"To--tolong," pekik Zelda cukup kuat, membuat Marvin menoleh ke arahnya–menatap intens pada Zelda, di mana Naura dan Allenra telah berada di pelukan Marvin. "Tolong jangan celakai mereka," cicit Zelda, suaranya tiba-tiba melemah–menatap memohon pada Marvin. Mata Zelda memerah, berair; ingin menangis sebab khawatir jika Marvin berniat buruk pada kedua darah dagingnya sendiri. Marvin membawa anak-anak tersebut dalam gendongannya, berjalan santai ke arah Zelda yang masih terikat di ranjang. "Maaf," ucap Marvin, berkata lirih dan pelan. Dia menurunkan anak-anaknya ke atas ranjang, lalu dia mendekati Zelda untuk melepas ikatan di tangan dan kaki Zelda. Setelah itu, tiba-tiba saja Marvin membawa Zelda dalam pelukannya–mendekap istrinya tersebut secara erat. "Maafkan aku, Amore," ucap Marvin dengan serak, bersamaan dengan air mata yang jatuh dari pelupuk. Pelukannya begitu erat, dia takut kehilangan perempuan ini. Melupakan pernikahannya dengan Zelda adalah hal buruk yang pernah Marvin
Bug'Tubuh lemah Zelda Amira didorong oleh seorang pria paru baya yang tak lain adalah pamannya, membuat Zelda tersungkur dan terduduk lesu di dasar– depan rumahnya. Dia baru saja kehilangan orang tuanya satu minggu yang lalu, dan sekarang dia kembali merasakan kepedihan lain karena dia diusir dari rumahnya sendiri oleh Om dan tantenya. Jika bukan karena kondisinya yang lemah dan tak berdaya, Zelda pasti bisa melawan mereka. Hanya saja karena baru kehilangan orang tuanya, Zelda mengalami kesedihan, syok dan belum bisa lepas dari dukanya. Tubuhnya lemah dan pikirannya kemana-mana. "Pergi dari sini, Anak pembawa sial!" bentak Pendi–Om Zelda (kakak laki-laki ibu Zelda) setelah mendorong tubuh Zelda dengan kasar–di mana tanpa daya, Zelda tersungkur lemah di halaman depan rumah. "Adik kesayanganku harus meninggal karenamu. Dasar sialan!" teriak Pendi lagi pada Zelda, mendorong koper ke arah Zelda.Pendi sama sekali tak peduli saat koper itu mengenai wajah dan tubuh Zelda. Cih, yang terpe
Zelda terbangun dan tiba-tiba dia sudah berada dalam kamar mewah dengan ranjang campuran gold dan hitam. Aroma pekat yang maskulin dan segar menguar dalam kamar tersebut, membuat Zelda sedikit takut dan bertanya-tanya ini kamar siapa. Ditambah Marvin tak ada di sana, Zelda semakin waspada. Zelda buru-buru bangkit dari ranjang tersebut, keluar dari kamar luas itu untuk mencari-cari Marvin."Ya Tuhan!!" pekik Zelda pelan, syok dan kagum ketika keluar dari kamar dan menemukan ruang luas– semua perabotan tertata rapi dan terkesan klasik tetapi modern. Tak ada ruangan satupun di sana, hanya ada kamar tempat Zelda tidur tadi dan sebuah pintu unik yang Zelda tebak adalah lift. Ada tangga jua di sana, dan Zelda memilih menggunakan tangga untuk turun ke bawah–mencari-cari di mana Marvin berada. Sejujurnya Zelda takut dan khawatir jika dia telah dijual oleh pria itu. Entahlah! Rumah ini sangat mewah, dan siapa tahu ini rumah om-om yang telah membelinya. Atau ini sebuah kasino? 'Tapi Paman j
Setelah makan malam itu, Marvin pamit ke luar negeri untuk beberapa hari. Katanya ada urusan mendadak. Sekarang sudah satu minggu berlalu tetapi Marvin belum ada kabar untuk pulang.Ah, sialnya, Zelda terlalu bodoh. Dia baru tahu jika Pamannya ini–adik angkat dari ayahnya ini merupakan CEO pemilik perusahaan brand fashion terbesar di negara ini dan Asia. ZelMard'Fashion atau lebih akrab dengan sebutan ZelMard, itu nama perusahaan dan brandnya–sebuah merek yang selalu Zelda impikan bisa ia beli dan pakai. Pantas saja Zelda merasa tak asing dengan nama Marvin. Ternyata dia adalah …-Marvin Abelard, CEO perusahaan ZelMard yang katanya dingin dan anti pada wanita, alias tak tersentuh. Dan rumah ini--rumah yang sering Zelda serta kedua sahabatnya bahas setiap kali lewat dari sini. Sangking besar dan mewahnya. Lalu sekarang,, Zelda tinggal di sini. Dia masih tak percaya ini! Zelda beruntung apa bagaimana? Mendadak dia punya Paman yang merupakan seorang Miliarder. Zelda ingin kabur karena
