Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”
“Dih! Kepedean banget kamu, siapa juga yang mau ngajak kamu dekil kek gini. Aku cuma mau ngasi kunci rumah, nih.” Menyodorkan kunci rumah.
“Kenapa sekarang Mas berubah sih? Karena aku udah nggak cantik kayak dulu lagi ya, Mas?” tanyanya penuh kesesakan.
“Anak-anak sama yang lain udah pada nungguin, aku males drama-drama lagi! Jaga rumah ya!” sahutnya, mengabaikan pertanyaan Aleana.
Dalam sekejap mobil Alex hilang dari pandangan. Sementara itu, dada Aleana masih terasa sesak karena komentar pedas Alex terhadap penampilannya. Wanita itu tampak cantik dengan dress bermotif bunga dan rambut hitam panjang yang digerai, entah apa yang salah dari mata Alex sehingga pria arogan itu menghina istrinya sendiri.
*
“Mas, aku mau nanya!” tanya Aleana, yang tengah berbaring di ranjang memerhatikan suaminya yang asyik memainkan gawainya.
Alex tetap abai dan tak memerhatikan Aleana sedikit pun, wanita itu mulai meradang. Tangan kanannya secepat kilat meraih gawai yang dipegang suaminya.
“SIALAN KAMU! Apaan sih, bisa nggak jangan ganggu aku sehari aja!” pekiknya, dengan napas yang menggebu.
“Aku lagi mau bicara Mas! Kamu bukannya perhatiin aku malah sibuk sendiri!” protesnya.
“Kembaliin nggak HP aku!” pintanya, sembari mencekal tangan Aleana yang masih memegang erat gawai Alex.
“Nggak! Emang ada hal penting apa sih selain dari aku di HP kamu?” tanyanya penasaran, pasalnya Alex akhir-akhir ini selalu terlihat asyik dengan gawainya hingga tidur pun sampai larut malam hampir setiap hari.
“Pakek nanya lagi, aku kan banyak kerjaan di kantor. Cepet balikin!” kilahnya.
“Jawab dulu pertanyaan aku!” Aleana tetap kekeh memaksa.
“Apa sih?”
“Kenapa kamu berubah, Mas? Dulu kamu selalu muji aku cantik, selalu belain aku di depan keluarga kamu, ke mana semua perhatian kamu Mas?” Aleana menatap suaminya dalam.
“Astaga Lea! Aku pikir penting! Oke, biar sekalian kamu tau. Pertama, sebelum kamu nanya harusnya kamu ngaca dulu, kamu lihat deh penampilan kamu udah ketinggalan zaman tau nggak! Coba aja kamu pandai-pandai rawat diri, terus yang kedua masalah keluarga aku, aku udah capek belain kamu. Lea, kamu itu kebanyakan ngeluh dan emang nggak pernah ikhlas bantu-bantu Mama dan saudara aku di rumah!” tuturnya, Alex merasa hal yang telah terjadi semuanya murni karena kesalahan Aleana.
Aleana terkejut dengan pernyataan Alex yang di luar dugaan, “Aku nggak salah denger Mas? Kamu bilang aku harus pandai-pandai ngerawat diri? Aku bisa Mas, Aku bisa jadi istri idaman seperti yang ada dipikiran kamu kalau aku nggak dijadiin babu di rumah ini!” Aleana mengeluarkan unek-uneknya. “Aku bukannya nggak ikhlas Mas, tapi aku juga manusia bisa ngerasain capek ngurus rumah 24 jam nonstop, belum lagi Bila dan Mama atau nggak kak Zaskia yang suka nuduh-nuduh aku yang enggak-enggak, aku manusia Mas! Kamu lupa ya nikahin manusia, kamu pikir aku robot?”
“Hei, aku ini suami kamu ya! Seenak jidatnya mau ngasi tau aku yang bener dan yang salah, kamu sebagai istri tu tugasnya harus nurut! Ya emang kalau kamu nggak ngerjain semua pekerjaan rumah terus kamu mau ngapain di rumah? Kerja? Heh, aku yang nyari uang bukan kamu. Kamu pikir hidup di dunia ini gratis, enggak lah! Jadi tugas seorang istri memang sudah seharusnya ngurus perdapuran, pekerjaan rumah tangga lainnya termasuk ngelayanin siapa aja yang ada di rumah ini,” tegasnya penuh dengan kesombongan.
