“Dhara tenanglah ... tubuhmu masih sakit. Jangan menangis, aku akan bertanggung jawab ....” Baskara sedikit panik dan kebingungan untuk menenangkan Dhara yang menangis.Dhara justru semakin menangis mendengar kata-kata Baskara. Bukan itu kata-kata yang ingin dia dengar.Hati Baskara sakit melihatnya menangis. Dia memeluk Dhara untuk menenangkannya.“Lepasin ....” bisik Dhara terisak meronta dalam pelukannya dan terus mendorong Baskara menjauh. Tangisannya terdengar keras di ruang kamar rawat itu.Baskara mengeratkan pelukannya di tubuh wanita itu.“Tolong jangan menangis, aku akan berikan apa pun yang kamu mau. Aku minta maaf sudah membuatmu seperti ini. Jangan menangis, aku akan bertanggung jawab, aku bersungguh-sungguh ....”Dhara merai lengan Baskara dan menggigitnya dengan keras.Baskara mengerut kening kesakitan tapi tidak menarik tangannya. Dia membiarkan Dhara menggigit lengannya jika itu membuatnya tenang. Bagaimana pun dia yang bersalah di sini.Melihat Baskara tidak menarik
“Lupakan saja, aku capek, tolong tinggalkan aku ....” Dhara ingin berbaring, dia merasa sakit di pergelangan tangannya yang di pasang infus. Rupanya infusnya berdarah karena pergerakannya yang meronta-ronta. “Apa kamu nggak lapar? Aku sudah membelikan bubur dan buah-buahan.” “Aku akan makan nanti.” “Kamu harus makan sekarang, kamu sudah kelaparan seharian. Ingat anak di perutmu,” Baskara mengambil kotak makan berisi bubur untuk menyuapi Dhara. Suasana hati Dhara cukup buruk karena pertengkaran mereka. Mendengar ucapan Baskara membuatnya merasa sangat ironis. Dulu saat mereka masih pacaran, Baskara sangat perhatian dan mencintainya. Dhara telah menunggunya dua tahun dalam hubungan jarak jauh saat Baskara menempuh pendidikan di luar negeri. Tapi ketika Baskara pulang, dia mencampakkan Dhara di saat terpuruknya karena masalah pernikahan kedua ayahnya. Mengingat tahun itu membuat luka di hati Dhara kembali terbuka. “Jika aku nggak hamil, apa kamu akan peduli padaku?” cemoohnya lirih
“Aku nggak pergi, aku akan menjagamu sampai sembuh.”“Tapi bagaimana dengan istrimu? Emangnya istrimu nggak cari kamu kalau kamu nggak pulang?” Dhara berkata acuh tak acuh.Baskara diam.“Tolong pergilah, aku nggak mau ada yang liat nanti kamu bersamaku dan menuduhku pelakor.”Baskara menghela napas mengusap keningnya. “Dhara, hari ini bisa nggak kita nggak bertengkar. Kamu masih sakit.”“Aku nggak bertengkar kok. Aku cuma ngingetin kamu cepat pulang biar nggak dicariin istrimu,” balas Dhara.Baskara menggosok keningnya dan berdiri. “Kamu belum makan seharian. Aku memesan bubur di restoran depan rumah sakit Setengah jam lalu dan diisi di termos. Seharusnya masih hangat.” Dia mengambil termos berisi bubur dan menuangkannya di mangkuk putih.Bubur itu mengeluar aroma bubur ayam yang sangat familiar. Dhara merasa perutnya berbunyi kelaparan begitu mencium aroma bubur ayam.Baskara menyendok bubur ayam itu ke bibir Dhara.Dhara mengerut kening melihat tindakan Baskara yang langsung menyua
“Kenapa nggak diangkat?”Baskara tersentak dan buru-buru mematikan ponselnya.“Sudah selesai? Mau tidur?” tanyanya mencoba mengalihkan perhatian Dhara.Dhara menatap datar dan tidak mengatakan apa-apa. Dia berjalan ke tempat tidur sambil mendorong tiang infus. Baskara memegang lengan dan pinggangnya melihat Dhara berjalan pelan karena lemah.Dhara tidak berusaha mendorongnya dan berbaring di tempat tidur dengan bantuan Baskara.“Pak Baskara pulang saja. Takutnya istri kamu nanyain kalo nggak pulang.”Baskara mengerut kening agak tidak senang. “Istriku sedang di Italia. Bisakah nggak jangan membahas istriku lagi.”Veera hanya menelepon. Itu kebiasaannya selalu menelepon setiap dua atau tiga kali sehari.Baskara selalu menanggapi panggilannya tapi lama-lama dia merasa Veera terlalu sering menelepon. Sehari dia bisa delapan atau sepuluh kali menelepon. Dia lebih sering bertanya tentang aktivitas Baskara dan sedang bersama siapa. Lama-lama Baskara merasa Veera sedang mengawasinya. Baskara
