Merry langsung berlari ke dalam kamar mandi, tidak lupa dia juga membawa alat penunjang kehamilannya. Dia harus segera memakainya, kalau tidak, bisa bahaya. Karena Berliana Law akan tahu jika Merry hanya berpura-pura hamil saja. Saat sudah memastikan Merry sudah masuk ke dalam kamar mandi, barulah Edbert membukakan pintu kamarnya. Nampaklah Berliana Law dengan bungkusan di tangannya, Edbert sempat mengernyit heran saat melihat bungkusan yang di bawa oleh mom'nya tersebut. "Mana Merry, Sayang?" tanya Berliana Law. Edbert nampak menolehkan wajahnya ke arah kamar mandi, tetapi belum ada tanda-tanda Merry hendak keluar dari kamar mandi. "Dia sedang di kamar mandi, Mom," jawab Edbert. "Oh, boleh Mom masuk?" tanya Berliana Law. "Silakan," jawab Edbert. Edbert langsung menuntun Berliana Law untuk duduk di atas sofa, untuk mengalihkan pembicaraan. Edbert memeluk mom'nya dan memintanya untuk mengelusi kepalanya. "Kamu kenapa sih, dari semenjak Mom dateng kamu ini kok manja banget?" tany
"Ra, aku keluar dulu. Jaga kandungan kamu baik-baik," kata Lee dengan penuh perhatian. "Iya, Kak. Sekali lagi terima kasih," kata Indira."Hem!" jawab Lee dengan hati yang begitu sedih.Saat lee hendak keluar dari dalam kamar Indira, dia berpapasan dengan Berliana Law yang sedang memegang satu cangkir teh jahe di tangannya. "Saya pamit pulang dulu, Nyonya. Saya titip Indira," pamit Lee dengan begitu sopan. Hal itu membuat Berliana Law bertanya-tanya, apalagi saat melihat tatapan mata Lee yang menyiratkan cinta yang tulus untuk Indira. Berliana Law sampai menyangka jika Lee adalah suami dari Indira."Ah... Iya, saya pasti akan menjaga Indira. Terima kasih sudah membantu Indira dan memberikan pertolongan pertama padanya." Berliana Law lalu memperhatikan raut muka Lee. Lee terlihat salah tingkah, dia bahkan terlihat menggaruk tengkuk lehernya yang terasa tidak gatal. Mendapatkan tatapan seperti itu dari Berliana Law membuat dia merasa bingung dalam bersikap"Maaf, Nyonya. Kenapa anda
"Indira, kenapa kamu diam saja? Apakah tebakan saya benar kalau Tuan Lee adalah suami kamu?" tanya Berliana Law. Berliana Law bertanya seolah meminta jawaban dengan nada menuntut, dia begitu ingin tahu jawabannya. Indira menjadi gelagapan dibuatnya "Sebenarnya, Kakak Lee ad--" Ucapan Indira langsung terhenti, karena Edbert kini telah masuk ke dalam kamar Indira. Berliana Law dan Indira langsung memalingkan wajahnya untuk menatap Edbert. "Mom, banyak tamu yang ingin bertemu dengan Mom." Edbert menghampiri Berliana Law dan juga Indira. Berliana Law terlihat bingung, perasaan banyak orang di sana. Kenapa dia masih harus dilibatkan juga, pikirnya. "Bukankah sudah ada dad kamu, kepala Mom pusing kalau melihat orang banyak," keluh Berliana Law. Edbert langsung terkekeh mendengar penuturan mom'nya, Berliana Law memang tidak tahan berlama-lama dalam kerumunan. "Sorry , Mom. Ini perintah langsung dari daddy," kata Edbert. Memang itu adalah titah paduka raja yang tidak bisa dibantah, Leo
Satu minggu telah berlalu, Liliana Leichan dan juga Archan Leichan memutuskan untuk kembali ke Paris karena mereka tidak ingin mengganggu kegiatan Edbert dan juga Merry. Begitupun dengan Berliana Law dan juga Leon Law, mereka memutuskan untuk pulang ke tanah air karena merasa kasihan kepada Anthony. Anthony sudah beberapa kali menelpon Leon Law, dia mengatakan bahwa banyak investor asing yang ingin bertemu secara langsung dengan Leon Law. Banyak juga klien yang ingin bertemu secara langsung dengan Leon Law.Mereka tidak ingin diwakilkan sama sekali oleh Anthony, untuk urusan pekerjaan yang sangat resmi seperti investasi dan yang lainnya.Ada rasa senang dan juga rasa sedih di hati Edbert, karena dia harus merelakan kepergian kedua orang tuanya untuk kembali pulang ke negara asal mereka. Akan tetapi, itu adalah hal yang terbaik untuk Edbert, Indira dan juga Merry. Karena dengan seperti itu, rumah tangga mereka akan berjalan dengan lebih baik lagi. Karena selama satu minggu ini Edber
