Share

Bab 6: Menggoda

Akhirnya Azka datang ke toko Honey Cake, dan sedang menunggu Larissa selesai bekerja di ruangannya dan duduk di sofa yang ditemani oleh Soraya, Indah, Dewi, Gia dan Intan. Mereka sangat menyukai Azka karena memiliki wajah tampan dan menggemaskan.

“Tampan sekali. Gemes!” puji Soraya mencubit pipi Azka.

Azka memberikan senyuman yang sumringah sambil menunjukkan giginya yang putih dan rapi. Ia terus tertawa karena geli, saat Soraya terus saja menggelitik pinggangnya.

Tak lama kemudian Larissa dan Ulfa keluar dari dapur menuju dan beranjak ke ruangannya untuk menemui Azka.

"Azka datang sendiri?" tanya Ulfa.

"Tadi, ada neneknya. Tapi, dia tidak bisa menunggu karena masih ada kesibukan yang lain," jawab Larissa.

“Oh, begitu. Eh, Ris. Aku nggak sabar ingin bertemu si bocul gemes itu,” kata Ulfa menyapu kedua tangannya yang terkena tepung.

“Kalau kamu ingin bertemu anakku. Cuci tanganmu dulu," kata Larissa terlihat garang yang menyuruh Ulfa mencuci tangannya terlebih dahulu, jika ia ingin memegang Azka.

“Wow, ibunya sangat protektif." Ulfa tertawa akan sikap Larissa yang berubah menjadi seorang ibu.

“Harus dong.” Larissa juga ikut tertawa.

Saat hendak memasuki ruangan, tiba-tiba ponsel Larissa berdering di balik saku celananya. Ia segera mengambil ponselnya dan melihat panggilan dari ‘My Husband’ yang tertera di layar ponselnya.

“My husband? Okelah, aku masuk duluan.” Ulfa melirik dan tersenyum tipis. Lalu, ia memasuki ruangan.

Larissa segera menggeserkan tombol merah ke hijau untuk mengangkat panggilan dari Darish dan menaruhnya di kuping kanan. “Assalamualaikum,” ucap Larissa.

“Waalaikum salam,” jawab Darish. Suaranya terdengar buru-buru, “Di mana, Azka?” tanya Darish.

“Kenapa? Abang takut terjadi sesuatu pada Azka, jika dia bersamaku?” tanya Larissa saat mendengar suara Darish yang terdengar begitu gelisah.

“Eum. Aku takut dia nggak nyaman sama kamu," kata Darish

“Sekarang, aku ini Bundanya. Dia nggak bakalan takut, kalau Bapaknya nggak nakutin-nakutin dia. Bukan seperti itu?” Larissa ingin Darish percaya padanya.

“Aku mau lihat dia sekarang. Sambungkan ke video call,” kata Darish menyuruh sang istri mengalihkan panggilan Video Call.

Larissa menghela napas. “Oke, tunggu sebentar.”

***

Setelah mengantarkan Azka ke tempat Larissa, Bu Fatimah bergegas kembali ke rumahnya, dengan membawa masuk barang belanjaannya dan dibantu oleh Kak Asi. Asi menaruh barang belanjaan di atas pantri dapur.

“Asi, kamu jangan pulang dulu. Kamu bantuin saya masak untuk ketering. Nanti saya berikan bonus yang banyak," kata Bu Fatimah meminta bantuan Kak Asi sambil menupuk lembut bahunya.

“Baik, bu.” Kak Asi dengan senang hati membantu Bu Fatimah, padahal dia hanya bekerja dengan Darish untuk menjaga Azka. Walaupun begitu Kak Asi sudah dianggap sebagai keluarga oleh Bu Fatimah.

***

Saat Larissa sudah memasuki ruangan, ia menghentikan langkahnya saat melihat Azka dikeremuni karyawan karena mereka sangat menyukai Azka. Lalu, timbul ide untuk menjahili suaminya yang sudah menunggu untuk video call dengan Azka.

Larissa menekan kamera belakang memperlihatkan Ulfa yang ikut menggelitik Azka. Mereka terdengar cukup berisik dan saling tertawa. "Azka! Azka!" teriak mereka memanggil nama Azka dengan nada menakuti.

“Azka!” teriak Larissa. Ia menunjukkan raut wajah kaget. “Apa yang kalian lakukan pada anakku?” tanya Larissa.

“Hei! Kenapa dengan Azka ...,”

Larissa mematikan panggilan video call dari sang suami, agar terlihat lebih meyakinkan kalau Azka sedang ditakuti oleh karyawan-karyawannya itu. Ia tertawa puas setelah menjahili suaminya yang terlihat panik.

Azka dan karyawannya ikut kaget mendengar Larissa berteriak. Azka berdiri dari tempat duduknya berjalan mendekati Larissa.