“Mari jalani aja dulu, tapi kamu nggak bisa menggugurkan anak ini,” ujar Baskara sedikit memperingatkan Dhara. “Kamu nggak usah masuk kerja, jangan khawatir tentang masalah yang terjadi di perusahaan, aku akan mengurusnya. Kamu hanya perlu menjaga kandunganmu dan makan makanan yang bergizi.”“Jadi kamu tetap mau aku melahirkan anak ini tanpa status yang jelas?” kata Dhara cemberut. “Baskara, aku nggak menuntut kamu bercerai dari istrimu. Kamu juga nggak usah egois minta aku lahirin anak kamu.” Dhara berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya dengan berat. “Aku nggak mau jadi istri keduamu, dan aku juga nggak mau dituduh jadi orang ketiga dalam rumah tanggamu.”Tidak peduli seberapa kaya Baskara, Dhara tidak mau terlibat dengannya untuk mendapat kehidupan yang mewah seperti yang diinginkan kebanyakan wanita.. Sejak muda dia selalu mengandalkan dirinya untuk bekerja keras hingga tidak bergantung pada orang lain.Jika dia menerima tawaran Baskara, Dhara akan menghadapi tuduhan sebag
Dia tidak menyangka Miranda sangat berani dan jahat. Dia menggunakan namanya menjual data teknologi yang dia curi dan kabur begitu saja. Mengingat panggilan telepon terakhir dengan ayahnya Dhara sangat sakit hati. Ayah kandungnya lebih membela adik tirinya dan bahkan mengancam akan mengeluarkan Dhara dari kartu keluarga.Matanya memerah, air mata mengenang di pelupuk matanya. “Ya, PT. Nexus Tecnhology menggunakan alasan ini balik menuntut kami. Mbak Dhara kamu mungkin akan jadi tersangka kasus ini,” ujar Hadi.Dhara menarik napas dalam-dalam menenangkan sakit di dadanya.“Pak Hadi, saya bersumpah nggak pernah bekerja sama dengan adik saya atau memberi data proyek pada adik saya untuk dijual. Tapi semua ini salah saya karena nggak bisa menjaga data proyek. Saya siap datang ke pengadilan untuk membuktikan diri dan menerima sanksi dari perusahaan karena karena perilaku adik saya,” ujarnya dengan suara bergetar.Hadi mendesah tidak puas mendengar kalimat terakhir Dhara. Jika bukan karen
Beberapa karyawan yang mendengar itu tidak berkomentar tapi melirik Dhara sinis.Dhara mengepalkan tangannya berpura-pura tidak mendengar dan menunggu pintu lift terbuka. Begitu lift terbuka semua karyawan berbondong-bondong masuk. Dhara terhuyung hampir jatuh ketika seorang karyawan menabraknya. Tubuh Dhara terdorong oleh beberapa karyawan entah disengaja atau tidak. Dhara meringis dan mundur ke samping agar tidak didorong lagi. Bagaimana pun dia sedang hamil. Jika ada orang yang mengaja mendorong dan membuatnya jatuh, dia bisa saja keguguran.Dhara menatap dengan sedih ke lift yang sudah penuh dan tertutup di depan matanya. Dia hanya bisa menghela napas dan menunggu lift berikutnya.Beberapa menit kemudian Dhara sampai ke kantor Baskara. Hadi dan Rio ada di meja mereka. Dhara datang tanpa memberi kabar hingga mereka terkejut melihat kedatangannya.“Dhara, bagaimana kabarmu?” Rio yang terlihat senang melihat kedatangan Dhara dan menghampirinya dengan cepat. “Kenapa nggak ngabarin ka
Jika mereka mengadopsi anak, Baskara tidak akan mengambil anak yang sedang dikandung Dhara.Rio menatapnya. “Kamu nggak masuk beberapa hari karena itu kamu nggak tahu selama hampir seminggu ini suasana hati Pak Baskara jelek. Banyak direktur yang dimarahi karena salah memberi laporan dan macam-macam lah. Pokoknya semua orang dimarahi, termasuk aku dan Pak Hadi. Pak Baskara sampai bertengkar dengan istrinya. Kamu sebaiknya berhati-hati saat bertemu Pak Baskara.”“Rio, kembali bekerja. Jangan mengobrol di jam kerja,” tegur Hadi memutuskan percakapan Dhara dan Rio.“Ah maaf Pak,” kata Rio lalu buru-buru kembali ke meja kerjanya.“Mbak Dhara, bukannya kamu mau bertemu dengan Pak Baskara? Sebaiknya kamu cepat temui Pak Baskara,” ujar Hadi pada Dhara.Dhara menggigit bibirnya bawahnya ragu-ragu. Baskara baru saja bertengkar dengan istrinya. Jika dia masuk sekarang saat bosnya sedang marah, dia takut Baskara akan langsung mengusirnya. Mereka juga sempat bertengkar beberapa hari yang lalu kar