“Udah ngebentak anak aku! Malah doain anak aku ke pleset lagi! DENDAM KAMU SAMA AKU?”
“Astaga Mbak, mana ada aku doain anak-anak yang jelek-jelek.”
“Hah, udah-udah sana! Ganggu banget.”
Sikap Zaskia tentu saja tidak akan jauh-jauh dari perilaku Alex-kakaknya dan Salsabila-adiknya, wanita 36 tahun yang khas dengan rambut ikal hitamnya itu tidak pernah bersikap baik sedikit pun pada Aleana. Sifat Zaskia yang pemalas terkadang membuat Aleana sering mendapatkan pekerjaan tambahan, pasalnya wanita yang sudah berumah tangga itu sering kali membawa pakaian kotor ke rumah Alex hanya untuk menyuruh Aleana membersihkan pakaiannya. Pemandangan seperti ini sudah sering terjadi dan keluarga Alex sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah terjadi.
“Azka, ayo udah mainnya!” Zaskia asyik berlenggak-lenggok, kakinya yang jenjang itu tak sadar sedang menyusuri lantai yang baru saja dipel oleh Aleana.
GUBRAK!
Zaskia terpeleset, kakinya yang putih mendapat memar memerah karena terbentur dengan lantai cukup keras.
“Aaaaaa, aduh.” Zaskia mengerang kesakitan.
Semua orang terkejut dibuatnya, Alex yang baru saja turun dari tangga langsung berlari menghampiri kakaknya-Zaskia.
“Mbak gimana sih jalannya sampai jatuh gini?” Mengulurkan tangannya.
“Nanya lagi kamu! Istri kamu tu, nggak becus banget ngepel lantai!” protesnya kesal.
“Leaaa!” Alex berteriak.
“I-iya, Mas.” Aleana tidak tahu-menahu apa yang terjadi.
“Kamu ini gimana sih! Ngepel lantai masih dibiarin basah gini, harusnya kamu lap langsung dong! Udah tau di sini tempat lalu lalang.”
“Ma-maaf Mas, aku ngambil lap dulu.” Beranjak pergi ke dapur.
Alex mencekal tangan Aleana, “Alah! Lama kamu.”
“Mas, lepas Mas. Sakit! Aleana teriak kesakitan karena Alex memegang tangannya sangat kuat hingga memerah.
Alex menarik tangan istrinya hingga tubuh Aleana terjongkok, menempelkannya ke lantai dan menggosok-gosokkan tangan Aleana untuk mengeringkan lantai yang basah tadi.
“MAS! Keterlaluan kamu,” pekiknya, dengan napas yang tersengal.
Alex sangat kesal karena Aleana meninggikan nada bicara ketika mengumpat dirinya, tatapan tajam dengan rahang yang mengerat segera menghujam pandangan Aleana.
“Berani kamu bentak suami kamu?”
“Kamu yang semena-mena sama aku, Mas!”
Kaki kanan Alex mundur ke belakang dan mengayun ke depan ke arah lengan Aleana.
TAK!
Satu tendangan tajam mendarat di lengan sebelah kiri Aleana menyebabkan tubuhnya terjungkal hingga ke belakang. Butiran air mata mulai mengaliri pipi wanita malang itu yang sudah tak sanggup menahan sakit, telapak tangannya memerah karena terlalu keras menggosok lantai dan kini ia mendapatkan biru lebam di lengan kirinya.
Alex merendahkan tubuhnya mendekati Aleana ke sisi sebelah kiri, merapikan rambut Aleana dan perlahan mendekatkan mulutnya ke arah telinga wanita malang itu, “Kenapa? Sakit?” bisiknya. “Ini bayaran buat istri yang suka melawan suami!” Alex kemudian berdiri mengusap-usap kedua tangannya untuk membersihkannya dari debu yang menempel. Sementara itu, seperti biasa keluarga Alex melihat kejadian itu seperti halnya sebuah tontonan saja.
***
“Est, aduh huh-huh.” Aleana meniup telapak tangannya yang mulai terasa perih karena ternyata ada goresan-goresan luka kecil di tangan, sepertinya karena sisa-sisa pecahan gelas yang masih tertinggal.
Putri yang baru saja selesai dari hukuman langsung mencari-cari ibunya, “Ma, Mama. Di mana sih?” gumamnya.
“Mama di sini, Nak,” sahut Aleana dari teras belakang.
