memegangi sebuah pistol ditangannya. Sontak Bagas langsung merunduk ke bawah sana. “Permisi, apa kau melihat wanita ini?” tanya pria itu yang tidak lain ialah orang-orangnya Hugo. Dia bertanya pada seorang pedagang yang menjadi tempat persembunyian Bagas dan Danila sekarang. “Tidak, Tuan. Saya baru saja membuka kedai ini. Tanyakan saja pada yang lain. Mungkin saja mereka melihatnya.” Untung saja, Bagas sudah meminta tolong pada pedagang itu. Agar beliau