“Mas! Kok jadi kamu yang kesel sih? Harusnya aku yang kesel sama kamu, orang kerja aja ada jam istirahatnya! Apa lagi aku yang harus ngurusin semua orang di rumah ini.”
“Ini nih! Ini! Yang paling aku nggak suka dari sifat kamu, udah cerewet nggak mau nurut, suka ngeluh dan nggak pernah ikhlas bantuin Mama dan saudara aku!” Mulut Alex dengan ringannya mengeluarkan kata-kata itu tanpa berpikir terlebih dahulu.
“Segitu jeleknya ya aku di mata kamu Mas?”
“Ya udah sih terima aja! Kan emang gitu kenyataan yang ada, masih mending cantik ini udah butek suka ngelawan lagi!” cacinya tanpa rasa bersalah.
Aleana terisak tak sanggup menahan air matanya lagi, kedua tangannya yang masih penuh luka itu ditempelkannya di mulut agar suara tangisnya tak terdengar hingga ke luar, wanita itu takut anaknya akan mendengarkan dan menambah suasana semakin memanas.
“Balikin HP aku!” Merampas gawainya dari Aleana.
“Kamu masih mentingin ini dari pada perasaan aku, Mas!” Pipinya basah karena telah dibasuh oleh air matanya dan refleks tangannya begitu cepat segera mengambil gawai Alex yang sempat digeletakkannya di atas ranjang.
“Balikin nggak!” Saling tarik menarik pun terjadi, hingga tak sengaja gawai pria arogan itu terlempar ke lantai.
TAK!
Gawai Alex terpanting ke lantai, posisi jatuhnya pas menghadap layar berada di atas, ada yang menarik perhatian wanita yang matanya tengah sebam itu ketika gawai terjatuh layarnya berubah terang dan terlihat sesosok wanita yang wajahnya tampak asing di mata Aleana.
“Itu siapa?” gumamnya dalam hati, kakinya yang putih mulus itu segera turun dari ranjang menginjak lantai untuk segera meraih gawai suaminya. Rahangnya mengerat dan matanya mulai berair kembali, “Wanita ini siapa Mas?”
Alex yang tengah berdiri dengan piyama tidurnya itu sontak diam sejenak.
“JAWAB AKU MAS, JAWAB!” Emosi Aleana tak terbendung, hatinya terasa hancur berkeping-keping melihat potret wanita lain ada di gawai suaminya.
“I-itu, aku juga nggak tau!” kilahnya.
“Bisa-bisanya kamu bilang nggak tau Mas! Ini udah jelas-jelas ada di HP kamu!” Kakinya melangkah menyusuri lantai mendekati Alex dan menyodorkan gawai dengan foto wanita lain tepat di depan muka Alex, “LIHAT INI! Buka mata kamu lebar-lebar, siapa dia!” Aleana mencoba memaksa Alex mengakuinya.
Kesempatan Alex untuk merebut gawai dari tangan istrinya tak ia sia-siakan, tangannya langsung melesat merebutnya.
“Ini bukan urusanmu!”
“Kamu selingkuhin aku ya, Mas?”
“Gila ya kamu! Mana mungkin aku melakukan perbuatan serendah itu!” Alex berusaha membela dirinya.
Perdebatan di antara keduanya semakin menjadi, Aleana yang sudah penuh dengan rasa emosi tak bisa mengontrolnya lagi begitu pun dengan Alex yang egois tak mau dirinya begitu saja disalahkan.
“Terus wanita di HP mu itu siapa? Pantas aja kamu udah banyak berubah ternyata ada wanita lain selama ini! Udah ngapain aja kamu sama wanita itu, hah!”
“KURANG AJAR! LANCANG KAMU YA!” Alex mengangkat tangan kanannya ke udara.
PLAK!
Satu tamparan telak mendarat di pipi sebelah kiri Aleana, kini selain matanya membengkak karena menangis, wanita itu memiliki pipi yang memerah.
