Dalam keadaan menangis, Zelda buru-buru keluar dari rumah tersebut. Tak ada yang tahu, karena dia keluar saat masih jam tiga dini hari. Ada banyak penjaga, tetapi Zelda tetap berhasil kabur.
Dia lewat tembok belakang agar aman dari penjaga di depan gerbang."Jika aku tahu kejadiannya akan begini, aku tak akan sudi tinggal dengannya?! Pura-pura baik ternyata dia punya niatan buruk padaku," monolog Zelda sembari menangis sesenggukan.Awalnya, dia merasa jika mimpi buruknya telah berakhir. Marvin sangat peduli dan baik padanya. Tetapi … Marvin tak lebih dari seorang pria bejad berkedok malaikat. Dia iblis yang nyata!"Aku yang salah. Hiks … harusnya aku tidak mudah percaya padanya. Dia itu orang asing, cuma adik angkat Ayah, dia dan aku bukan keluarganya. Hiks … hiks …." Zelda menangis sesenggukan, berhenti dan terdiam sebuah jembatan.Tak ada orang di sini, hanya Zelda. Matanya terus menatap ke bawah–memperhatikan arus air yang deras. Entah kenapa, Zelda merasa jika sungai di bawah sana seperti memanggil namanya. 'Apa aku bunuh diri saja yah? Jika aku mati, aku bisa bertemu Mama dan Ayah. Dan aku tidak harus menanggung ini semua. Rasa jijik dan masa depan yang hancur. Aku juga tidak ingin bertemu dengannya.'"Argkkkkk …!" Zelda menjerit dan berteriak kencang, meluapkan perasaan sesak di dadanya dan rasa sakit di hatinya. "Sekarang aku sudah tidak punya siapa-siapa, kenapa aku harus bertahan di sini, Tuhan?! Aku membenci tubuhku, aku membenci keluargaku, aku membenci semuanya! Marvin brengsek!!"Zelda menatap air deras di bawah jembatan, di mana sungai dibawah sana tengah tersenyum indah padanya lalu mengatakan, 'Ayo, tunggu apa lagi, Zelda? Segeralah lompat dan akhiri penderitaanmu.'"Keluarga. Dia menyebutku keluarga tetapi dia membuatku jijik pada diriku sendiri," ucap Zelda secara lesu, berjalan perlahan ke pinggir jembatan. "Aku ingin mati!" Dia naik ke atas jembatan kemudian melompat ke bawah.ByuarrrSuara gemircik air terdengar, dinginnya air sungai langsung menusuk dan mengigit kulit Zelda, membuat Zelda menggigil dalam air sungai yang terasa seperti air es. Beberapa detik Zelda bertahan, membiarkan tubuhnya terus tenggelam. Stok oksigen mulai menipis dalam dadanya, dan …-"Hah." Zelda berenang ke permukaan, menghirup oksigen dengan rakus kemudian marah sembari menangis frustasi. "Sialan!" maki Zelda, kembali menitihkan air mata sembari memukul-mukul permukaan air dengan marah–meluapkan emosi, "aku lupa kalau aku bisa berenang di sungai. Argkkkk! Mau mati saja sulit," gerutu Zelda sembari menjerit dan terus memukul permukaan air sungai.Dingin? Dia tak peduli! Yang Zelda mau, dia mati sekarang ini juga.Zelda sudah hancur, tak ada yang berharga dalam dirinya lagi. Dia tak punya apa-apa yang harus dia pertahankan di dunia ini. Mimpinya? Zelda punya mimpi menjadi seorang desainer yang famous, tetapi sekarang mimpi dan harapan Zelda hanyalah sebuah kematian. Dia ingin mati!Zelda ingin tenggelam, tetapi otaknya yang masih berfungsi tidak mengizinkan Zelda melakukan itu. Zelda sangat tertekan dan kesal, dia hanya ingin mati namun alam seperti tak mengizinkan.Tiba-tiba cahaya senter memenuhi sungai, mengarah pada Zelda yang masih menangis sembari memukul-mukul air sungai. Dia cukup kaget melihat cahaya yang menerangi dirinya. Namun Zelda lebih kaget lagi ketika mendengar suara teriakan iblis yang menakutkan."Zelda Amira!" Teriak seseorang dari atas sana, suaranya menggelegar marah dan murkah.Zelda