Share

Istri Kesayangan Paman Presdir
Istri Kesayangan Paman Presdir
Author: CacaCici

Diusir dari Rumah Sendiri

Bug'

Tubuh lemah Zelda Amira didorong oleh seorang pria paru baya yang tak lain adalah pamannya, membuat Zelda tersungkur dan terduduk lesu di dasar– depan rumahnya. Dia baru saja kehilangan orang tuanya satu minggu yang lalu, dan sekarang dia kembali merasakan kepedihan lain karena dia diusir dari rumahnya sendiri oleh Om dan tantenya.

Jika bukan karena kondisinya yang lemah dan tak berdaya, Zelda pasti bisa melawan mereka. Hanya saja karena baru kehilangan orang tuanya, Zelda mengalami kesedihan, syok dan belum bisa lepas dari dukanya. Tubuhnya lemah dan pikirannya kemana-mana.

"Pergi dari sini, Anak pembawa sial!" bentak Pendi–Om Zelda (kakak laki-laki ibu Zelda) setelah mendorong tubuh Zelda dengan kasar–di mana tanpa daya, Zelda tersungkur lemah di halaman depan rumah. "Adik kesayanganku harus meninggal karenamu. Dasar sialan!" teriak Pendi lagi pada Zelda, mendorong koper ke arah Zelda.

Pendi sama sekali tak peduli saat koper itu mengenai wajah dan tubuh Zelda. Cih, yang terpenting anak ini pergi dari rumah mewah ini, dan dia serta istrinya lah yang akan tinggal di sini. Rumah ini-- sekarang miliknya.

"Dasar anjing kalian," ucap Zelda, kalimatnya sarkas tetapi nadanya begitu lemah dan pelan. Demi Tuhan! Tubuhnya tak berdaya. Kematian kedua orang tuanya menjadi pukulan terberat bagi Zelda. Dia sedang terluka dan tak baik-baik saja.

Boro-boro mendapat topangan, orang-orang ini malah memanfaatkan kondisinya yang tak berdaya ini untuk mengusir Zelda dari rumah.

"Masih berani melawan, hah?!" Pendi mendekati Zelda yang masih terduduk tak berdaya di halaman, setelah di depan remaja beranjak dewasa berusia dua puluh satu tahun tersebut, dia langsung mengambil ancang-ancang untuk memukul kepala Zelda. Pendi geram karena anak sialan ini masih menjawab-jawab.

Namun, sebelum tangannya menyentuh kepala Zelda yang sudah pasrah, seseorang lebih dulu menahan tangannya.

Sebuah tangan besar dan kekar menahan tangan yang ingin memukul Zelda, mencengkeramnya dengan Kuta lalu secara kasar seseorang itu menepis tangan Pendi untuk menjauh dari Zelda.

Itu membuat Pendi terdorong dan spontan melangkah mundur dari Zelda yang masih terduduk lesu di tanah.

"Jauh tangan kotormu dari keponakanku!" Suara bariton yang terkesan berat namun begitu dingin dan menusuk, mengalun dengan pelan.

Penasaran, Zelda mendongak ke atas, menatap seorang pria yang menjulang tinggi tengah berdiri tepat di belakangnya. Tiba-tiba pria itu menunduk, menatap Zelda dengan tatapan yang-- Zelda tidak tahu itu apa maksudnya. Yang jelas, tatapan tersebut membuat Zelda merinding dan takut. Buru-buru Zelda mengalihkan tatapannya.

"Berdiri, Amore," ucap pria itu dengan nada rendah dan berat, lagi-lagi begitu mengerikan sekaligus membius di pendengaran Zelda.

Pria itu menyelipkan tangannya di tubuh Zelda lalu membantu Zelda untuk berdiri.

"Maaf, Paman siapa?" tanya Zelda keheranan, menatap pria itu dengan mendongak dan sorot mata aneh.

"Ya, kau ini siapa? Dan kenapa kau ikut campur dengan urusan kami?" kesal Pendi dengan nada marah dan tak suka. 

"Marvin A, adik angkat dari Zeck A," ucap pria tersebut memperkenalkan diri. Dia sengaja tak menyebut nama keluarga, karena dia tahu pria dihadapannya ini seorang yang memuja kekayaan dan harta. "Aku datang untuk menjemput keponakanku, Zelda Amira. Dan mulai sekarang, hidup Zelda akan aku tanggung seluruhnya. Seterusnya, kalian tidak ada hak untuk Zelda."

"Ouh, bagus." Pendi seketika tersenyum penuh kemenangan, "bawa saja anak sialan itu. Anak tidak tahu diri dan bandel. Kami tidak membutuhkannya, ambil saja! Dengan suka rela aku membiarkanmu membawanya. Cih, apa gunanya anak itu?! Dia hanya pembawa sial!"

"Humm." Marvin berdehem, lalu dengan tenang dia meraih koper Zelda, menggenggamnya kemudian menarik Zelda agar ikut dengannya. Namun, sebelum pergi, devil smirk muncul di bibirnya–menatap jatuh ke arah Pendi; sebuah tatapan kantuk dan malas, tetapi menundukkan dan sangat tajam.