“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”
Bersambung …
“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”“Apa kamu bilang? Berani kamu ngancem aku? Heh, ingat ya kamu tanpa aku tidak ada apa-apanya! Emang kamu nggak inget dulu kamu itu cuma sebatang kara, kalau aku nggak nikahin kamu mungkin sekarang kamu jadi gelandangan nggak jelas.”“Jaga mulut kamu ya!”“Udahlah Lea! Bisa apa sih kamu? Nggak usah sok-sokan punya nyali besar gitu! Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan aku,” cecarnya. Dengan tatapan sombongnya Alex terus saja merendahkan Aleana, seakan-akan dirinya punya kuasa penuh terhadap diri istrinya.“Dan ingat satu lagi, kamu nggak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau berhubungan sama siapa aja itu terserah aku!” tegasnya. Alex kembali ke ranjang hendak ingin melanjutkan tidurnya, namun Aleana memegang lengan Alex, menariknya dari ranjang hingga pria itu terbangun.“Malam ini aku nggak mau tidur sama kamu! Ke luar!” Aleana sangat marah.Alex yang juga tengah emosi dan tampak muak, tanpa
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngerusak kebahagiaan anak kesayangan kamu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?” Rahang Aleana mengerat dan matanya memerah, ia membalikkan badan lantas pergi begitu saja dari kamar itu. “Mama, kok Mama lama sih? Habis dari mana?” “Kan Mama udah bilang Mama tadi belanja sayang,” sahutnya datar. “Mama baik-baik aja kan?” Putri merasakan ada hal yang janggal. “Ya, Mama baik-baik aja.” Sepanjang perjalanan Aleana terdiam dan tidak memulai percakapan dengan Putri seperti biasanya. Dada wanita itu masih sesak setelah kejadian tadi, betapa hancurnya hati seorang istri harus menyaksikan suaminya tidur dengan wanita lain dan ia tidak bisa berbuat apa-apa setelahnya. “Oma, Putri pulang.” “Eh, sayangnya Oma sudah pulang. Habis ini langsung makan ya!” “Iya, Oma.” “Alex, tumben pulangnya bareng
“Jadi itu artinya proposal aku untuk bersenang-senang dengan wanita lain kamu acc, iya kan sayang?” “Sebenarnya tujuan kamu nikahin aku apa si Mas? Apa sih yang salah dengan otak kamu itu?” “Kamu masih aja nanya, Lea sayaaang. Alasan aku nikahin kamu itu karena belas kasihan! Ya siapa coba yang nggak iba ngelihat anak yatim piatu, sebatang kara aku kasihan lihat hidupmu yang menyedihkan jadi dari pada membiarkan kamu hidup luntang-lantung di jalan kan enaknya aku nikahin aja dapat pahala karena menyelamatkan anak yatim piatu, ya kan?” jelasnya, dengan penuh kesombongan. “Cu-man karena kasihan Mas?” tanyanya gemetar. “Ya terus apa lagi? Oh, aku tau kamu pasti pengen aku jawab karena aku cinta sama kamu kan? Maaf ya, aku orangnya jujur jadi nggak bisa bohongin kamu dengan kata-kata itu.” Ia tersenyum lebar penuh dengan rasa percaya diri. “Makasi Mas, setidaknya sekarang aku tau alasan kenapa kamu kayak gini ke aku. Bahkan semua yang telah aku lakuin ke kamu udah nggak ada artinya di
“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?” Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex. “Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri. “Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram. “Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?” “Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!” “Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pa
