Belum pernah dalam hidup Edgar menjadi semenyebalkan ini.
Segalanya menjadi kacau. Bahkan, Jeanne yang mulai mendapatkan tiik terang, kembali menghilang.Dia mengkhawatirkan nasib sang buah hati, yang tidak diketahui rimbanya, dan berada di tangan mereka semua.Apakah masih hidup atau sudah tinggal nama, Edgar tak tahu. Dia hanya mencoba berpikir rasional dan menyelesaikan semua hal satu per satu.Bukannya tak menyayangi Henry, putra pertama yang kini berusia hampir empat bulan. Hanya saja, dia lebih memprioritaskan sang istri untuk kembali ke sisinya.Jika Henry sudah tiada, akan lebih baik untuk mereka mengirimkan jasat padanya. Karena dengan begitu, Edgar dan Navier bisa terpecah."Aku harap aku tidak salah langkah," monolog Edgar. Dia berusaha untuk menetralkan napasnya, setelah berlari dengan arak yang tak dekat.Hatinya membuncah saat Felix memberitahu jika Navier ada di apartemen mereka dulu.Tak"D-dad?" Edgar mencoba mengerjapkan matanya saat melihat pemandangan yang tak jauh darinya. Setelah dia sadar, dia menoleh ke arah sang istri yang duduk di sampingnya. Keadaan Navier lebih parah. Air matanya mengalir deras, dengan tubuh yang mematung menatap pemandangan di depannya. "Dia putra kita, kan?" lirih Navier. "Ya, dia putra kita," jawab Edgar. Meski terpisah beberapa bulan, dia tak akan pernah melupakan wajah itu. Wajah yang dia kagumi di setiap inchi-nya sebagai perwujudan kisah mereka. Wajah itu, Henry. Putra yang dia cari mati-matian sampai bertengkar dengan sang istri, kini tengah didekap kakeknya dan digoda sang nenek. "Apa selama ini Dad dan Mom yang mengasuhnya?" tanya Edgar. Raut wajahnya masih terasa syok dengan kenyataan yang dihadapinya. Jikka dipikir, Edgar tak akan berpikir untuk mencari keberadaan ayah dan ibunya yang telah bangkrut. Jadi, dia tak pernah menjan
"Jadi, bisa kalian jelaskan?" tukas Luois.Dia merasa jika dirinya tak tahu apa-apa tentang putranya.Sang putra yang menghilang selama satu tahun lebih, tanpa sedikitpun kabar.Tak hanya itu, pencariannya juga tak membuahkan hasil sama sekali.Sekalinya datang, Edgar membawa kejutan berupa cucu dan keadaan Navier yang membaik.Padahal, dia tahu dengan jelas jika berdasarkan hasil pemeriksaan, Navier dinyatakan mandul."Aku menutup diri dari semuanya. Termasuk Dad dan Mom," jawab Edgar singkat.Dia menatap wajah sang ayah lekat. "Aku ingin melindungi Navier dari kalian," lanjutnya.Luois mengepalkan tangannya, sedangkan Cassandra menunduk.Setelah dia mengetahui jika sang suami menutupi tingkah buruknya, Cassandra ingin berubah."Aku rasa, tak perlu kujelaskan pun, Dad tahu apa yang kumaksud."Luois dan Cassandra maaih terdiam.Mereka teramat tahu apa yang te
"Awalnya, kami kesulitan dalam segi ekonomi. Ibumu tidak terbiasa dengan keadaan yang kurang dan memilih untuk pergi ke rumah orang tuanya." Luois menjeda.Dia mengingat kembali awal mula mereka ada di kota kecil dan rumah sederhana yang kini mereka tempati."Tidak sepertimu yang beruntung memiliki istri yang bersedia mengikutimu ke mana saja, dan memberikan harta keluarganya yang tersisa untuk membantumu. Aku benar-benar memulai semuanya sendirian tanpa apa pun.""Aku bertengkar dengan Cassandra, dan tak kusangka dia kembali padaku setelah keluarganya menyuruhnya untuk kembali. Ternyata orang tua Cassandra juga tidak memiliki apa pun. Padahal, Cassandra telah banyak menyumbang harta untuk mereka," tutur Luois."Karena itu aku memilih untuk bekerja menjadi karyawan saja sambil mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, untuk nantinya kujaaadikan modal. Yah ... aku juga tak menlak saat tetangga kami menitipkan anak yang katanya, anak saudaranya di lur negeri
Karena ucapan Navier, Cassandra tidak bisa tenang. Di setiap malam dia tidak bisa tidur, dan hanya bisa tidur ketika benar-benar mengantuk. Selebihnya, dia masih mencari cara untuk menyingkirkan menantunya. Henry telah diambil paksa oleh Edgar, dan mereka meninggalkannya tanpa apa pun. Sejujurnya, Luois juga bingung menghadapi suasana yang begitu berubah. Bagaimana jika tetangganya kembali dan menanyakan keberadaan Henry? Tidak mungkin, kan, dia menjawab jika Henry teah diambil orang tuanya, yang adalah anak mereka sendiri. Bagaimana jika tetangganya itu melapor dan membawa masalah itu ke ranah hukum? Luois pasti tidak akan bisa mengelak dan lari dari tanggung jawab, karena semua telah memiliki kontrak yang jelas. "Kurasa akhir-akhir ini kau lebih banyak melamun," tegur Cassandra.Dia menghampiri suaminya yang termenung di teras rumah mereka."Aku memikirkan banyak hal," balas Luois.Wajah mereka
