Share

Bab 9: Ikuti Dia

Di toko Honey Cake hari ini terlihat sepi. Soraya, Dewi, Gia, Intan dan Indah duduk santai di salah satu meja sambil berbincang menggosipkan suatu hal. Kadang mereka tertawa dan berdebat seperti biasanya.

"Eh, Sor. Tapi, bukannya mama kamu lagi sakit, ya?" tanya Gia si gadis feminim yang setiap harinya mengenakan make up yang tebal.

"Iya. Mamaku masuk ke rumah," jawab Soraya si gadis seksi bermata sipit.

"Terus kamu ada rencana balik ke Bandung, nggak?" tanya Indah si gadis tomboi.

“Aku mau pulang, tapi 'kan kita lagi kerja. Mana mungkin aku pulang begitu saja, kalau bos belum memberikan aku tanggal libur," kata Soraya juga mempertimbangkan tanggung jawabnya sebagai bawahan.

“Bos akan mengizinkan kamu cuti kalau untuk menjenguk ibumu sakit. Bos tidak sekejam itu lah Soraya,” sahut Dewi si gadis profesional dan berkacamata.

“Iya, Sor. Apa lagi setelah bos menikah, dia sering suruh kita tutup lebih awal,” tambah Intan si gadis manis berkulit sawo matang, sedang mengupas kulit jeruk.

“Dari pada kemarin-kemarin, bos sangat ketat dan tegas. Iya ‘kan? Percayalah, bos pasti izinkan,” tambah lagi Gia.

Soraya terdiam sejenak dan bertambah yakin akan niatnya yang kembali ke Bandung untuk melihat ibunya yang sedang sakit. Apalagi ia di sudah merantau ke Aceh selama tiga tahun dan belum pernah kembali menjenguk ibunya.

Larissa dan Ulfa sedang mampir ke super market untuk membeli beberapa barang belanjaan kue. Larissa tengah memilih beberapa tepung kualitas terbaik juga mengambil dua coklat batang di sisi kanannya. Sedangkan Ulfa hanya berdiri mematung di samping Larissa sambil menatap ponselnya.

“Jeremi?” gumam Ulfa berusaha mengingatnya.

Larissa melirik ke arah Ulfa. "Upa, kenapa kamu?"

"Ris, suamimu ada teman yang bernama Jeremi, nggak?” tanya Ulfa.

“Oh, Jeremi? Iya, dia sahabatnya Darish," jawab Larissa. Ia menaruh tepung ke dalam troli. " Masak kamu lupa sih. Dia juga jadi bridemaid waktu pernikahan kami kemarin," lanjut Larissa.

“Oh, dia? Euumm,” kata Ulfa tidak merespon apa pun dan mematikan ponselnya.

Larissa menatap Ulfa dengan tatapan curiga. “Hmm. Pasti ada sesuatu ‘kan?” tanya Larissa dengan suara yang bikin Ulfa salah tingkah.

Ulfa tersenyum." Tidak ada. Tidak ada," jawab Ulfa tanpa jawaban.

Saat semua orang hampir menyelesaikan kesibukan masing-masing dan sudah menunjukkan pukul 15:40, Darish masih memiliki kesibukan memeriksa data pasien pada sebuah dokumen yang sedang diperhatikannya. Saat memerhatikannya dengan benar, adanya keganjilan di riwayat pasien tersebut. Tak tunggu lama, ia langsung menekan tombol pemanggil pada telepon genggam di atas mejanya.

“Halo, Megan. Keruangan saya sebentar,” ucap Darish singkat melepaskan tombolnya kembali.

***

Lain halnya dengan Larissa yang bergegas kembali ke rumah dan sedang bersiap-siap memaikai pakaian untuk Azka yang bagus dan rapi. Larissa juga terlihat cantik mengenakan baju gamis berwarna maroon dan jilbab segi empat bermotif.

Larissa memakaikan Azka topi. "Sudah selesai. Ayo kita temui papa di klinik," ajak Larissa.

"Hore!" teriak Azka dan tersenyum lebar.

***

‘Tok tok tok!’ Mega mengetuk pintu ruangan Darish.

“Masuk!” suruh Darish.

Megan membuka pintu dan memasuki ruangan Dokter Darish dengan raut wajah kurang ceria. Ia masih menyimpan rasa kesal terhadap Darish yang tak mengundangnya ke pernikahan.

“Iya Dok, ada apa?” tanya Megan bersikap dingin sambil berdiri menghadap Darish.

“Coba lihat riwayat penyakit pasien ini," tunjuk Darish menggerakkan dokumen itu ke arah Megan.

“Apa ada yang salah, Dok?” tanya Megan mengambil dokumen itu.

