Brianna terdiam... Seluruh badannya membeku saat menajamkan telinganya mendengar alarm peringatan rumah sakit."Kode biru... VIP 1... Kode biru..." Bunyi alarm begitu kencang hingga terdengar sampai ke atap tempat Brianna berdiri saat ini.Itu adalah kamar Samantha! Brianna tersentak dan segera berlari menuruni tangga dengan cepat disusul oleh Steven. Saat mereka sampai di kamar Samantha, dokter dan suster sudah berada di dalam kamar."Maaf, anda tidak boleh masuk kedalam." Seorang suster menghalangi Brianna saat wanita itu mencoba menerobos masuk ke dalam kamar itu."Bagaimana keadaan ibu saya , suster?" Tanya Brianna dengan suara panik."Dokter sedang menanganinya. Sekarang anda tunggu diluar dulu." Steven maju mendekati Brianna dan menarik wanita itu kedalam pelukannya. Steven membawa Brianna keluar dari kamar dan menunggu di luar. Brianna merasa kepalanya berkunang-kunang, dia memegang kepalanya yang pusing."Brie, kamu baik-baik saja?" Tanya Steven merasa khawatir."Aku baik-bai
"Nyonya, saya turut berdukacita atas meninggalnya nyonya Raven..." Kata Sylvia saat Brianna menginjakkan kakinya di dalam kediaman Pierce."Terima kasih Bibi Sylvia." Jawab Brianna dengan suara pelan."Kamu mau aku siapkan sesuatu?""Tidak perlu, Bibi Sylvia, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin sendiri." Beberapa hari berlalu setelah kematian Samantha, dan Brianna melaluinya dengan sangat tenang. Wanita itu akan berangkat kerja seperti biasa dan melakukan pekerjaannya dengan baik, bersosialisasi dengan baik, seperti tidak terjadi apa-apa. Dan tidak ada yang tahu juga apa yang telah Brianna alami. Sepulang kerja, Brianna selalu pulang ke rumah dan duduk di ayunan favoritnya atau di balkon kamarnya, sambil melihat foto-foto yang dia ambil di saat-saat terakhir Samantha.Beberapa hari ini juga Steven selalu menemani Brianna di rumah. Dia tidak pernah meninggalkan Brianna bahkan setelah Brianna tertidur. Walaupun Brianna tidak meneteskan air mata, namun Steven bisa melihat dan merasakan
Steven tertegun melihat kalimat terakhir pada pesan Brianna. 'Mari kita bercerai.' Steven segera menelepon Brianna, hanya untuk mendapatkan nomor Brianna tidak bisa dihubungi lagi. Wanita itu mematikan ponselnya!Mata Steven tiba-tiba tertuju pada selembar kertas diatas meja rias Brianna. Pria itu berjalan cepat dan menyambar kertas itu. Itu adalah surat pengajuan cerai dan sudah ada tanda tangan Brianna diatasnya. Mata Steven menjadi gelap dan merobek kertas itu sebelum meremas dan membuangnya ke lantai.Steven membuka ponselnya dan melihat rekaman CCTV di kediaman Pierce. Dia melihat Brianna berjalan kaki pergi meninggalkan rumah. Dia tidak membawa tas atau apapun selain baju kaos sederhana dan celana olahraga panjang yang melekat di badannya."Tuan Steven, penjaga gerbang bilang tadi pagi-pagi sekali nyonya Brianna keluar. Dia bilang mau lari pagi di luar. Sebentar lagi pasti dia kembali." Lapor Sylvia saat melihat Steven menuruni tangga."Tidak bibi Sylvia... Dia tidak akan kembal
"Bagaimana jika Brianna pergi karena kau tidak membalas cintanya?"Sekali lagi Steven terdiam dan tidak dapat membalas perkataan Jo. Pria itu merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya, lalu meletakkannya di hadapan Steven. Dia memperbesar volume suara sebelum menyetel sebuah rekaman.'Brie, apa yang membuatmu memutuskan menikah dengan suamimu itu?''Uangnya.' terdengar suara Brianna menjawab singkat.'Aku tidak percaya padamu!''Aku berkata yang sesungguhnya. Aku menjual diriku karena uang.''Apa kamu bahagia dengan yang kamu dapatkan?''Aku merasa bersyukur padanya. Dia banyak membantuku keluar dari masalahku, dia juga memperlakukanku dengan baik.''Apa kamu mencintainya?'Terdengar jeda yang cukup lama sebelum suara Brianna terdengar lagi.'Aku mencintainya.' Samar-samar terdengar suara tangisan Brianna dalam rekaman itu.Steven mendengarkan rekaman itu dengan seksama, dan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Dari mana kau mendapatkan rekaman itu?" "Dari mana aku dap
