Daniel mengajak Miko dan Frisca makan siang bersama Dante dan juga seorang kliennya. Mereka kini tengah berada di sebuah rumah makan mewah. Di sana, Daniel begitu perhatian pada putra kecilnya, anak itu sangat baik dan juga ia sangat patuh pada apapun yang Daniel katakan. "Lohh Pak Daniel kok sudah punya anak besar, bukannya kalian menikah baru beberapa tahun saja kan? Kok punya anak segini?" tanya salah satu rekan Daniel. Daniel pun menggelengkan kepalanya saja. "Dia tetap anakku, meskipun tidak terlahir dari rahim istriku," jawab Daniel dengan nada tidak mengenakkan. Cukup tahu saja kalau ada yang menyangkut-pautkan soalan anak, ia paling sensitif dan tidak suka. "Oh maaf Pak, saya hanya ingin tahu saja." Laki-laki itu cukup peka kalau ternyata Daniel tidak semudah itu untuk mengerti perasaan orang lain. "Tidak papa, memang Miko bukan anak kandung kami. Tapi-""Oh anak angkat ya? Atau adopsi?" tanya rekan Daniel satu lagi. Miko terdiam memperhatikan dua orang yang tengah memb
"Kak, Frisca titip Miko ya, nanti Frisca sama Daniel mau antri untuk mengecekkan kandunganku, aku titip anakku ya..." Frisca mengusap pucuk kepala Miko, ia kini berada di rumah orang tuanya. Mama dan Papanya tidak ada, dan hanya ada Dante yang sedang di rumah. Laki-laki itu masih bergelung di bawah selimutnya, karena ini masih sangat pagi. Setelah berbisah dengan Camelia karena pernikahan mereka yang tidak berjalan mulus, Dante menjadi sosok yang sam seperti dulu lagi. "Kak Dante!" sentak Frisca dengan nada kesal. Miko terkikik melihat Mamanya memarahi Dante yang benar-benar membuat siapa saja kesal saat berada di sampingnya. "Om! Om Dante..." Miko pun langsung beranjak naik ke atas ranjang kamar Dante. Di sana, Miko langsung memeluk Dante dan menggelutnya. Dante memeluknya erat dan menggelitiki anak itu hingga mereka tertawa-tawa bersama. "Sudahlah Dek, tinggalkan saja ajak jelek ini di sini. Kau ke sini dengan siapa?" tanya Dante menatap sang adik. "Sama Daniel, dia sedang d
"Jalan-jalan bersama Miko rasanya seperti duda anak satu."Celetukan ringan itu keluar begitu saja dari bibir Dante. Laki-laki yang kini tengah duduk bersandar pada bangku kayu taman dan memperhatikan anak adiknya yang bermain bola bersama anak seusianya. Di sana, Dante memperhatikan anak itu yang begitu aktif. Pantas saja kalau Frisca sering mengeluh diam-diam, dia yang sedang hamil besar, dan anaknya lagi yang satu tengah aktif-aktifnya. "Om... mau itu! Mau beli itu!" pekik Miko mendekati Dante dan menunjuk ke arah sebuah pendagang es krim. "Halah... tidak usah aneh-aneh Cil, kau nanti flu aku yang akan kena bogem mentah Mamamu," seru Dante dengan santainya ia menolak. Miko mendengkus pelan. "Om Dante tidak asik! Pantas saja masih jomblo, orang pelit banget sama Miko!" seru bocah itu. Helaan napas panjang terdengar dari bibir Dante, ia tidak mau malu dengan keponakannya, hingga mau tidak mau kini Dante langsung beranjak dari duduknya. Di sana Miko langsung tersenyum lebar dan
"Miko kangen Mami, kenapa Om Dante sama Oma dan Opa tidak bolehin Miko pulang?" Anak itu menatap tiga orang dewasa yang menemaninya bermain. Tiada Frisca di antar mereka, tapi ada Miko yang berhasil membuat mereka semua tertawa senang dan gembira dengan tingkah konyol anak itu. "Mami sedang butuh banyak waktu untuk istirahat, Miko tidak boleh mengganggu Mami, nanti adiknya nangis. Katanya Miko mau ketemu sama adik," ujar Tarisa mengusap rambut hitam bocah itu. "Iya Oma, Miko nanti yang akan ngajak adik main, jalan-jalan, beli es krim, beli permen kapas dan-" "Dasar Bocil titisan Frisca, makan mulu otaknya!" sinis Daniel pada bocah itu.Johan tersenyum mendengar ejekan Dante. "Ya namanya juga bocah, saat kau seusia Miko, kau juga sering menguras dompet Papa, Niel," ujar laki-laki itu. Dante langsung menyipitkan matanya. "Hah? Masak?!" "Tanya saja sama Mamamu, sampai Mamamu tidak mau pergi ke mana-mana karena kau waktu kecil itu nakal!" Hal itu membuat Miko terkikik geli, bocah i