Dalam keadaan menangis, Zelda buru-buru keluar dari rumah tersebut. Tak ada yang tahu, karena dia keluar saat masih jam tiga dini hari. Ada banyak penjaga, tetapi Zelda tetap berhasil kabur.Dia lewat tembok belakang agar aman dari penjaga di depan gerbang. "Jika aku tahu kejadiannya akan begini, aku tak akan sudi tinggal dengannya?! Pura-pura baik ternyata dia punya niatan buruk padaku," monolog Zelda sembari menangis sesenggukan. Awalnya, dia merasa jika mimpi buruknya telah berakhir. Marvin sangat peduli dan baik padanya. Tetapi … Marvin tak lebih dari seorang pria bejad berkedok malaikat. Dia iblis yang nyata!"Aku yang salah. Hiks … harusnya aku tidak mudah percaya padanya. Dia itu orang asing, cuma adik angkat Ayah, dia dan aku bukan keluarganya. Hiks … hiks …." Zelda menangis sesenggukan, berhenti dan terdiam sebuah jembatan. Tak ada orang di sini, hanya Zelda. Matanya terus menatap ke bawah–memperhatikan arus air yang deras. Entah kenapa, Zelda merasa jika sungai di bawah
"Aku meminta maaf, Amore," ucap Marvin dengan nada serak dan rendah, setelah dia mengganti pakaian dan begitu juga dengan Zelda. "Aku bukan keponakan kandungmu, karena itu kan, kau melecehkanku?" cicit Zelda, menatap takut bercampur gugup pada Marvin. Semuanya membaik akhir-akhir ini, tetapi karena kejadian 'itu, semua kembali buruk dan kelam. Andai waktu bisa diputar. Sungguh! Zelda tak ingin ikut dengan Marvin. "Amore, tidak begitu." Marvin duduk di depan Zelda– di mana Zelda terduduk merenung di atas ranjang, memeluk lutut dengan air mata yang terus berjatuhan melintasi pipi. "Aku melakukan kesalahan padamu, dan aku meminta maaf," ucap Marvin dengan lembut dan tulus, mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Zelda. "Aku tulus ingin menjagamu, kau satu-satunya keluargaku. Hanya kau dan aku, Amore," ucap Marvin lagi. Dalam hati dia mengumpat dan menggeram marah. Sialan! Itu disebabkan oleh wanita jalang tadi. Ketika dia pulang, Zelda tak ada di rumah. Dia terus menunggu na
Akibat paksaan dan rayuan iblis bernama Marvin Abelard, sekarang Zelda sah menjadi istri pria itu. Mereka menikah di rumah mewah ini, dilaksanakan secara tertutup– sengaja dirahasiakan karena perbedaan usia mereka yang lumayan jauh serta alasan tertentu lainnya. Zelda masih fokus pada pendidikannya, dan Marvin tak ingin pendidikan Zelda terganggu karena status mereka sebagai suami istri. Percayalah! Marvin punya banyak musuh, baik yang terang-terangan atau tersembunyi. Setidaknya tunggu sampai Zelda menyelesaikan pendidikannya lebih dulu, baru Marvin mempublish istrinya tersebut. "Baru pertama kalinya aku memakai gaun, dan … ini gaun pernikahanku," gumam Zelda pelan, berdiri di depan cermin sembari menatap pantulan dirinya yang tengah mengenakan gaun tersebut. Gaun ini lengan panjang dan bagian dada tertutup, sangat sopan namun tidak mengurangi kecantikannya sama sekali. "Gaun yang bagus," gumamnya lagi sembari mengangguk-anggukkan kepala. Zelda kuliah di salah satu universitas swa
"Kok bisa yah kita ke sana?" tanya Zelda, menggaruk kepala karena tak paham kenapa dia bisa melaksanakan Praktek Kerja Profesi di perusahaan itu. Setelah pernikahannya dengan Marvin, Zelda memilih libur kuliah selama tiga hari– dia memanfaatkan itu untuk healing dan ziarah kubur ke makam orang tuanya. Sedangkan Marvin, setelah malam pengantin mereka, pria itu pamit pergi ke luar kota. Ada urusan mendadak dan kepentingan. Zelda tidak masalah dan tak kepo juga pada apa urusan serta kepentingan suaminya tersebut. Shit! Sampai sekarang dia masih belum bisa menerima pernikahannya dengan Marvin. Di matanya Marvin tetaplah seorang paman. Dia tahu jika pria itu sudah menyentuhnya– pertanda jika hubungan mereka sudah layaknya seperti suami istri pada umumnya. Namun, tetap saja Zelda sulit menerimanya. Seperti …- guru. Meskipun sudah lulus dari sekolah tersebut, jika bertemu dengan sang guru, tetap saja bukan, di mata kita dia adalah seorang guru yang notabe-nya harus kita hormati. Nah, begi