Gadis yang matanya masih lengket karena belum cuci muka itu segera menghampiri ibunya ke teras belakang, telapak tangannya terus saja menghampiri mulutnya untuk menutup mulut yang menganga karena menguap.
“Mama ngapain udah di sini pagi-pagi?” tanyanya masih setengah sadar. Ia tak memerhatikan dengan benar ibunya sedang membasuh luka.
“E-e, Mama lagi ngadem aja, sambil bersihin bekas luka kemarin.”
“Hah? Luka?” Putri baru tersadar, “Eh, telapak tangan Mama kenapa?”
“Ini, kemarin Azka nggak sengaja jatuhin gelas jadi Mama bersihin dan pecahan gelasnya nggak sengaja kena tangan.”
“Nggak sengaja? Tapi kalau diliat dari lukanya tergores banyak gitu masa iya nggak sengaja?”
“Iya, sayang,” jawabnya berkilah.
“Mama yakin nggak sengaja?” tanya Putri curiga.
“Iya, Mama aja yang kurang hati-hati.”
Mata Putri melirik lengan kiri Aleana, biru lebam di lengan kiri wanita itu menarik perhatian Putri.
“Terus ini biru gini kenapa, Ma?”
“Oh ini, Mama kebentur kemarin di meja makan, ujung meja kan agak runcing.”
“Hmm, kayaknya kemarin banyak banget kejadian, ya. Mama nggak papa kan?” Putri khawatir ibunya sedang membohonginya.
“Iya, nggak papa. Mama baik-baik aja, kok.”
“Ya udah deh, sini Putri bantu bersihin.”
“Semuanya hari ini kita mau makan di luar, siap-siap ya 2 jam lagi kita berangkat!” teriak Alex memberi pengumuman penghuni rumah.
Putri yang mendengarnya sontak sumringah, “Hah, akhirnya setelah sekian lama Papa sibuk kerja kita diajak ke luar. Yuk Ma kita siap-siap.”
Semuanya telah bersiap untuk berangkat termasuk Aleana pun sudah tampak kemas dengan dress bermotif bunga.
“Ayo Mas.” Aleana menggandeng tangan Alex.
Alex segera menghempaskan tangan Aleana yang membuat Aleana terkejut, “Apa-apaan sih kamu! Emang yang mau ngajak kamu siapa?”
DEG!
Perasaan Aleana seketika hancur, dadanya terasa sesak karena menahan tangis.
“A-aku nggak i-ikut ya Mas?” tanyanya terbata.
“Ya nggak lah! Kamu nggak bisa lihat dandanan kamu tu norak banget tau nggak! Udah kucel, bentukannya nggak fresh gini!”
Aleana menelan udara kosong, ia tertunduk lesu karena merasa malu Alex mengomentari penampilannya di hadapan keluarganya.
“Nanti yang ada kalau aku ngajak kamu, entar aku dikira bawa pembantu! Malu lah aku, mending kamu diem di rumah aja ya, kalau kamu mau pesen makan apa bilang aja biar aku bawain pulang.” Alex terus saja mengucapkan kata-kata hinaan pada Aleana.
“Pa! Papa kok gitu sih sama istri sendiri! Kasian kan Mama, harusnya Papa nggak berhak hina-hina istri Papa sendiri kayak gitu!” Putri tersulut emosi.
Aleana menatap Putri dan memberikannya kode untuk tidak menentang ayahnya lagi, Putri yang tak bisa berbuat apa-apa karena perintah ibunya seketika diam.
“Kamu anak kecil tau apa!”
“Putri udah sayang, kamu harus nurut sama Papa kamu,” timpal Kanjeng.
“Tapi Oma, kan kasian Mama sendirian di rumah. Putri jadi nggak pengen ikut ke luar!” rengeknya.
“Kamu dengerin Oma, lihat Mama kamu yang nggak bisa jaga penampilan, wajarlah kalau Papa kamu nggak mau ngajak dia ke luar.”
“Oma kok gitu sih!”
“Udah sayangnya Oma, nanti kalau kamu udah dewasa pasti bakalan ngerti.”
“Kita udah mau telat ini, biar nggak kesiangan di jalan! Nggak usah drama-drama lagi!” ucapnya, sembari melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. “Putri mau ikut atau tinggal di rumah sama Mama kamu?”
Putri melirik Aleana, keduanya saling beradu pandang, “Hah, iya Pa Putri ikut,” jawabnya lesu.
