Empat bulan sudah usia kehamilan Indira, hal itu membuat Merry was-was. Karena Leon Law pernah berucap jika dia akan mengunjungi Merry kembali bersama kedua orang tua Merry. Tentunya hal itu mereka lakukan untuk melakukan acara syukuran empat bulanan kehamilan Merry. Merry benar-benar takut jika kebohongannya akan terungkap, dia takut jika semua keluarga ingin mengusap perut Merry. Merry bahkan sempat berencana untuk menggagalkan kedatangan mereka. Akan tetapi, itu merupakan hal yang sangat mustahil. Karena kedua orang tua Edbert dan Merry, pasti ingin menyambut keluarga baru yang tidak lama lagi akan hadir di tengah-tengah keluarga besar mereka. Apalagi saat membaca pesan chat yang mengatakan jika kedua orang tua Edbert dan Merry akan datang dua hari lagi, Merry sudah terlihat sangat frustasi memikirkan hal tersebut. Akan tetapi, hari itu pasti datang juga dan Merry pasti tidak akan bisa menghindar lagi. Agar semua keluarga tidak merasa curiga, Merry bahkan membeli alat yang biasa
Indira terlihat bingung dengan permintaan Edbert. Akan tetapi, dia juga tidak mau membantah. Apa lagi, sampai dia harus mengecewakan suami tampannya itu. Edbert langsung menggenggam tangan Indira dan mengecup punggung tangan istri keduanya dengan lembut, lalu Edbert menatap netra Indira dengan lekat. "Oh ayolah, Sayang. Mas mohon, Mas ngga sanggup jauh-jauh dari kalian. Lagi pula, acara ini milik kalian. Please...." Edbert menatap mata Indira dengan tatapan penuh permohonan, hal itu membuat Indira tidak tega. Pria itu selalu saja berhasil membuat Edbert lemah, pria itu selalu berhasil membuat dia merasa tidak karuan.Indira sebenarnya sangat ingin melakukan apa yang diminta oleh Edbert, dia hanya takut tidak akan bisa menjaga diri. Karena akhir-akhir ini, dia selalu ingin dimanja. "Ayolah, Sayang. Ini juga permintaan Merry," ujar Edbert.Indira menghela napas berat, dia tidak bisa menolak permintaan tersebut jika memang permintaan itu datang dari Edbert dan juga Marry."Baiklah, ap
Semua orang yang ada di sana menatap Indira dengan tatapan horor, mereka merasa bingung karena ada wanita lain di tengah-tengah rumah tangga Merry dan juga Edbert. Apa lagi Liliana Leichan, dia menatap Indira dengan tatapan tidak suka. Seorang perempuan berada di dalam rumah tangga anaknya, itu sangat tidak baik, menurutnya. "Kenapa dia di sini? Dia--"Liliana Leichan menolehkan wajahnya ke arah menantunya, Indira terlihat salah tingkah, dia menundukkan kepalanya sambil memilin ujung hijabnya. Leon Law yang mengenal Indira langsung bangun dan menghampirinya, pria itu tidak bertanya apa pun kepada putranya. Dia langsung menyapa Indira."Selamat pagi, Nak. Kenapa setiap kali kita bertemu kamu selalu memberikan kejutan padaku?" tanya Leon Law. Indira mendongakkan kepalanya, dia memberanikan diri untuk menatap Leon Law. Dia bahkan berusaha untuk tersenyum dengan sangat manis ke arah pria itu."Selamat pagi, Tuan. Saya--" Ucapan Indira terhenti tatkala Edbert langsung menjawab pertanya
Indira terlihat salah tingkah mendengar pertanyaan dari Berliana Law, dia bingung harus menjawab seperti apa pertanyaan dari Berliana Law itu. Ingin sekali rasanya dia mencari alasan yang tepat, tapi apa. Tidak mungkin bukan, jika dia berkata dengan jujur kalau dia merasa sangat sedih karena teramat ingin dipeluk oleh Berliana Law. Dia juga teramat ingin merasakan sentuhan dari Berliana Law di perut buncitnya. Entah kenapa saat tangan Berliana Law menyentuhnya dan juga mengelus lembut perut buncitnya, hatinya terasa menghangat. Entah karena baby twins yang menginginkan kehadiran omanya atau karena dirinya yang telah lama tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Atau mungkin karena memang dia berstatus sebagai istri rahasia, istri yang tidak boleh diketahui keberadaannya di dalam keluarga Law.Indira jadi berpikir, mungkin saja dia sedang rindu dengan ibunya. Mungkin dia rindu dengan kasih sayang seorang ibu. Mungkin juga itu hanya bawaan baby twins, atau mungkin karena pengaruh