"Edd, kumohon! Tolong izinkan aku untuk belajar ilmu beladiri," pinta Navier. Kini, dia tengah menggendong sang putra dan terus merengek pada Edgar di kamarnya.Semenjak putra mereka ditemukan, Navier menjadi ebih banyak berkspresi, terutama selalu merengek pada Edgar.Pria itu hitung, permintaan ini adalah kali ke lima belas setelah dia selalu menolak lagi dan lagi."Apa aku tak cukup kuat untuk melindungi kalian?" tanya Edgar.Dengan permintaan Navie ryang seperti itu, Edgar merasa dia tidak berguna. Sebagai kepala keluarga dia merasa gagal sampai-sampai sang istri harus meminta untuk berlatih sendiri."Kau cukp kuat, hanya saja aku ingin berguna untukmu."Sejak perdebatannya dengan Cassandra, Navier mengerti satu hal, yakni bahwa dia sama sekali tidak memiliki kemampuan apa pun untuk bersanding dengan sang suami.Jadi, dia berniat untuk memantaskan dirinya dengan Edgar, melalui berbagai hal.Karena dari yang dia tahu, Edgar
Tujuh tahun kemudian.Henry sudah menginjak bangku sekolah dasar. Dia tumbuh dengan tampan seperti ayahnya. Tak hanya itu, dia juga mewarisi kecakapan kedua orang tuanya dalam memahami pelajaran.Sedangkan Navier, wanita itu memutuskan untuk mengejar semua ketertinggalannya. Dibantu Edgar, Navier berhasil mengembangkan ilmu bela diri dan menembak, yang dulu pernah dia latih. Selaiin itu, Navier juga menempuh sekolah kesetaraan hingga berhasil lulus dari sebuah unversitas ternama.Tempat tinggal mereka pun tidak lagi di kota kecil itu.Edgar memboyong mereka ke kota metropolitan agar bisa bergerak lebih bebas. Tentunya tanpa pengawasan dari orang tuanya. Juga, lebih dekat dengan perusahaan sang kakek.Baik Luois maupun Cassandra, tidak ada yang mengetahui jika Edgar telah mengambil kembali semua yang pernah menjadi miliknya."Kakek, kapan kau akan bangun?" tanya Navier.Tangannya menggenggam tangan keriput yang dulu pernah dia genggam.
Bruk!"Ayo! Siapa lagi yang ingin melawanku!" gertak Henry.Anak berusia tujuh tahun itu dengan mudah menumbangkan satu musuhnya dengan badan paling besar.Satu lawan enam. Henry sedang dikelilingi oleh kakak kelas yang badannya lebih besar dari mereka."Satu lawan satu terlalu beresiko. Kita harus melawannya bersama-sama!" seru salah satu dari mereka.Dilihat dari sudu mana pun, hal itu termasuk pembullian. Namun, tidak ada yang bisa menghentikan mereka karena situasi yang sepi.Anak-anak yang ingin memberi Henry pelajaran, sepertinya tahu tempat yang sesuai untuk mellancarkan aksi mereka.Begitu mendapat aba-aba, mereka menyerang secara bersama-sama. Henry mungkin saja terpojok dengan satu lawwan enam. Akan tetapi, dia tetap bisa memberi perlawanan karena sejak kecil, dia telah mendapat pelajaran beladiri."Majulah! Agar kalian tahu bagaimana rasanya jadi pecundang yang hanya bisa keroyokan!" gertak Henry.Awalnya merk
"Suka atau tidak, mau tidak mau, akan kulakukan sendiri!" tukas Navier.Telunjuknya sudah teracung ke wajah Edgar, dan wajahnya memerah."Kalau kau pergi sejauh itu, bagaimana denganku yang harus memyelesaikan banyak hal di sini?"Sebisa mungkin, Edgar berkata dengan nada lembut. Dia tidak ingin Navier semakin marah.Sebelumnya, mereka berdebat tentang apa yang terjadi pada Henry. Menurut Navier, Henry perlu mendapatkan pelajaran yang nyata.Maka dari itu, dia mengusulkan agar mereka menjalani kehidupan yang biasa.Akan tetapi, Edgar tidak mau. Dia berdalih bahwa banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.Akhirnya, Navier memutuskan secara sepihak jika hanya dia dan Henry yang pergi."Na, kita bisa bicarakan hal ini pelan-pelan, ok? Kau tidak harus terburu-buru untuk berkemas. Lagi pula, kita belum mengurus kepindahan sama sekali," bujuk Edgar."Ada kau, kan? Kenapa aku harus repot-repot menunggu jika semuanya bisa kuserahkan padamu!""Tapi bukan begini caranya. Kita l