“Oke, kita langsung berangkat.” Semuanya bergegas masuk ke mobil, Alex yang sudah mengambil langkah seketika membalikkan badan dan menghampiri Aleana kembali. Wanita malang itu terlihat senang karena mengira Alex berubah pikiran.
Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”
Bersambung …
Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”“Dih! Kepedean banget kamu, siapa juga yang mau ngajak kamu dekil kek gini. Aku cuma mau ngasi kunci rumah, nih.” Menyodorkan kunci rumah.“Kenapa sekarang Mas berubah sih? Karena aku udah nggak cantik kayak dulu lagi ya, Mas?” tanyanya penuh kesesakan.“Anak-anak sama yang lain udah pada nungguin, aku males drama-drama lagi! Jaga rumah ya!” sahutnya, mengabaikan pertanyaan Aleana. Dalam sekejap mobil Alex hilang dari pandangan. Sementara itu, dada Aleana masih terasa sesak karena komentar pedas Alex terhadap penampilannya. Wanita itu tampak cantik dengan dress bermotif bunga dan rambut hitam panjang yang digerai, entah apa yang salah dari mata Alex sehingga pria arogan itu menghina istrinya sendiri.*“Mas, aku mau nanya!” tanya Aleana, yang tengah berbaring di ranjang memerhatikan suaminya yang asyik memainkan gawainya.Alex tetap abai dan tak memerhatikan Aleana sedikit pun, wanita itu mulai meradan
“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”“Apa kamu bilang? Berani kamu ngancem aku? Heh, ingat ya kamu tanpa aku tidak ada apa-apanya! Emang kamu nggak inget dulu kamu itu cuma sebatang kara, kalau aku nggak nikahin kamu mungkin sekarang kamu jadi gelandangan nggak jelas.”“Jaga mulut kamu ya!”“Udahlah Lea! Bisa apa sih kamu? Nggak usah sok-sokan punya nyali besar gitu! Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan aku,” cecarnya. Dengan tatapan sombongnya Alex terus saja merendahkan Aleana, seakan-akan dirinya punya kuasa penuh terhadap diri istrinya.“Dan ingat satu lagi, kamu nggak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau berhubungan sama siapa aja itu terserah aku!” tegasnya. Alex kembali ke ranjang hendak ingin melanjutkan tidurnya, namun Aleana memegang lengan Alex, menariknya dari ranjang hingga pria itu terbangun.“Malam ini aku nggak mau tidur sama kamu! Ke luar!” Aleana sangat marah.Alex yang juga tengah emosi dan tampak muak, tanpa
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngerusak kebahagiaan anak kesayangan kamu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?” Rahang Aleana mengerat dan matanya memerah, ia membalikkan badan lantas pergi begitu saja dari kamar itu. “Mama, kok Mama lama sih? Habis dari mana?” “Kan Mama udah bilang Mama tadi belanja sayang,” sahutnya datar. “Mama baik-baik aja kan?” Putri merasakan ada hal yang janggal. “Ya, Mama baik-baik aja.” Sepanjang perjalanan Aleana terdiam dan tidak memulai percakapan dengan Putri seperti biasanya. Dada wanita itu masih sesak setelah kejadian tadi, betapa hancurnya hati seorang istri harus menyaksikan suaminya tidur dengan wanita lain dan ia tidak bisa berbuat apa-apa setelahnya. “Oma, Putri pulang.” “Eh, sayangnya Oma sudah pulang. Habis ini langsung makan ya!” “Iya, Oma.” “Alex, tumben pulangnya bareng
“Jadi itu artinya proposal aku untuk bersenang-senang dengan wanita lain kamu acc, iya kan sayang?” “Sebenarnya tujuan kamu nikahin aku apa si Mas? Apa sih yang salah dengan otak kamu itu?” “Kamu masih aja nanya, Lea sayaaang. Alasan aku nikahin kamu itu karena belas kasihan! Ya siapa coba yang nggak iba ngelihat anak yatim piatu, sebatang kara aku kasihan lihat hidupmu yang menyedihkan jadi dari pada membiarkan kamu hidup luntang-lantung di jalan kan enaknya aku nikahin aja dapat pahala karena menyelamatkan anak yatim piatu, ya kan?” jelasnya, dengan penuh kesombongan. “Cu-man karena kasihan Mas?” tanyanya gemetar. “Ya terus apa lagi? Oh, aku tau kamu pasti pengen aku jawab karena aku cinta sama kamu kan? Maaf ya, aku orangnya jujur jadi nggak bisa bohongin kamu dengan kata-kata itu.” Ia tersenyum lebar penuh dengan rasa percaya diri. “Makasi Mas, setidaknya sekarang aku tau alasan kenapa kamu kayak gini ke aku. Bahkan semua yang telah aku lakuin ke kamu udah nggak ada artinya di