mendongak, spontan membelalak ketika melihat siapa orang yang meneriakinya di atas. Banyak bodyguard dan … orang yang sangat Zelda takuti saat ini.Marvin Abelard!'Aku tidak mau kembali de--dengannya. Aku-- aku takut!' batin Zelda, buru-buru masuk dalam air– memilih menyelam agar Marvin tak tahu kemana Zelda akan pergi."Gerrrr …." Marvin menggeram marah ketika melihat Zelda masuk dalam sungai. Tanpa pikir panjang, Marvin melompat ke bawah– menyusul Zelda di bawah sana."Tuan!" teriak Neon--kepercayaan Marvin, panik dan khawatir pada Tuannya. Namun terlambat, Marvin lebih dulu melompat ke bawah sana.Setelah dalam sungai, Marvin muncul ke permukaan untuk melihat ke mana Zelda berenang."Zelda, berhenti di sana!" geram Marvin dengan berteriak murkah saat melihat Zelda berenang ke arah seberang.Dari atas, bodyguard langsung turun ke bawah– ke pinggir sungai, berniat menangkap Nona muda mereka. Sedangkan Zelda, melihat pada bodyguard sudah di pinggir sungai dia linglung dan panik.Putus asah, Zelda pasrah dibawa hanyut oleh arus."Cik, sialan!" maki Marvin marah, berenang dengan cepat untuk menangkap Zelda. Untungnya dia bisa meraih tubuh itu dan membawanya ke tepi sungai, meskipun Zelda terus memberontak dan melawan."Uhuk-uhuk-uhuk." Setelah ditepi sungai–sudah di permukaan dan tanah, Zelda terduduk sembari terbatuk-batuk. Dia melawan ketika Marvin membawanya ke tepi, akibatnya banyak air yang masuk melalui hidungnya. Itu perih dan menyakitkan!"Stupid!" Geraman halus dan rendah terdengar dari sebelah Zelda, tetapi Zelda sama sekali tak peduli–memilih menunduk dan diam-diam menangis.Setelah gagal bunuh diri, sekarang Zelda tertangkap oleh pria bejad ini. Awalnya Zelda merasa beruntung bertemu dengan Marvin, tetapi sekarang dia merasa ini adalah musibah. Jika waktu boleh diundur, Zelda tak sudi ikut dengan pria ini."Ambilkan Jas-ku di mobil," ucap Marvin pada salah satu anak buahnya.Dengan patuh, anak buahnya tersebut beranjak dari sana. Kemudian tak lama orang yang dia suruh tersebut datang lagi dengan membawa jas yang Marvin minta.Marvin menyampirkan jas tersebut ke tubuh Zelda, setelahnya dia menggendong perempuan itu dengan bridal style dan membawanya menuju mobil. Zelda hanya diam, membeku dalam ketakutan dan bayang-bayang mengerikan di kepalanya. Pria ini berhasil menangkapnya dan Zelda akan dibawa ke tempat neraka itu."Aku meminta maaf, Amore," ucap Marvin dengan nada serak dan rendah, setelah dia mengganti pakaian dan begitu juga dengan Zelda. "Aku bukan keponakan kandungmu, karena itu kan, kau melecehkanku?" cicit Zelda, menatap takut bercampur gugup pada Marvin. Semuanya membaik akhir-akhir ini, tetapi karena kejadian 'itu, semua kembali buruk dan kelam. Andai waktu bisa diputar. Sungguh! Zelda tak ingin ikut dengan Marvin. "Amore, tidak begitu." Marvin duduk di depan Zelda– di mana Zelda terduduk merenung di atas ranjang, memeluk lutut dengan air mata yang terus berjatuhan melintasi pipi. "Aku melakukan kesalahan padamu, dan aku meminta maaf," ucap Marvin dengan lembut dan tulus, mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Zelda. "Aku tulus ingin menjagamu, kau satu-satunya keluargaku. Hanya kau dan aku, Amore," ucap Marvin lagi. Dalam hati dia mengumpat dan menggeram marah. Sialan! Itu disebabkan oleh wanita jalang tadi. Ketika dia pulang, Zelda tak ada di rumah. Dia terus menunggu na