“Kenapa Bunda berteriak? Bunda lagi sakit?” tanya Azka yang khawatir mengira Larissa sedang kesakitan.

“Nggak, Sayang. Bunda kaget kamu dikeremuni mereka.” Larissa menggenggam telapak tangan kanan Azka dan membawanya kembali duduk.

Darish terburu-buru keluar dari klinik menuju mobil di parkiran dan bergegas pergi ke toko Honey Cake, untuk memastikan kondisi sang anak dalam keadaan baik-baik saja. Ia mengemudi dengan kecepatan 80 km, karena ia begitu sensitif apabila mendengar Azka tersakiti. Baginya, Azka adalah hidupnya. Mungkin, jika tanpa Azka ia takkan bertahan sejauh ini.

***

Bu Fatimah dan Kak Asi sudah menyelesaikan pesanan ketering berupa Nasi ayam kampung sebanyak 50 Kap. Kak Asi memasukkan semua pesanan ke dalam plastik, sedangkan Bu Fatimah sedang membasuk beberapa piring yang kotor.

“Asi, kamu sudah suruh Pak Mamat untuk anterin tiga kap yang saya pisahin tadi?” tanya Bu Fatimah mematikan air kran karena sudah selesai mencuci piring.

“Sudah, Bu.” Kak Asi sedang memasukkan nasi kotak ke dalam plastik.

***

Darish berlari kecil dengan tergesa-gesa memasuki toko Honey Cake untuk pertama kalinya. Ia menunjukkan raut wajah pucat tanpa senyuman dan menghampiri Soraya di kasir.

“Di mana anak saya?” tanya Darish menunjukkan sikap paniknya pada Soraya.

Sontak Soraya mengagumi ketampanan Dokter Darish hingga mulutnya terbuka. Ia memerhatikan wajah tampan Dokter Darish Iskandar secara langsung. Pada saat pernikahan mereka, karyawan-karyawan Honey Cake tidak dapat hadir karena sedang berlibur. Tapi, mereka melihat foto pernikahan Larissa dan Darish, jadi Soraya langsung mengenalnya.

“Hello. Di mana anak saya dan Bosmu itu?” tanya Darish.

Soraya pun sadar sambil menggelengkan wajahnya. “Oh, bos. Dia sedang berada di ruangannya sebelah kiri," jawab Soraya dan tangannya mengarah ke lorong bangunan menuju ruangan Larissa.

Sedangkan, tatapan Soraya masih mengarah pada Darish yang membuatnya terpesona. Begitu juga yang dilakukan Gia dan Intan yang berdiri di depan lemari kue sambil menatap Darish tanpa berkedip. Soraya, Gia dan Intan sudah kembali melanjutkan pekerjaan mereka.

“Tampan sekali suami si Bos. Kalau modelnya tampan kayak cowok turki begini, aku pun mau, Gi!" kata Gia.

“Aku juga,” sahut Intan singkat karena ia sosok gadis yang tak banyak bicara juga polos.

Darish melihat lorong bangunan menuju ruang Larissa, ia bergegas menuju ruangan sang istri dengan raut wajah tanpa senyum dan panik.

Larissa dan Azka masih berada di ruangan sambil duduk di kursi sofa dan menunggu kedatangan Darish. Di atas meja sudah ada tiga kotak nasi ayam kampung dari Bu Fatimah yang menjadi santapan mereka. Larissa juga sudah menyiapkan air sirup merah dingin di dalam teko kaca.

Sedangkan terlihat sudah lapar dan memandangi sirup segar itu hingga ia menelan air ludahnya sendiri.

“Kita tunggu Papa sebentar lagi, ya? Kamu masih sabar ‘kan?” tanya Larissa mengelus kepala Azka.

Azka hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Larissa yang duduk di sebelah kirinya. Posisi kursi sofa berbentuk panjang dan menghadap pintu masuk.

“Azka!” teriak Darish sambil mendorong pintu ruangan Larissa dengan kuat.

“Papa!” Azka lari ke arah Papanya dan memeluknya.

“Kenapa Papa lama sekali? Azka sudah sangat lapar menunggu Papa untuk makan siang bersama," kata Azka terbata-bata.

“Hah? makan siang?” Darish menatap sang istri sambil menaikan alis kirinya karena bingung. Lalu, ia sadar kalau ternyata Larissa sedang mengerjainya untuk segera datang ke tokonya itu.

Larissa tertawa kecil menatap sang suami. “Ayo kita makan siang," ajak Larissa. Ia segera membuka kotak nasinya, "Hampir dingin."

Kemudian, Larissa menuangkan sirup merah ke dalam gelas. Darish memandangi Larissa dengan raut wajah heran dan kesal. Namun, tiba-tiba hatinya luluh saat Larissa tersenyum manis kepadanya sambil memberikan nasi kotak yang sudah dibuka untuknya.

BERSAMBUNG🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status