“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?” Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex. “Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri. “Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram. “Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?” “Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!” “Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pa
“Ma, Mbak Lea Ma! Dia bentak aku.” Kanjeng yang mendengar teriakan Salsabila bergegas menghampirinya. “Ada apa sih ribut-ribut?” “Ini Ma, Mbak Lea marahin aku cuma gara-gara pakaian doang!” “Nggak gitu maksud Lea Ma, Bila kan udah gede masa baju aja harus banget aku yang ngangkatin, kan Mama sendiri tadi yang nyuruh aku ke luar buat beli obat. Lagian Bila di rumah kan!” “Ya tapi kamu nggak punya hak untuk bentak-bentak anak saya! Ingat ya Lea, kamu harus tau diri kalau bukan karena anak saya kamu udah jadi gelandangan!” “Mau sampai kapan Mama hina aku terus? Aku di sini jadi menantu Ma bukan pembantu!” “Oh belum puas kamu bentak anak saya dan sekarang kamu mau ngelawan saya juga!” “Aku heran sama kalian, hati kalian di mana sih? Sampai tega memperlakukan manusia seperti ini.” “Banyak omong kamu ya!” Kanjeng mengambil pakaian yang basah tadi dan menyerahkannya kembali pada Aleana. “Kamu ambil ini dan keringkan sekarang!” Rahang Aleana mengeras dan na
“GILA KAMU YA!” “Tutup mulut kamu! Ingat ya Lea, kamu itu nggak punya hak untuk mengeluarkan makianmu itu di rumah ini,” tegasnya. “Kenapa Mas? Aku masih istri sah kamu! Wajar kalau aku marah karena kamu lebih memilih membiayai wanita lain ketimbang istri kamu sendiri,” protesnya. “Wajar kamu bilang? Ngaca kamu woi ngaca! Apa yang perlu aku biayai dari wanita seperti kamu? Kamu nggak pernah pintar ngerawat diri, kulit kusam, penampilan acak-acakan. Gimana suaminya mau betah kalau kayak gini!” hinanya pada Aleana. “Terus menurut kamu selingkuh itu adalah pilihan yang tepat?” tanyanya kesal. Napasnya menggebu, bola matanya memerah. “Oh jelas, wanita di luar sana masih banyak yang lebih cantik, fresh! Jadi mata aku nggak suntuk kalau lihat wajahnya, nggak seperti kamu mata aku yang tadinya capek habis kerja malah tambah capek lihat muka kucelmu ini!” “Ingat umur Mas! Kamu itu udah punya anak perempuan, kamu emang nggak mikir bagaimana perasaannya anak perempuan kamu, kalau sampai
“Putri benci sama Papa, aku bakalan aduin semuanya ke Mama!”“Dasar anak nggak tau di didik! Kamu anak kecil nggak usah ikutan ngatur masalah orang tua!” Alex masih tetap saja kekeh dengan pendiriannya meskipun anak yang ada di hadapannya itu sudah berlinang air mata.Mata gadis itu melirik tajam ke arah Zahra si perempuan penggoda yang merebut ayahnya, “Kamu! Kamu buta ya nggak bisa lihat Papa aku udah punya istri?”Zahra memandang Putri sinis dengan tangan yang masih mengelus-elus pipi, sekejap pandangannya beralih menatap Alex dengan tatapan sedih.“Putri cukup! Kamu nggak pantes ngomong seperti itu!” Alex meradang.“Emang kenapa Pa, kalau Putri nggak pantes ngomong kayak gini? Terus menurut Papa apa yang Papa lakuin ini udah bener?” tanyanya dengan mata yang sudah berair.“Kamu anak kecil tau apa? Nggak usah kamu sok-sokan mau ngurusin hidup Papa!”Putri menatap Alex dalam, “Pantesan Papa ngelakuin ini, karena emang dasarnya Papa nggak pernah peduli dengan keluarga kita kan? Terle