Akibat paksaan dan rayuan iblis bernama Marvin Abelard, sekarang Zelda sah menjadi istri pria itu. Mereka menikah di rumah mewah ini, dilaksanakan secara tertutup– sengaja dirahasiakan karena perbedaan usia mereka yang lumayan jauh serta alasan tertentu lainnya. Zelda masih fokus pada pendidikannya, dan Marvin tak ingin pendidikan Zelda terganggu karena status mereka sebagai suami istri. Percayalah! Marvin punya banyak musuh, baik yang terang-terangan atau tersembunyi. Setidaknya tunggu sampai Zelda menyelesaikan pendidikannya lebih dulu, baru Marvin mempublish istrinya tersebut. "Baru pertama kalinya aku memakai gaun, dan … ini gaun pernikahanku," gumam Zelda pelan, berdiri di depan cermin sembari menatap pantulan dirinya yang tengah mengenakan gaun tersebut. Gaun ini lengan panjang dan bagian dada tertutup, sangat sopan namun tidak mengurangi kecantikannya sama sekali. "Gaun yang bagus," gumamnya lagi sembari mengangguk-anggukkan kepala. Zelda kuliah di salah satu universitas swa
"Kok bisa yah kita ke sana?" tanya Zelda, menggaruk kepala karena tak paham kenapa dia bisa melaksanakan Praktek Kerja Profesi di perusahaan itu. Setelah pernikahannya dengan Marvin, Zelda memilih libur kuliah selama tiga hari– dia memanfaatkan itu untuk healing dan ziarah kubur ke makam orang tuanya. Sedangkan Marvin, setelah malam pengantin mereka, pria itu pamit pergi ke luar kota. Ada urusan mendadak dan kepentingan. Zelda tidak masalah dan tak kepo juga pada apa urusan serta kepentingan suaminya tersebut. Shit! Sampai sekarang dia masih belum bisa menerima pernikahannya dengan Marvin. Di matanya Marvin tetaplah seorang paman. Dia tahu jika pria itu sudah menyentuhnya– pertanda jika hubungan mereka sudah layaknya seperti suami istri pada umumnya. Namun, tetap saja Zelda sulit menerimanya. Seperti …- guru. Meskipun sudah lulus dari sekolah tersebut, jika bertemu dengan sang guru, tetap saja bukan, di mata kita dia adalah seorang guru yang notabe-nya harus kita hormati. Nah, begi
"Jadi Paman yang menukar tempat Praktek Kerjaku?"Marvin dengan santai menganggukkan kepala, dia tersenyum namun itu malah mengerikan di mata Zelda–membuat Zelda meneguk saliva secara kasar dan paksa, gugup bercampur merinding menatap senyuman mengerikan suaminya. Ah, maksud Zelda pamannya. Ditambah tatapan Marvin yang selalu tajam, itu semakin membuat Zelda khawatir dan takut. 'Bagian matanya yang hitam sangat misterius. Aku seperti menyelami samudera ketika melihatnya.'"U--untuk apa Paman melakukannya?" tanya Zelda, masih menoleh gugup dan canggung ke arah Marvin. Pria ini tak sedikitpun membiarkan Zelda pindah, padahal sejujurnya Zelda risih duduk di atas pangkuan Marvin. "Mengawasi istriku." Marvin berkata dingin, menyenderkan dagu di atas pundak Zelda–secara santai dan tanpa beban sedikitpun, tak tahu saja jika Zelda risih dengannya. Dia tahu sebenarnya, tetapi Marvin memilih untuk tak peduli. Zelda sudah menjadi miliknya seutuhnya, dan sudah sepantasnya tubuh Zelda terbiasa d
Dengan ragu, dia membuka mulut dan menerima suapan dari pamannya. Ketika makanan itu sudah masuk dalam mulutnya, Zelda spontan menutup mulut dengan tangan–dia takut mual dan memuntahkannya. Namun ….Zelda seketika terdiam, fokus mengunyah makanan dalam mulut sembari memikirkan sesuatu. 'Kenapa tidak rasa rumput yah? Ini …- enak.' batin Zelda. "Kenapa?" Zelda yang masih bingung sontak menoleh ke arah pamannya, di mana dia dengan suka rela membuka mulut dan menerima suapan kedua dari Marvin. "Ini … sayur apa, Paman?" tanya Zelda sembari menatap sayur di mangkuk. Warnanya hijau dan mirip dengan rumput daun lebar. "Mirip dengan Amaranthus spinosus," celutuk Zelda sembari mengamati sayur dalam mangkuk cantik dan antik tersebut. "Humm. Amaranthus tetapi bukan kelas spinosus," jelas Marvin, menatap lamat pada sang istri–di mana kedua pipi Zelda terlihat tembem karena diisi oleh makana dalam mulut. Oh, shit! Di mata Marvin, ini sangat menggemaskan. Terlebih mata Zelda bulat, bulu matanya