“Ma, Mbak Lea Ma! Dia bentak aku.” Kanjeng yang mendengar teriakan Salsabila bergegas menghampirinya. “Ada apa sih ribut-ribut?” “Ini Ma, Mbak Lea marahin aku cuma gara-gara pakaian doang!” “Nggak gitu maksud Lea Ma, Bila kan udah gede masa baju aja harus banget aku yang ngangkatin, kan Mama sendiri tadi yang nyuruh aku ke luar buat beli obat. Lagian Bila di rumah kan!” “Ya tapi kamu nggak punya hak untuk bentak-bentak anak saya! Ingat ya Lea, kamu harus tau diri kalau bukan karena anak saya kamu udah jadi gelandangan!” “Mau sampai kapan Mama hina aku terus? Aku di sini jadi menantu Ma bukan pembantu!” “Oh belum puas kamu bentak anak saya dan sekarang kamu mau ngelawan saya juga!” “Aku heran sama kalian, hati kalian di mana sih? Sampai tega memperlakukan manusia seperti ini.” “Banyak omong kamu ya!” Kanjeng mengambil pakaian yang basah tadi dan menyerahkannya kembali pada Aleana. “Kamu ambil ini dan keringkan sekarang!” Rahang Aleana mengeras dan na
“GILA KAMU YA!” “Tutup mulut kamu! Ingat ya Lea, kamu itu nggak punya hak untuk mengeluarkan makianmu itu di rumah ini,” tegasnya. “Kenapa Mas? Aku masih istri sah kamu! Wajar kalau aku marah karena kamu lebih memilih membiayai wanita lain ketimbang istri kamu sendiri,” protesnya. “Wajar kamu bilang? Ngaca kamu woi ngaca! Apa yang perlu aku biayai dari wanita seperti kamu? Kamu nggak pernah pintar ngerawat diri, kulit kusam, penampilan acak-acakan. Gimana suaminya mau betah kalau kayak gini!” hinanya pada Aleana. “Terus menurut kamu selingkuh itu adalah pilihan yang tepat?” tanyanya kesal. Napasnya menggebu, bola matanya memerah. “Oh jelas, wanita di luar sana masih banyak yang lebih cantik, fresh! Jadi mata aku nggak suntuk kalau lihat wajahnya, nggak seperti kamu mata aku yang tadinya capek habis kerja malah tambah capek lihat muka kucelmu ini!” “Ingat umur Mas! Kamu itu udah punya anak perempuan, kamu emang nggak mikir bagaimana perasaannya anak perempuan kamu, kalau sampai
“Putri benci sama Papa, aku bakalan aduin semuanya ke Mama!”“Dasar anak nggak tau di didik! Kamu anak kecil nggak usah ikutan ngatur masalah orang tua!” Alex masih tetap saja kekeh dengan pendiriannya meskipun anak yang ada di hadapannya itu sudah berlinang air mata.Mata gadis itu melirik tajam ke arah Zahra si perempuan penggoda yang merebut ayahnya, “Kamu! Kamu buta ya nggak bisa lihat Papa aku udah punya istri?”Zahra memandang Putri sinis dengan tangan yang masih mengelus-elus pipi, sekejap pandangannya beralih menatap Alex dengan tatapan sedih.“Putri cukup! Kamu nggak pantes ngomong seperti itu!” Alex meradang.“Emang kenapa Pa, kalau Putri nggak pantes ngomong kayak gini? Terus menurut Papa apa yang Papa lakuin ini udah bener?” tanyanya dengan mata yang sudah berair.“Kamu anak kecil tau apa? Nggak usah kamu sok-sokan mau ngurusin hidup Papa!”Putri menatap Alex dalam, “Pantesan Papa ngelakuin ini, karena emang dasarnya Papa nggak pernah peduli dengan keluarga kita kan? Terle
“Mama jujur ke Putri sekarang! Jangan bilang kalau Mama udah tau semuanya?” Aleana terdiam, tubuhnya kembali mematung dengan tatapan kosong. “Ma, jawab Ma! Mama selama ini bohongin Putri kan?” Tangan Putri mengguncang tubuh Aleana. “Maafin Mama Nak, maafin Mama.” Akhirnya ia mengeluarkan sepatah kata. Putri sontak langsung memeluk erat tubuh Aleana yang sudah tak berdaya itu. Tangis mereka pun pecah. “Mama kenapa nggak pernah cerita ke Putri? Mama kenapa harus bohongin aku?” “Mama sayang sama kamu Nak, Mama takut kamu sedih.” “Tapi Ma, kalau hanya Mama yang ngerasain sedih itu nggak adil buat Putri. Sekarang Putri paham, kenapa Mama selama ini sering nangis pasti karena Papa kan?” Aleana balik mendekap tubuh Putri dengan erat, ia mencium kepala anaknya dengan berlinang air mata. “Mama nggak papa, asal Mama bisa lihat anak Mama bahagia itu sudah lebih dari cukup,” tegasnya. “Nggak! Ini nggak adil untuk Mama, bukan hanya aku yang pantas bahagia Ma tapi Mama juga!” b