Larissa dan Darish duduk berdampingan di sofa ruang tamu. Mereka duduk berhadapan dengan Megan dan kak Ratna. Sedangkan Bu Anita dan Pak Hasballah duduk di sofa lainnya berdekatan dengan sofa Larissa dan Darish. Bu Anita juga sudah menyiapkan beberapa teh hangat dan bolu lapis di atas meja. "Ratna, Megan, silahkan diminum tehnya. Nanti dingin," suruh Bu Anita. "Iya, terima kasih, Bu," kata Kak Ratna. Sedangkan Megan hanya tersenyum tipis ke arah Bu Anita.Kak Ratna dan Megan serentak mengambil minuman dan meneguknya seteguk saja. Lalu, menaruhnya kembali di atas meja. Megan bersikap cukup tenang di depan keluarga Larissa. Terutama sekali di depan Darish. Ia terus saja memandang Darish dan tersenyum ke arahnya. Larissa menatap Megan tanpa senyuman. Wajahnya cemberut bagai melihat musuh dan ia sangat tidak menyukainya. Begitu juga dengan Megan. Ia sengaja membuat Larissa kesal dengan tersenyum sinis. *** Ulfa berdiri di depan pagar rumahnya dengan penampilan yang sudah rapi. Ia meng
Malam pun tiba. Darish merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memeluk guling dan mengeluh kesakitan di bagian perutnya. Keringatnya keluar di sekujur wajahnya karena ia tak sanggup menahan kram di perutnya itu. "Sakit perut karena minum teh?" Larissa agak terkejut dengan pengakuan sang mertua, Bu Fatimah, yang mengatakan kalau Darish tidak bisa minum teh.Ia sedang berbicara dengan Bu Fatimah lewat hp. Kata Bu Fatimah, "Darish tidak bisa minum teh karena menderita penyakit lambung yang parah. Saat Darish mencoba berkali-kali minum teh, Darish langsung sakit perut. Sejak SMP, Darish sudah tidak lagi minum teh. Dia memang tidak bisa minum teh. Sama seperti Almarhum Ayahnya.""Oh begitu. Maaf, Umi, Rissa nggak tahu kalau abang Darish nggak bisa minum teh," ucap Larissa merasa bersalah. Larissa melirik ke arah Darish yang menatapnya dari tempat tidur dengan raut wajah agak kesal. Larissa agak ketakutan jika Darish marah. "Baik Umi, Rissa akan memberikan obat untuk abang Darish. Sampai
Keesokan paginya, Larissa yang baru saja selesai membersihkan diri, ia langsung keluar dari kamar mandi menuju meja rias. Raut wajahnya terlihat senang. Ia duduk di atas kursi sambil menatap wajahnya di cermin."Akhirnya, ia mengaku Ya Allah. Aku sangat senang suamiku mengatakan cintanya padaku," lirihnya dalam hati sambil menyisir rambut panjangnya itu sambil tersenyum.Di sisi lainnya, Darish yang sudah berangkat ke rumah sakit langsung disibukkan dengan pasien yang mengeluh akan giginya yang sakit. Satu persatu sesuai antrean pasien memasuki ruangan dr.Darish. Sebagai dokter spesialis gigi, Darish memberikan penanganan yang baik untuk pasiennya. Ia sangat profesional dan ramah. Apalagi dr. Darish sangat ahli dalam membujuk anak kecil. Tapi, ada seorang anak laki-laki berusia 10 tahun tidak mau mencabut giginya dengan alasan sakit. Ia memberontak hingga ibunya terjatuh dari kursi."Akh!" keluh wanita itu sudah terduduk di atas lantai karena anaknya mendorongnya. "Eh, ibu," kaget Da
Toko ‘Honey Cake’Seorang gadis cantik bernama Larissa Zevana, pemilik toko Honey Cake, terlihat sedang memberikan topping cokelat meleleh di atas keik ulang tahun yang hampir selesai dikerjakannya. Walaupun ia terlihat buru-buru gadis cantik ini tetap berhati-hati untuk menyelesaikan pesanan dari pelanggan. Seorang gadis cantik lainnya bernama Ulfa sebagai manajer toko, muncul dari arah dapur dan menghampiri Larissa di pantri dengan membawa kotak penaruh keik. Ia mengenakan setelan baju dan celana hitam berbahan katun, jilbab segi empat berwarna krem, dan mengenakan hak tinggi. Di toko Honey Cake memiliki aturan wajib mengenakan setelan baju seragam pada waktu jam kerja, termasuk Larissa.Karena keiknya sudah selesai diberi topping, Ulfa segera memasukkan keik tersebut ke dalam kotak, serta mengikat pita berwarna ping di atasnya. “Ris, kenapa kamu nggak suruh Indah saja yang mengantarkan keik ulang tahun ini? Ini ‘kan pekerjaannya.”“Tidak boleh, Fa. Ini permintaan pelanggan langsu
