Kericuhan terjadi didalam mansion milik dokter Yoshua. Hugo tampak brutal membalas para pasukan khusus itu dengan peluru emasnya. Hingga terjadilah pertumpahan darah antar kedua dari kelompok tersebut. Sampai tidak menyadari, bahwa Danila telah diculik dan dibawa pergi oleh para pasukan itu. Ingatan Hugo mulai sadar, Danila masih berada didalam ruang pembedahan yang terletak di lantai dua. Kedua kakinya berlarian menggila menaiki tangga di sana. Sampai tibalah dia didepan ruang operasi yang akan dilakukan oleh Danila.BRAK!Hugo mendobrak pintu ruangan itu dengan paksa. Kedua bola matanya membelalak lebar, disertai wajah geram penuh kemarahan. Dokter Yoshua sudah tergeletak tidur diatas ranjang sana. Dia menggantikan posisi Danila yang justru tiba-tiba menghilang."Jo!!!" teriak Hugo dengan suara menggelegar memanggil sekretarisnya.Sekretaris Jo dan beberapa orang bawahannya bergerak cepat dan datang dengan raut wajah panik mereka. Hugo tampak sudah terdiam mematung dengan ekspresi s
Raut ekspresi wajah Bagas langsung berubah dalam sekejap. Lelaki itu tentu saja lebih terperanjat dari kabar kehamilan yang Danila katakan padanya tadi. Bahwa Hugo, ayah dari bayi itu tidak mengakuinya. Sesuatu hal diluar dari perkiraan Bagas."A-apa? Hugo tidak mau mengakui bayinya? Benar-benar sinting! Dia sungguh gila." Bagas memakinya dengan emosional. Amarahnya tak dapat terbendung lagi. "Bukan hanya itu ... tapi dia juga mengira bahwa aku hamil anak darimu," tutur Danila sedu. Bagas kembali memekik, dan menekan keningnya sesaat."Memangnya dia punya bukti apa kalau jika aku benar-benar menghamilimu? Hanya karena telah memergoki kita berdua saat tidur semalaman di rumah Nenekku waktu lalu?" cetus Bagas sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Danila kembali memagutkan kepalanya pelan."Karena itu ... d-dia mencoba ingin melenyapkan bayi ini," gumam Danila seraya mengelus lembut perutnya yang masih tampak rata. "Jadi itu alasannya kau berada di ruang operasi. Aku mengira kau akan d
Danila masuk ke dalam rumahnya. Setelah Bagas dan para orang-orangnya pergi dari area sana. Danila bingung untuk menjelaskannya pada kedua orang tuanya. Bagaimana jika mereka juga akan salah paham terhadapnya. Sama seperti hal yang dilakukan Hugo. Tidak mempercayai perkataannya. Langkah kaki Danila berjalan gontai melewati ruang tamu. Namun pandangan matanya langsung membelalak lebar, terperanjat tak percaya. Seseorang yang dia hindari justru ada didepan matanya kini. Degupan jantung Danila berdegup kencang gemetar tak karuan. Tangannya berkeringat dingin dan mendadak menjadi kram. Kedatangan Danila pulang ke rumahnya, rupanya sudah disambut oleh Hugo dan kedua orang tuanya. Kini mereka semua menatap Danila dengan tatapan tajam ke arahnya. Danila sontak tertunduk sedu sambil melanjutkan kembali langkah kakinya berjalan. Berusaha untuk menenangkan dirinya, dan menganggap tak ada apapun yang terjadi antara dirinya dengan pria kejam itu. “M-maaf Ayah, Ibu ... aku sangat lelah. Aku izin
“Kenapa? Kau memanglah pelacur kecil, kan. Seorang wanita yang telah menikah lalu tidur dengan pria lain. Kau tak ada bedanya dengan pelacur, Danila.” Hugo mengatakan kata-kata sarkasnya yang mengandung penghinaan terhadap Danila. Wanita itu terdiam, namun tatapannya menatap tajam pada pria bengis yang ada didepannya kini. Danila benar-benar muak dengannya. Yang tidak pernah absen untuk terus menghina dan merendahkan martabatnya sebagai seorang wanita. Namun apalah daya, Danila tidak berdaya. Bahkan kedua orang tuanya pun tak mempercayainya. “Harus berapa banyak jumlah kata yang aku katakan padamu? Aku dan Bagas ti...” ucap Danila terpotong sebab Hugo langsung membungkamnya dengan ciumannya yang kasar. Pria itu bahkan menggigit bawah bibirnya hingga menimbulkan bercak merah di area sana. “Hah ... hah!” deru napas Danila memburu setelah Hugo melepaskan ciumannya. “Itu hukuman untukmu, karena kau sudah berani menyebut nama pria lain dihadapanku!” cercanya. “Aku memberikanmu kesempata
