Share

Istri Kedua dr.Darish
Istri Kedua dr.Darish
Author: Lia Mauliza

Bab 1: Cincin Pernikahan

Toko ‘Honey Cake’

Seorang gadis cantik bernama Larissa Zevana, pemilik toko Honey Cake, terlihat sedang memberikan topping cokelat meleleh di atas keik ulang tahun yang hampir selesai dikerjakannya. Walaupun ia terlihat buru-buru gadis cantik ini tetap berhati-hati untuk menyelesaikan pesanan dari pelanggan.

Seorang gadis cantik lainnya bernama Ulfa sebagai manajer toko, muncul dari arah dapur dan menghampiri Larissa di pantri dengan membawa kotak penaruh keik. Ia mengenakan setelan baju dan celana hitam berbahan katun, jilbab segi empat berwarna krem, dan mengenakan hak tinggi. Di toko Honey Cake memiliki aturan wajib mengenakan setelan baju seragam pada waktu jam kerja, termasuk Larissa.

Karena keiknya sudah selesai diberi topping, Ulfa segera memasukkan keik tersebut ke dalam kotak, serta mengikat pita berwarna ping di atasnya.

“Ris, kenapa kamu nggak suruh Indah saja yang mengantarkan keik ulang tahun ini? Ini ‘kan pekerjaannya.”

“Tidak boleh, Fa. Ini permintaan pelanggan langsung. Aku tidak mau mengecewakannya,” jawab Rissa menatapnya serius. Rissa mengambil kotak keik dan tasnya di atas pantri. “Nggak jauh kok. Kamu tolong uruskan toko, oke.”

“Tapi, Ris ...”

“Aku pergi dulu.” Rissa bergegas pergi tanpa mendengar perkataan Ulfa.

“Rissa, hati-hati!” ucapnya terlihat khawatir.

***

Larissa mengantarkan keik ulang tahun ke daerah Lambaro Banda Aceh, dengan mengendarai motor vespa antik berwarna merah yang diberikan kotak penaruh barang di atas badan motor. Ia mengenakan helm hitam dan mengendarai motor dengan hati-hati karena banyak kendaraan lainnya. Di tengah-tengah perjalanan Larissa sedikit terburu-buru dan sejenak melihat waktu pada jam branded di tangan kirinya.

“Waduh. Sudah pukul delapan lagi.” Larissa menambah kecepatan dari 40 km menjadi 60 km perjalanan.

Di saat Larissa sampai di simpang empat Lambaro, Banda Aceh, dari arah lurus, ia hampir tertabrak mobil CR-V berwarna putih yang muncul secara tiba-tiba dari jalan samping kanannya. Larissa mencoba menghindar dari mobil itu, namun keseimbangannya hilang.

‘BRAK!’

Larissa beserta motornya terjatuh ke badan jalan. Kaki sebelah kirinya terjepit motor dan keik ulang tahunnya terjatuh ke tanah dan hancur.

Sedangkan pengemudi mobil CR-V itu tidak menyadari kalau ada orang yang terjatuh motor akibat menghindar dari mobilnya.

“Keik ulang tahunku!” teriak Larissa kesal. Ia mencoba menarik keluar kaki kirinya yang terjepit motor.

“Eh, ada orang jatuh motor!” tunjuk dua Mahasiswa dan segera berhenti untuk menolongnya.

***

Seorang anak laki-laki berusia empat tahun mengenakan seragam paud, duduk manis di kursi kedua mobil. Lalu, ia berdiri dan melihat ke arah belakang. Ia melihat ada seorang perempuan yang jatuh dari motor.

“Papa, ada orang jatuh motor,” kata anak kecil berpipi tembem itu.

Pria bermata indah itu melihat ke arah belakang lewat kaca dashboard dan ia melihat beberapa kumpulan orang. “Mereka cuma berhenti sebentar, Sayang. Azka duduk yang bagus, ya. Nanti Azka jatuh.”

***

“Apa kakak baik-baik saja? Apa ada luka? Kita bisa bawa kakak ke rumah sakit. Ayo?” ajak Mahasiswa itu dengan sopan.

“Eh, tidak usah. Saya baik-baik saja. Terima kasih banyak sudah mau menolong saya,” ucap Rissa sedikit tersenyum dan sudah berdiri tegak tanpa kesakitan.