"Ayo Brie... Bernapaslah Brie! Kumohon..."Samar-samar terdengar suara yang sangat jauh dan guncangan hebat pada tubuhnya. Brianna merasakan bibir yang hangat menekan bibirnya yang membiru."Kumohon Brie tetap bersamaku! Aku cinta padamu, Brie!"Brianna memuntahkan air yang terperangkap dalam tubuhnya dan terbatuk-batuk. Matanya sangat berat untuk dibuka, sampai akhirnya dia tidak mendengar apa-apa lagi.Saat terbangun, Brianna mencium bau disinfektan yang sangat kuat. Wanita itu membuka matanya perlahan, merasa silau dengan cahaya lampu yang begitu terang. Perlahan-lahan Brianna menyesuaikan matanya dengan terang hingga dia kini bisa melihat lebih jelas.Ditangannya terpasang selang infus yang mengalirkan rasa dingin di pembuluh darahnya. Brianna memutar bola matanya ke sekeliling ruangan dan mendapati sesosok wanita tertidur di sofa tidak jauh dari ranjang tempat dia berbaring.Seperti merasakan tatapannya, wanita itu terbangun. Matanya membelalak saat melihat Brianna yang terbaring
"Steven..." Suaranya sangat pelan, hanya dia yang dapat mendengarnya. "Aku keluar dulu, Brie..." Ujar Alice sambil menepuk pelan tangan Brianna.Alice bangkit berdiri dari duduknya dan keluar memberikan ruang untuk pasangan suami istri itu untuk berduaan saja. Mata Brianna tertuju pada sosok tinggi pria yang sedang berjalan mendekatinya, menutup jarak di antara mereka.Dia melihat lengan kiri Steven yang dibalut kain putih dan penyangga lengan menggantung menopang lengannya yang terluka. Pandangan Brianna menjadi buram diselimuti air mata yang sudah menggenangi matanya."Bagaimana keadaanmu?" Tanya Steven saat mencapai sisi tempat tidur."A... aku..."Brianna tidak dapat menemukan jawaban. Dia ingin menjawab baik-baik saja, tapi tidak, dia tidak baik-baik saja. Wanita itu masih terkejut dengan berita kehamilannya yang baru saja dia dengar. Dia bahagia dengan kehamilannya, tapi dia tidak tahu apa dia sebenarnya menginginkannya, apa Steven menginginkannya."Bisakah kamu tolong tinggalk
"Benarkah kamu tidak mencintaiku, Brie?" Tangan Steven dengan lembut memegang dagu Brianna yang lancip dan memaksa wanita itu melihatnya matanya yang dalam."Lihat aku! Benarkah kamu tidak mencintaiku?" Ulangnya lagi seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Brianna.Steven menekan bibirnya pada bibir Brianna dengan lembut, tangannya menahan belakang kepala wanita itu, mencegah wanita itu menghindari ciumannya. Brianna menutup matanya dan membalas ciuman Steven yang semakin lama semakin intens. Setelah beberapa saat akhirnya Steven melepaskan bibirnya dari bibir Brianna, dan menatap ke dalam mata Brianna."Benarkah kamu tidak mencintaiku, Brie?" Desak Steven."Kamu sungguh ingin tahu jawabannya?" Tanya Brianna dengan suara serak."Beritahu aku!""Ya, aku mencintaimu, Steven. Aku mencintaimu! Dari dulu, lima tahun lalu, dan sampai sekarang, tidak pernah sedetik pun aku melupakanmu. Meninggalkanmu lima tahun lalu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku!""Lalu kamu muncul kembali, dan
"Aku tidak bohong padamu, Brie... Aku cinta padamu, dan aku tidak akan meninggalkanmu." Steven mengecup bibir Brianna setelah mengatakannya."Aku mencintaimu, dan aku tidak ingin kehilangan dirimu lagi... Kamu tidak tahu betapa hancurnya hatiku saat kamu menghilang lima tahun lalu? Dan saat kamu tiba-tiba pergi kemarin... Saat aku melihatmu kemarin ditelan lautan..."Tenggorokannya tercekat, pria itu tidak sanggup melanjutkan kata-kata yang menggantung di bibirnya. Matanya berkaca-kaca saat mengingat kejadian yang hampir saja merenggut hidup wanita yang dicintainya."Kumohon jangan tinggalkan aku lagi, Brianna..." Lanjutnya dengan suara bergetar."Bagaimana dengan Selena? Kamu bilang mencintaiku tapi kau juga mencintai dia?" Tanya Brianna sambil melihat Steven dengan tatapan yang dalam."Tidak ada wanita lain, hanya kamu. Aku hanya ingin dirimu seorang, Brie... Berikan aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku hanya mencintaimu." Steven menggenggam tangan Brianna yang dingin, dan men