"Apa yang kamu lihat?!" tegur Pendi pada istrinya, tiba-tiba mendadak diam dan terus memperhatikan pria aneh tapi.

"Dia tampan sekali, Mas. Dan … ah, ma--maksudku, aku tidak tahu jika Zeck punya adik angkat. Apa dia berbohong yah? Jangan-jangan dia ingin menjual Zelda lagi."

"Cik, biarkan saja. Aku tidak peduli. Yang terpenting sekarang rumah ini menjadi milik kita. Aahaha …."

Di sisi lain, pria itu membawa Zelda masuk dalam mobil–dan entah kemana Zelda akan berakhir oleh pria asing ini. Bodohnya, Zelda asal menurut saja ketika pria bertubuh tinggi dan besar ini membawanya ke mobil mewah berwarna navy ini.

'Marvin? Sepertinya Mama dan Ayah pernah menyebut nama itu.' batin Zelda, terus mendongak dan menatap seorang pria yang duduk di sebelahnya. 'Dari auranya sepertinya dia bukan orang sembarangan dan--Marvin? Terasa asing tetapi sepertinya aku sering mendengarnya juga. Apa namanya pasaran? Tapi temanku tak ada yang namanya Marvin. Siapa yah?' batin Zelda, berbelit dengan pikirannya. Dia berusaha mengingat-ingat nama Marvin selain dari mendiang orang tuanya.

Yah, sering kali Zelda pernah mendengar nama Marvin disebut oleh Ayahnya. Namun, Zelda tak pernah bertanya karena merasa itu bukan urusannya. Namun, diluar dari itu, Zelda juga seperti tak asing dengan nama ini.

"Ada yang ingin kau tanyakan, Amore?" ucap pria tersebut, tiba-tiba menoleh ke arah Zelda dan mengulurkan tangan– membelai lembut surai di pucuk kepala Zelda.

Sontak hal tersebut membuat Zelda kaget, spontan menjauhkan kepalanya dari jangkauan Marvin dengan menatap konyol ke arah pria ini.

Marvin menaikkan sebelah alis. Ah, Zelda kecilnya ternyata sudah tumbuh menjadi gadis remaja cantik dan menggemaskan. Matanya masih sama indahnya dengan yang terakhir kali Marvin lihat. Sewaktu bayi, anak ini selalu bersama. Namun karena sebuah insiden, mereka terpisah dan Marvin baru sekarang berkesempatan untuk menemuinya.

"Kamu siapa?" tanya Zelda dengan nada serak dan mencekik di tenggorokan. Kondisinya masih sangat lemah.

Seandainya pria ini berniat macam-macam dengannya, maka habislah Zelda. Karena-- sungguh dia sangat lemah. Zelda lupa kapan terakhir air menyeberangi tenggorokannya dan kapan nasi mengisi perutnya. Selama satu minggu ini dia hanya di kamarnya, mengurung diri dan terus menangisi kematian orang tuanya.

'Mana aku main ikut saja lagi dengan Om-Om ini.' batin Zelda, panik dan takut dalam hati. 'Tapi dari wajah lempengnya sih Om ini Lurus, alias tak macam-macam orangnya. Tapi siapa tahu isi hati dan pikiran seseorang.'

"Pamanmu," jawab Marvin dengan singkat, memberikan sebuah map kepada Zelda. Di mana isi dari berkas tersebut adalah bukti jika dia dan Zack merupakan saudara angkat.

Zelda yang membaca, seketika lega. Bukan hanya sebuah data berupa tulisan saja. Tetapi ada juga foto-foto kedekatan pria ini dengan Ayahnya. Ada biodata keluarga mereka dan bukti lainnya. Zelda mengerjab beberapa kali, melihat foto pernikahan orang tuanya, Zelda merasa rindu dan kembali sedih.

Zelda terdiam dan terus menunduk, menatap foto tersebut secara lamat dan tak bosan. Orang tuanya meninggalkannya seminggu yang lalu, sekarang Zelda tidak tahu harus apa. Dia tak tahu Paman di sebelahnya ini tulus padanya atau tidak. Zelda merasa hancur dan sangat rapuh.

Pada akhirnya Zelda tertidur, tanpa sadar kepalanya jatuh dan menyender ke lengan Marvin. 

Sampainya di rumah besar miliknya, Marvin menggendong dan menbawa Zelda dalam kamarnya sendiri. Dia membaringkan Zelda di atas ranjang mewah miliknya, kemudian dia duduk di sebelah Zelda–memperhatikan wajah cantik perempuan itu dengan intens serta dalam.

"Gadis kecilku telah tumbuh dewasa. Kau sangat cantik, Amore," serak Marvin sembari membelai lembut bibir Zelda. "Tenang saja, Mon Amour, orang-orang itu akan kubuat hidup dalam penderitaan. Mereka telah lancang dan berani bersikap buruk pada kesayanganku. Dan … maaf, baru bisa menemuimu."

I

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status