Megan mulai membaca satu persatu biodata hingga riwayat penyakit pasien tersebut. Di sana tertulis nama pasien bernama Anita, yang mengalami infeksi cukup parah pada giginya atau disebut ‘Periodontitis’. Dan, pasien ini harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan operasi.

“Kenapa kamu tidak bilang kalau ada pasien yang harus dioperasi? ‘Kan saya sudah pernah bilang, kalau ada pasien yang penyakitnya parah, segera hubungi saya. Beberapa hari ini kamu terlihat tidak fokus. Apa kamu ada masalah?” tanya Darish menegurnya.

“Sa-saya hanya tidak berani menelpon Dokter,” jawab Megan gagap.

“Kenapa? Dulu-dulu kamu sangat berani menelpon saya, tak kira saya sedang istirahat,” kata Darish mengungkit perilaku Megan yang kurang sopan.

“Saya hanya tidak ingin menganggu waktunya Dokter dengan istri Dokter. Bukankah Dokter sudah menikah lagi?” Megan langsung mengeluhkan kesibukan Darish setelah menikah bersama sang istri.

Darish menyeringai, “Jadi, kamu sudah tahu saya sudah menikah?"

“Kenapa? Dokter tidak ingin kami mengetahuinya?” tanya Megan mulai mencurahkan kekesalannya.

Darish menghela napas berat. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Megan. “Ini bukan waktunya membicarakan tentang pernikahan saya," kata Darish dengan tegas. Ia menatap Megan dengan serius. "Sekarang, kamu hubungi pasien ini dan katakan padanya, untuk segera temui saya ke rumah sakit. Mengerti?" lanjut Darish.

"Baik, Dok." Megan kehabisan kata dan terdiam mematung.

"Jangan berdiri saja! Cepat telfon dia. Setelah itu ikut saya ke rumah sakit," tambah Darish dan bergegas keluar dari ruangan.

Tak lama kemudian, Larissa dan Azka sampai di klinik Harapan Kita. Ia memarkirkan mobil di seberang jalan. Kemudian, ia tersenyum ke arah Azka yang duduk di kursi kemudi sambil melepaskan sabuk pengaman. Ia juga membuka sabuk pengaman Azka dan segera turun dari mobil.

Dari sisi arah pintu keluar klinik, Darish keluar dengan buru-buru bersama seorang perempuan cantik, pada saat itu yang dilihat oleh Larissa. Dan, Larissa hanya berdiri menatap Darish dari kejauhan saat perempuan itu berjalan berdampingannya.

Larissa mengerutkan kening. “Siapa perempuan itu?”

Pada saat itu, Megan sudah melepaskan baju kerjanya dan mengenakan baju kasual, kemeja krem, celana kulot jins, dan jilbab segi empat berwarna krem. Darish dan Megan serentak membuka pintu mobil.

“Dokter, tunggu dulu," kata Megan menghentikannya sebelum Darish menaiki mobil.

"Ada apa?" tanya Darish menatap Megan dari pintu kanan mobil bagian dalam.

Saat Azka melihat Bundanya berdiri mematung dan tidak membukakan pintu mobil untuknya, ia terpaksa turun sendiri. Lalu, ia menghampiri Bundanya.

"Boleh kita mampir ke kafe? Saya belum makan siang,” kata Megan mengajak Darish ke kafe.

“Baiklah. Saya juga belum makan siang.” Darish begitu mudah menyetujui ajakan Megan. Mereka bergegas memasuki mobil.

Larissa terus menatap sang suami dengan perempuan lain dan membiarkan mereka pergi. Azka melihat ke arah yang ditatap sang Bunda dan mulai berpikir.

“Itu Aunti Megan, Bunda. Dia pergi dengan papa," kata Azka membuat Larissa kaget tiba-tiba Azka sudah di sampingnya.

"Aunti Megan?" Larissa masih bingung akan ucapan Azka yang begitu akrab.

“Bunda, ayo kita ikuti Papa!" ajak Azka sambil menarik tangan Larissa.

“Eh, nggak boleh Sayang. Nanti Papa marah kita ikuti dia," kata Larissa menolak permintaan Azka.

“Papa nggak marah. Papa ‘kan orang baik. Ayo, Bunda!" lanjut Azka memaksa Larissa.

Larissa berpikir sejenak, “Baiklah. Ayo kita susul Papa."

Karena rasa penasaran Larissa terhadap perempuan yang sedang bersama Darish, ia memilih untuk mengikuti sang suami. Mereka bergegas memasuki mobil saat Darish dan Megan melaju pergi meninggalkan klinik. Jauh dalam lubuk hati Larissa, ia sangat cemburu melihat sang suami bersama wanita lain karena terlihat begitu dekat.

BERSAMBUNG🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status