Sekitar tengah sembilan malam, Zelda pulang ke rumah sang Paman. Tentunya setelah dia menghabiskan waktu bersama teman-temannya, nongkrong untuk menghilangkan stress ala mahasiswa angkatan akhir. Sejujurnya, Zelda merasa sedikit takut karena ini sudah malam dan dia baru pulang. Dia takut berhadapan dengan Marvin, di mana pamannya tersebut akan memarahinya habis-habisan. Namun, rasa ke khawatiran Zelda tersebut seketika lenyap saat tak melihat mobil yang biasa Marvin pakai terparkir di tempatnya. Karena mungkin Marvin sering mengenakan mobil hitam mewah tersebut, dia punya parkiran khusus yang bisa dipantau dari luar–seperti yang Zelda lakukan sekarang. Dan … mobil sang Paman belum ada di sana. Artinya, pamannya belum pulang. "Yes yes yes …!" Zelda memekik senang, menaikkan tangan yang dikepal lalu menarik tangan dengan semangat sembari melangkah riang masuk dalam rumah mewah tersebut. "Atau jangan-jangan Paman ke luar kota lagi," monolog Zelda sembari berjalan riang, menaiki tangg
Namun sebelum dia beranjak sedikitpun, tangan Marvin lebih dulu mengalung di pinggang Zelda; melingkar di sana dengan erat dan sangat posesif. "Pa--Paman …-" Cup'Belum selesai Zelda melanjutkan perkataannya, bibir pria itu lebih dulu menempel di atas bibirnya. Zelda membelalak kaget, beberapa detik tak bisa menguasai diri dengan hanya terdiam dan mematung. Jantungnya berdebar kencang, rasanya akan pecah di dalam sana. Bibir Marvin perlahan bergerak, menyapu dan melumat bibir lembut dan manis Zelda. Awalnya hanya lumatan dengan ritme pelan dan penuh penghayatan, namun beberapa detik setelah itu lumatan Marvin berubah kasar, menuntut dan juga rakus. Jantung Zelda semakin kacau dalam sana, wajahnya memucat dan matanya membulat sempurna. Dia tahu dia pernah melakukan ini, bahkan lebih dengan Marvin. Namun, tetap saja Zelda tidak bisa menguasai diri–dia tetap terkejut dan risih dengan semua ini. "Eungmmm," racau Zelda, memejamkan mata sembari mendorong kuat dada bidang sang paman. Bu
"Ja--jangan merokok," ucap Zelda, tiba-tiba bangkit dan langsung merampas korek saat Marvin ingin menyalakan rokok. Marvin menaikkan sebelah alis, menatap Zelda dengan manik dan sorot mata yang sulit diterjemahkan. Marvin melepas rokok dari bibir, meletakkannya kembali di nakas. Smirk tipis tiba-tiba muncul di bibir seksinya, menatap lagi ke arah Zelda dengan tatapan intens yang melelehkan. "Asal kau memberikan bibirmu sebagai gantinya, aku bisa berhenti merokok." Marvin berkata dengan serak, tiba-tiba meraih pinggang Zelda–memeluknya dengan mesra, "bagaimana, Mi Esposa," tambah Marvin, meraih korek di tangan Zelda lalu meletakkannya di sebelah rokok tadi. Zelda membulatkan mata, cukup cengang mendengar perkataan Marvin. Wajah Zelda menegang dan bibirnya terkunci rapat. Entah kenapa Zelda takut jika bibirnya terbuka, Marvin akan melahapnya. Tidak! Tapi … mengganti bibirnya dengan rokok-- itu seperti apa?Zelda memiringkan kepala, menatap Marvin bingung. Tangannya berada di pundak