Hari-hari berlalu dengan sangat cepat, usia kandungan Indira kini sudah memasuki tiga puluh enam minggu. Hal itu membuat perut Indira terlihat sangat besar, karena dua janin yang berkembang di rahimnya. Berat badan Indira yang tadinya hanya empat puluh delapan kilo langsung melonjak naik sampai tujuh puluh kilo, perubahan yang sangat luar biasa. Terkadang dia merasa insecure saat melihat pantulan wajah dan tubuhnya di depan cermin. Akan tetapi, dia selalu berpikir kembali jika dia tidak usah khawatir akan berat badannya yang naik drastis, toh setelah melahirkan dia akan pergi meninggalkan Edbert dan Merry. Jadi, dia tidak perlu merasa takut karena Edbert tidak akan menyukainya lagi. Karena mereka tidak akan bertemu lagi setelah Indira melahirkan nanti. Indira merasa jika waktunya bersama dengan Edbert dan dengan baby twins tidak akan lama lagi, makanya Indira selalu berusaha untuk menikmati kebersamaannya dengan Edbert. Indira bahkan sering berfoto sambil mengelus perutnya dengan
Hari-hari yang Merry lalui dirasa begitu banyak kesedihan. Setiap hari dia selalu berusaha untuk menyembunyikan keadaan kesehatannya dari suaminya dan juga dari keluarganya. Dia sering memeriksakan kondisi kesehatannya, tetapi dia tidak pernah memberitahukannya kepada siapa pun. Dokter berkata jika kondisinya semakin memburuk, wajah Merry pun kian memucat. Namun, Merry yang pandai merias wajahnya selalu bisa menutupi wajah pucatnya dengan riasan make up. Walaupun memang untuk masalah berat badan tidak bisa ditutupi, karena tubuh Merry kini semakin kurus.Maka dari itu dalam setiap harinya Merry selalu memakai baju yang longgar, tidak ada lagi Merry yang selalu memakai baju seksi seperti biasanya.Beruntung Indira, Edbert ataupun para pelayan di sana tidak pernah mencurigainya. Jika dia sedang mengalami kesakitan di siang hari, dia selalu bersembunyi agar tidak ada orang yang mengetahui.Dia selalu berdiam saja di dalam kamar tanpa berniat untuk keluar. Bahkan untuk makan pun dia sela
Saat tiba di Villa, Indira langsung masuk ke dalam ruang kerja Edbert. Karena memang Edbert menitipkan berkas penting yang harus di simpan di dalam ruang kerjanya Entah itu berkas apa, Indira tidak tahu dan Indira pun tidak berani untuk mencari tahu tentang berkas tersebut. Selesai merapikan berkas tersebut, Indira berniat untuk masuk ke dalam kamarnya. Rasanya kakinya sangat pegal dan dia ingin menslonjorkan kakinya tersebut, tetapi sayup-sayup dia mendengar tangisan dari kamar utama. Indira yang merasa penasaran mendorong pintu utama dengan perlahan, nampaklah Merry yang sedang terduduk di lantai. Indira begitu kaget melihat akan hal itu. Merry seperti orang yang sedang menahan rasa sakit, Indira dengan cepat menghampiri Merry. "Astagfirullah, Kak. Kakak kenapa?" tanya Indira. Indira terlihat begitu panik, apalagi saat melihat wajah Merry yang begitu pucat. Merry tidak menjawab pertanyaan dari Indira, dia hanya menangis sambil meremat perutnya yang terasa sakit. "Kak! Jawab," p
Indira terlihat begitu kesakitan, bahkan dia mencengkeram tangan Edbert dengan sangat kuat. Edbert bahkan sampai meringis dibuatnya, tetapi dia tidak bisa marah dengan apa yang dilakukan oleh Indira terhadap dirinya. Justru Edbert merasa kasihan saat melihat Indira yang terlihat begitu tersiksa karena kontraksi yang dirasakan oleh'nya, jika saja bisa rasanya dia ingin menggantikan rasa sakit yang diderita oleh istri keduanya tersebut.Seorang dokter datang menghampiri Indira, dia memeriksa keadaan Indira. Ternyata, kondisinya sangat baik dan saat dokter ingin memeriksa sudah pembukaan berapa. Setelah melakukan pemeriksaan, ternyata kepala baby Indira sudah terlihat. Dokter yang kaget pun dengan cepat meminta suster untuk menyiapkan alat-alat bantu untuk proses melahirkan. "Tolong bantu istri saya melahirkan," ucap Edbert dengan cemas.Dokter dengan sigap langsung memakai sarung tangan steril untuk membantu Indira dalam proses melahirkan babynya, dokter mulai menginstruksikan apa yan