Saat Daniel dan Frisca akan pulang benar sekali dugaan mereka berdua kalau Miko langsung menangis dan ingin ikut serta pulang bersama mereka. Anak itu tidak mengerti, padahal Daniel dan Frisca yang pulang akan kembali lagi ke rumah Mama dan Papanya. "Mami sama papi pokoknya tidak boleh pulang!" pekik Miko menangis dalam gendongan Daniel. "Setelah ini Papi akan kembali lagi sayang, tapi hanya akan mengambil baju-baju milik Mami," ujar Daniel pada anaknya. "Papi bohong!" Anak itu berteriak dan ia menghentak-hentakkan kakinya seraya menggeleng-geleng kuat. Sedangkan Frisca, ia duduk di sofa bersama kakaknya dan memperhatikan suaminya yang tengah mati-matian membujuk putra kecilnya agar mau ditinggal pulang. "Papi pulang sendirian, Sayang. Mami tetap di sini sama Miko," ujar Frisca. Miko cemberut menatap Daniel. "Janji sama Miko kalau Papi harus kembali lagi ke sini. Semua orang pamit pergi dan mereka tidak kembali lagi, itulah yang Miko rasakan setelah ditinggal mama Silvia," ujar
Hari sudah malam, Daniel kini sudah berada di rumah kedua orang tua Frisca. Laki-laki itu baru saja menidurkan Miko, anaknya yang sudah mulai aktif-aktifnya dan suka sekali berlarian ke sana dan ke sini. Untunglah kedua orang tua Frisca yang mau diajak bekerja sama menjaga Miko. Bukan hanya itu saja, mereka juga sangat menyayangi Miko. "Aku perhatikan dari tadi kamu diam saja, apa ada masalah?" tanya Frisca berjalan mendekati suaminya yang duduk di sofa depan sendirian. "Tidak ada," jawab Daniel, kini laki-laki itu menyandarkan kepalanya di pundak Frisca dan mengecup pipi gembil istrinya. Namun setelah itu Frisca malah mendorongnya. Gadis itu menatapnya dengan tatapan sengit karena dia cukup peka kalau terjadi sesuatu yang disembunyikan dengan sengaja oleh Daniel. "Kau jangan sentuh-sentuh aku kalau aku menyembunyikan sesuatu dan tidak mau berbagi denganku!" seru Frisca mengancamnya. "Jauh-jauh sana!" "Sayang...." "Ah pokoknya tidak mau!" pekik Frisca kesal. Laki-laki itu baru
"Mami... mam, Miko mau ikut Om Dante ketemuan sama pacarnya ya, kepo banget cantik apa enggak pacarnya Om Dante!" Miko seraya tertawa dan lompat-lompat kecil di depan pintu kamar Mamanya. Di dalam Daniel hanya tersenyum kecil dan mengangguk, sementara Daniel sibuk mengusap-usap punggung istrinya. Frisca tertidur, karena ia tadi mengeluh kalau merasa lelah dan sakit bagian punggungnya. "Pii... boleh kan?" Miko menatap Daniel dengan sangat antusias. "Iya Sayang, jangan nakal ya, Miko!" pekik Daniel pada sang putra. "Siap, Papi!" teriak anak itu berlari langsung pergi ke kamar Dante. Sementara Dante kini bersiap-siap. Laki-laki itu tampak tengah bersiap di depan cermin kamarnya. Dengan balutan Hoodie putih, celana panjang hitam, parfume wangi dan tatanan rambut rapi, begitu tampan dan menawan. "Ommm... mau ikut," cicit Miko. Suara itu terdengar dari belakang pintu kamar Dante. Di mana Miko yang tengah menengok Dante yang mengintip Dante. "Di rumah saja Cil, sudah malam. Om mau
"Om ayo pulang! Sudah malam, nanti Mommyku nyari!" Miko baru saja terbangun dari tidurnya, anak itu tidur di sofa yang berada di ruang tamu rumah Evan, teman Dante. Sedangkan dua laki-laki itu sibuk bermain game setelah mereka sibuk dengan pekerjaannya. Di sana, Dante dan Evan juga membelikan camilan untuk Miko agar tidak rewel. "Om... kerjanya udah kan? Ayo pulang!" pekik Miko. "Iya bentar lagi Cil!" sini Dante pada bocah itu. Evan menoleh pada Miko yang langsung loyo. "Miko bobo di dalam saja sana, sama Tante Layli," ujar Evans mendekatinya dan membujuk bocah itu. Tetap saja Miko menggelengkan kepalanya dan menolak. Anak itu berdiri di hadapan Dante dengan kedua alis bertaut. Melihat ekspresi Miko sudah muram kesal, anak itu seperti tengah menyiapkan semua kekuatannya untuk menangis keras-keras setelah ini. "Ehh... i-iya, iya, ayo pulang! Gak usah pakek mewek!" seru Dante langsung meletakkan remote game di atas sofa. Evans terkikik melihat kekesalan Miko yang benar-benar m