“Sama-sama. Kalau begitu kami pergi dulu. Lain kali kakak hati-hati,” ucap mahasiswa itu lagi dengan sopan dan pergi melanjutkan perjalanan.

Setelah dua mahasiswa itu pergi, Larissa menghela napas berat sambil melihat keiknya yang sudah hancur. Ia mengambil ponsel di dalam saku celana dan menelpon pelanggannya untuk minta maaf. Jika dilihat dari ekpresi wajah Larissa pada saat berbincang, sepertinya ia sedang ditegur pelanggan karena sudah mengecewakan mereka.

Namun, Larissa tetap berusaha mengucapkan permohonan maaf dan akan mengirimkan keik ulang tahunnya kembali. Kesal sangat kesal dengan apa yang terjadi pagi itu, tapi Larissa berusaha tenang sambil menatap jalan seolah-olah ia menyimpan dendam kepada pengemudi mobil yang hampir menabraknya.

Ia menutup panggilan dari pelanggan dan menghela napas kesal. “Aku pastikan kita akan bertemu lagi.”

***

Klinik Harapan Kita

drg Darish Iskandar Sp. KG

Seorang dokter tampan bertubuh tinggi dan tegap terlihat berkarismatik mengenakan kacamata bulat putih nexflik, jas dokter dengan dalaman kemeja biru dongker, celana abu-abu berbahan kain katun dan lengkap dengan sepatu juga jam tangan. Ia berdiri menghadap pintu ruangannya sambil berbincang lewat telepon selulernya.

“Sekitar pukul tiga sore nanti saya akan kembali ke rumah sakit. Jadi, persiapkan semuanya,” kata Darish kepada seseorang di seberang ponsel. Ia mendengar tanggapannya sejenak. “Baiklah. Saya akan datang secepatnya,” pungkas Darish dan mematikan panggilannya.

Di sisi lainnya, dua petugas wanita di resepsionis sedang memanggil nomor kartu pasien yang sedang menunggu untuk pemeriksaan gigi pada Dokter Darish. Perawat di klinik Harapan Kita mengenakan setelan baju berbahan kain katun, berwarna ungu, jilbab segi empat dan hak tinggi berwarna putih.

“Selanjutnya, pasien nomor 44 segera memasuki ruangan dokter Darish,” panggil petugas operator dari sebelah kiri dan sebelah kanannya bertugas sebagai adminitrasi rumah sakit.

Seorang pasien anak berusia 6 tahun bersama ibunya segera memasuki ruangan dokter Darish untuk melakukan pencabutan gigi. Sebelum melakukan pencabutan, Dokter Darish mendengarkan keluhan dari pasien dan ibunya agar lebih memahami tentang kondisi sakit gigi yang diderita pasien tersebut. Dokter Darish begitu ramah melayani pasiennya dan mereka juga terlihat nyaman berkonsultasi kepadanya.

***

Pertemuan antara sahabat dalam usia paruh baya memang sangat berbeda. Di usia muda dulu, mereka membicarakan tentang kehidupannya sendiri, dan di usia paruh baya sekarang mereka membicarakan kehidupan sang anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Itu sangat lazim dari kebanyakan masyarakat di Aceh.

Bu Fatimah dan Bu Anita, dua wanita paruh baya berpenampilan modis dan sopan itu sedang makan siang di sebuah restoran dan membicarakan tentang perjodohan antara kedua anaknya.

“Jadi, kamu setuju menjodohkan anak kita berdua?” tanya Bu Fatimah sangat gembira.

“Iya, aku setuju. Aku juga khawatir dengan kehidupan anakku yang terlalu menutup diri terhadap laki-laki. Sampai kapan dia akan seperti itu ‘kan?”

Sangat jelas terlihat dari raut wajah Bu Anita yang begitu mengkhawatirkan anaknya yang belum juga menikah. Namun, kali ini ia harus membujuk anaknya dengan menerima perjodohan dari sahabatnya, Bu Fatimah. Sudah pasti anak dari Bu Fatimah baik dan sopan. Itulah yang terpikirkan di benak Bu Anita karena ia memercayai sahabatnya itu.