Tanpa basa-basi, Hugo langsung keluar dari dalam ruang rapat itu. Kejadian yang sama seperti pada waktu lalu. Sekretaris Jo kembali meminta maaf pada semua anggota yang turut hadir di sana. “Mohon maaf, dengan berat hati saya katakan, rapat hari ini ditunda dan dilanjutkan besok. Sampai bertemu besok di jam sepuluh pagi! Terima kasih!” ujar sekretaris Jo seraya membungkukkan sedikit bahunya. Memberi salam hormat pada mereka di sana. “Apa ada sesuatu yang terjadi? Kau lihat, tidak? Wajah Tuan Hugo sangat menyeramkan tadi.” “Hei, kau jangan bergosip tentangnya. Apa kau ingin menghilang dari dunia ini, hah?!” Bisik-bisik terdengar dari mulut mereka. Tak ada yang berani mengatakan sesuatu hal tentang Hugo. Mereka semua tahu rupanya. Se-mengerikan apa Hugo dimata mereka. Bahkan peluh keringat bercucuran pada keningnya. Padahal sekretaris Jo mengatakannya dengan sangat sopan. Tapi kata-kata sopannya tidak lain dari gertakan untuk mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Hugo ketika
Ditengah Danila yang tengah koma di rumah sakit karena telah berjuang melahirkan bayi didalam kandungannya, Hugo justru memilih untuk pergi menyendiri tanpa mengajak siapa pun ikut bersamanya, termasuk sekretaris Jo. Entah ke mana pria itu pergi. Namun sebelumnya, ia sempat berbicara pada dokter dibagian laboratorium. Ada kemungkinan terjadi, bahwa dirinya ingin melakukan pemeriksaan tes DNA terhadap bayi Danila. Samar-samar kedua mata Danila membuka secara perlahan. Ia telah sadar dari masa kritisnya. Setelah berjam-jam melewatinya. Pandangannya melihat-lihat sekitarnya. Dirinya tengah berbaring diatas ranjang rumah sakit. Dengan kondisi tangan yang dibalut oleh selang infus. “Dimana aku?” ujar Danila lemah. Tangannya lantas meraba-raba perutnya yang sudah berubah rata sekarang. “B-bayiku! Bayiku! Dimana bayiku?!” lanjut Danila berteriak histeris. Detik kemudian, tiba-tiba muncul seorang perawat wanita datang menghampirinya. Mencoba menenangkan Danila yang tengah histeris berteriak
Danila teringat sekarang, bahwa pria yang ada dihadapannya sekarang benar-benar suaminya yang kejam. Panggilan pelacur kecil itu ditujukan untuknya. Seakan menganggapnya adalah wanita rendahan. Yang tak pantas mendapatkan belas kasihan darinya,.Hati Danila berdenyut mendengar panggilan pelacur kecil itu. Bulir bening menitik dari kedua sudut pandang matanya. Pandangannya lantas berubah buram, seakan tak sanggup lagi tuk menatap sosok iblis bertubuh manusia itu.Guratan senyum diwajah Hugo mengukir menyeringai menatap Danila. "Kau terkejut, ya? Untuk apa pula kau menampilkan ekspresi begitu? Bukankah memang panggilan itu pantas untukmu, pelacur kecil?!" cerca Hugo seraya mencengkeram wajah Danila dengan kasar."Mengapa tidak bercerai saja?" ujar Danila tiba-tiba memberanikan diri membalas perkataan Hugo. Sontak tatapan pria itu langsung berubah tajam. Tidak, tapi semakin tajam dan menusuk ke arahnya."Beraninya kau mengatakan itu padaku!" gertak Hugo. Danila semakin berani menatapnya n
Yang pergi akan tetap pergi, walaupun kau telah menjaganya dengan begitu kuat. Dan yang datang akan datang, walaupun kau tidak menginginkan kedatangannya. Bukan berarti hatinya tak sakit, bukan pula hatinya tak hancur, bukan pula hatinya tak perih, namun hanya kepasrahan yang mengiringi. Danila telah tiba didepan halaman kediaman rumah keluarganya. Tubuh kecil dan lemah itu terlihat menggendong makhluk mungil dengan penuh ketulusan. Sekretaris Jo mengantarkannya sampai didepan pintu saja. Bahkan para pengawal itu pun tak membawakan barang-barang miliknya sampai ke dalam sana. Mereka pasti begitu malu, dan tak punya wajah untuk melihat kedua orang tua Danila yang sampai detik ini masih belum mengetahui kehamilan serta kelahiran cucu pertama mereka. “Terima kasih, sekretaris Jo.” Danila berkata sungkan seraya menundukkan pandangannya. Tatapan sekretaris Jo justru tampak bimbang menatap ke arahnya. Seperti orang yang kehabisan kata-kata tuk menjawabnya. “Tak perlu berterima kasih, Nona