Tepat pada pukul 07:00 pagi, Darish membantu anaknya Azka mengenakan seragam sekolah serta memakaikan dasi berwarna biru di kerah bajunya dengan rapi. Anak berusia empat tahun itu memiliki wajah yang tampan seperti ayahnya. Ia juga pandai bercakap dan tingkahnya begitu menggemaskan.“Papa.” Azka memanggilnya dengan nada lembut.“Iya, Sayang,” jawab Darish juga lembut.“Kenapa Azka nggak punya mama?” tanya Azka dengan raut wajah yang polos.Darish terdiam sejenak sambil menatapnya. “Azka punya mama, Sayang.”“Kalau Azka punya mama, kenapa mama sekarang nggak ada di sini? Mama nggak sayang Azka, ‘kan?” tanya Azka lagi dengan raut wajah sedih dan nada bicara yang masih terbata-bata.“Mama sayang Azka,” jawab Darish singkat karena kebingungan untuk menjelaskannya pada Azka yang masih terlalu kecil. Bu Fatimah tidak sengaja mendengar pembicaraan anak dan cucunya itu saat ingin menghampiri mereka di kamar dan hanya berdiri di depan pintu. Hatinya sangat sakit mendengar ungkapan sedih cucu
Darish dan Larissa duduk berhadapan di satu meja. Di atas meja sudah tersedia pesanan dua porsi dimsum, segelas lemon tea untuk Larissa dan sebotol air mineral untuk Darish. Namun, keduanya menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda. Darish menatap Larissa datar. Sedangkan Larissa berusaha untuk tetap tenang di depan Darish.“Jadi, pertemuan ini orang tua kita yang rencanakan?” tanya Rissa bersikap biasa-biasa saja.“Iya. Tapi, saya ingin membatalkan perjodohan ini,” ucap Darish cuek tanpa basa-basi.Kedua tangan Larissa saling menggenggam lembut dan kuat di balik kolong meja. Raut wajahnya terlihat kecewa saat Darish menolak perjodohan itu. Tidak ada yang bisa dilakukan Larissa kecuali diam. Namun, di dalam lubuk hatinya, Larissa berharap Darish setuju akan perjodohan ini. *** Ulfa terlihat gelisah sambil mondar mandir di depan kasir dan terus menatap layar ponselnya. Karena kecemasan Ulfa yang berlebihan membuat Soraya gagal fokus saat menghitung uang dalam jumlah banyak dan berulan
Satu bulan kemudian Acara pernikahan Larissa dan Darish dilangsungkan di Hotel Hermes, Banda Aceh. Semua tetamu hanya dihadiri oleh keluarga dan teman terdekat. Ruangan hotel itu terlihat mewah dengan dekor yang sempurna.‘Ruang ganti pengantin pria’ Darish terlihat tampan mengenakan baju pernikahan adat Aceh ‘ulee balang’ antara lain baju atasan berwarna hitam dengan sulaman benang emas, celana panjang serta sarung songket yang diikat di pinggang sepanjang di atas lutut, dan kopiah berbentuk lonjong ke atas dengan hiasan bintang persegi dalaman yang terbuat dari kuningan atau emas. Jeremi yang selalu setia menemani sahabatnya itu, tercegang kagum melihat ketampanan Darish yang begitu sempurna mengenakan pakaian adat Aceh. Apa lagi postur tubuh Darish yang tinggi, wajah tirus juga brewokan tipis, kulit putih, hidung mancung dan bermata indah, membuat penampilan Darish lebih menarik. “Bro. Apa keputusanku ini sudah benar?” tanya Darish pada Jeremi yang membantunya memasangkan renco
Darish pura-pura bermesraan dengan Larissa di depan keluarga saat melihat wajah Bu Fatimah menatapnya tajam dari kejauhan. Untuk menghindari ceramah rohani ibunya, Darish merangkul bahu sang istri sambil berjalan menghampiri mereka.“Kenapa kamu merangkul bahuku? Apa karena ...,"“Kamu bisa diam dulu, nggak? Mereka sedang menatap kita,” gumam Darish sambil tersenyum ke arah ibunya. Dan, mereka menghentikan langkah tepat di hadapan Azka, Bu Anita dan Bu Fatimah yang berdiri sejajar.Azka menjulurkan buket bunga ke arah Larissa sambil tersenyum. “For you, Bunda.”Larissa tertawa kecil saat mendengar Azka begitu pandai dalam berbicara. Bu Fatimah dan Bu Anita juga ikut tertawa. Apa lagi saat Azka memanggil Larissa ‘Bunda’ yang membuat Darish tercengang kaget hingga tangannya lepas dari bahu Larissa. Lalu, Larissa mengambil buket bunga dari Azka dan mencium aroma bunga mawar itu dengan raut wajah yang senang.“Terima kasih, Sayang,” ucap Larissa mengelus pipi kiri Azka dengan lembut.***