“Terus kamu tahu ‘kan, kalau anak aku itu seorang duda,” kata Bu Fatimah yang berterus terang.

“Iya, aku tahu. Kalau memang mereka berjodoh, aku tidak akan mempermasalahkan status anakmu. Dan, aku akan terima cucumu seperti cucuku sendiri. Apalagi Rissa, dia sangat suka dengan anak kecil,” jelas Bu Anita.

“Oh ya? Terima kasih ya, Ani. Aku sangat lega bertemu denganmu setelah sekian lama tidak bertemu,” ucap Bu Fatimah memegang tangan Bu Anita.

“Sama-sama. Aku juga berterima kasih padamu karena telah mengajakku makan siang dan membicarakan tentang ini semua.” Ibu Anita terlihat tersenyum bahagia.

***

Malam pun tiba. Sebuah mobil jazz yang dikendarai Larissa memasuki pagar rumahnya dan langsung menuju bagasi. Larissa turun dari mobilnya dengan raut wajah yang muram tanpa senyuman. Ia beranjak ke teras dan membuka pintu rumah.

“Assalamualaikum,” ucap Rissa dengan suara lesu seraya menutup pintu kembali.

“Walaikum Salam,” jawab Bu Anita menghampirinya.

Larissa menyalami dan mencium tangan ibunya.

“Kok lesu sekali. Kamu lagi Haid?” tanya Bu Anita sambil memegang tangan Rissa.

“Nggak, ma. Rissa lagi capek aja,”jawab Rissa singkat.

“Ya sudah. Kalau begitu kamu masuk ke kamar, mandi, istirahat sebentar, setelah itu kamu turun kita makan malam bersama. Malam ini kita makan Nasi Kuning kesukaanmu,” kata Bu Anita tersenyum.

“Oh ya? Asyik." Tiba-tiba kelelahan Larissa hilang dalam sekejap setelah mendengar makanan kesukaannya itu. Nampak dari wajahnya ia langsung tersenyum-senyum manja dan memeluk ibunya, “Sayang, mama.”

***

“Ibu sudah belikan cincin nikah untuk calon istrimu.” Bu Fatimah menjulurkan kotak cincin berbentuk love pada Darish.

Sontak Darish menutup ponselnya sambil menatap ibunya dengan heran. “Calon istri? Maksud ibu apa?”

“Ibu mau kamu menikah dengan pilihan ibu,” jawab Bu Fatimah jelas tanpa basa-basi.

“What?”

“Tidak boleh menolak keputusan ini karena ibu sudah melamar gadis itu,” kata Bu Fatimah dengan tegas.

“Hah?”

***

Bu Anita duduk di tempat tidur Larissa sambil berbincang dengannya. Larissa melepas hijabnya jika sudah berada di rumah. Ia mengangkat dan mencepol rambutnya tinggi-tinggi. Kecantikan Larissa sangat natural, kulitnya putih, lembut dan bersih. Ia mengenakan setelan baju tidur berwarna maroon, berlengan pendek dan celana panjang.

“Apa? Dijodohkan? Rissa nggak bisa. Rissa masih ingin fokus pada pekerjaan. Lagi pun Rissa masih muda, ma.”

Ia sontak kaget dan menghentikan mengoles handbody pada tangannya. Ia terkejut tiba-tiba dijodohkn dengan seorang pria yang tak dikenal. Pastinya ia langsung menolak perjodohan itu karena merasa tidak yakin.

Namun, Bu Anita harus bersikap tenang dan tetap serius di depan anaknya. Ia menatap Larissa sangat serius dan tak main-main akan perkataannya.

Larissa merasakan isyarat keseriusan dari ekspresi kontak mata ibunya itu. “Mama serius?"

***

Sontak Darish berdiri dari tempat duduknya dengan raut wajah kesal. “Darish nggak bisa, bu. Sampai kapan pun Darish nggak akan menikah lagi.”

“Darish! Ibu nggak pernah mendidik kamu seperti ini!” tegur Bu Fatimah ikut berdiri. Ia menatap Darish dengan kemarahan.

“Maaf, bu. Darish memang nggak bisa terima perjodohan ini.” Darish menunjukkan raut wajah sedih dan tertekan. Ia terus pergi memasuki memasuki kamarnya.

BERSAMBUNG🍁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status