Berliana Law menatap Edbert dengan intens, dia sangat tahu jika putranya sedang berbohong. Bahkan dia bisa melihat raut gundah di wajah Edbert. Edbert seperti sedang dilema, dia seperti sedang dihadapkan dalam masalah yang sangat rumit. Dia seperti sedang dihadapkan dalam sebuah pilihan yang begitu sulit untuk dia pilih. "Katakan pada, Mom. Mom, mengandung kamu selama sembilan bulan. Mom, selalu mengurus kamu dari semenjak kamu lahir. Mom, bisa merasakan kegundahan hati kamu, Nak." Berliana Law mengusap lembut punggung Edbert. Edbert terlihat menarik napas panjang, lalu dia mengeluarkannya secara perlahan. Edbert melerai pelukannya, kemudian dia menatap wajah mom'nya dengan intens. "Maafkan aku, Mom. Untuk saat ini, aku belum bisa cerita. Lain kali, aku akan jujur sama, Mom." Edbert mengusap lembut tangan Berliana Law. Berliana Lawa merasa sedih mendengar apa yang dikatakan oleh putranya, tetapi dia tidak bisa memaksakan Edbert untuk bicara sekarang juga. "Baiklah, jangan sampai
Merry langsung berlari ke dalam kamar mandi, tidak lupa dia juga membawa alat penunjang kehamilannya. Dia harus segera memakainya, kalau tidak, bisa bahaya. Karena Berliana Law akan tahu jika Merry hanya berpura-pura hamil saja. Saat sudah memastikan Merry sudah masuk ke dalam kamar mandi, barulah Edbert membukakan pintu kamarnya. Nampaklah Berliana Law dengan bungkusan di tangannya, Edbert sempat mengernyit heran saat melihat bungkusan yang di bawa oleh mom'nya tersebut. "Mana Merry, Sayang?" tanya Berliana Law. Edbert nampak menolehkan wajahnya ke arah kamar mandi, tetapi belum ada tanda-tanda Merry hendak keluar dari kamar mandi. "Dia sedang di kamar mandi, Mom," jawab Edbert. "Oh, boleh Mom masuk?" tanya Berliana Law. "Silakan," jawab Edbert. Edbert langsung menuntun Berliana Law untuk duduk di atas sofa, untuk mengalihkan pembicaraan. Edbert memeluk mom'nya dan memintanya untuk mengelusi kepalanya. "Kamu kenapa sih, dari semenjak Mom dateng kamu ini kok manja banget?" tany
"Ra, aku keluar dulu. Jaga kandungan kamu baik-baik," kata Lee dengan penuh perhatian. "Iya, Kak. Sekali lagi terima kasih," kata Indira."Hem!" jawab Lee dengan hati yang begitu sedih.Saat lee hendak keluar dari dalam kamar Indira, dia berpapasan dengan Berliana Law yang sedang memegang satu cangkir teh jahe di tangannya. "Saya pamit pulang dulu, Nyonya. Saya titip Indira," pamit Lee dengan begitu sopan. Hal itu membuat Berliana Law bertanya-tanya, apalagi saat melihat tatapan mata Lee yang menyiratkan cinta yang tulus untuk Indira. Berliana Law sampai menyangka jika Lee adalah suami dari Indira."Ah... Iya, saya pasti akan menjaga Indira. Terima kasih sudah membantu Indira dan memberikan pertolongan pertama padanya." Berliana Law lalu memperhatikan raut muka Lee. Lee terlihat salah tingkah, dia bahkan terlihat menggaruk tengkuk lehernya yang terasa tidak gatal. Mendapatkan tatapan seperti itu dari Berliana Law membuat dia merasa bingung dalam bersikap"Maaf, Nyonya. Kenapa anda
"Indira, kenapa kamu diam saja? Apakah tebakan saya benar kalau Tuan Lee adalah suami kamu?" tanya Berliana Law. Berliana Law bertanya seolah meminta jawaban dengan nada menuntut, dia begitu ingin tahu jawabannya. Indira menjadi gelagapan dibuatnya "Sebenarnya, Kakak Lee ad--" Ucapan Indira langsung terhenti, karena Edbert kini telah masuk ke dalam kamar Indira. Berliana Law dan Indira langsung memalingkan wajahnya untuk menatap Edbert. "Mom, banyak tamu yang ingin bertemu dengan Mom." Edbert menghampiri Berliana Law dan juga Indira. Berliana Law terlihat bingung, perasaan banyak orang di sana. Kenapa dia masih harus dilibatkan juga, pikirnya. "Bukankah sudah ada dad kamu, kepala Mom pusing kalau melihat orang banyak," keluh Berliana Law. Edbert langsung terkekeh mendengar penuturan mom'nya, Berliana Law memang tidak tahan berlama-lama dalam kerumunan. "Sorry , Mom. Ini perintah langsung dari daddy," kata Edbert. Memang itu adalah titah paduka raja yang tidak bisa dibantah, Leo