"Om ayo pulang! Sudah malam, nanti Mommyku nyari!" Miko baru saja terbangun dari tidurnya, anak itu tidur di sofa yang berada di ruang tamu rumah Evan, teman Dante. Sedangkan dua laki-laki itu sibuk bermain game setelah mereka sibuk dengan pekerjaannya. Di sana, Dante dan Evan juga membelikan camilan untuk Miko agar tidak rewel. "Om... kerjanya udah kan? Ayo pulang!" pekik Miko. "Iya bentar lagi Cil!" sini Dante pada bocah itu. Evan menoleh pada Miko yang langsung loyo. "Miko bobo di dalam saja sana, sama Tante Layli," ujar Evans mendekatinya dan membujuk bocah itu. Tetap saja Miko menggelengkan kepalanya dan menolak. Anak itu berdiri di hadapan Dante dengan kedua alis bertaut. Melihat ekspresi Miko sudah muram kesal, anak itu seperti tengah menyiapkan semua kekuatannya untuk menangis keras-keras setelah ini. "Ehh... i-iya, iya, ayo pulang! Gak usah pakek mewek!" seru Dante langsung meletakkan remote game di atas sofa. Evans terkikik melihat kekesalan Miko yang benar-benar m
Hari ini adalah hari pertama Miko bersekolah, setelah ia membujuk Papinya, dan anak itu malah mendiami Daniel sampai akhirnya Dante pun turun tangan. Hanya Dante satu-satunya orang yang mengizinkan Miko untuk pergi sekolah dan juga mengantar jemput anak itu. "Jangan nakal ya kalau di sekolah!" seru Frisca melambaikan tangannya pada sang putra. Anak itu tersenyum manis dan menggerakkan kepalanya seraya menenteng tas berwarna kuning miliknya. "Tidak Mami, nanti kan Miko mau jadi Kakak yang baik buat adik!" serunya seraya memeluk perut Frisca dan mengusap-usapnya. Di sana, Daniel hanya diam dan sebal sekali dengan anak itu. Pasalnya usia Miko masih sangat kecil, dan usia itu bukan saatnya ia bersekolah. Daniel takut kalau Miko tidak bisa berinteraksi dengan teman-temannya dan dia malah membuat masalah di sekolah. "Daniel, tidak apa-apa kalau misalkan anakmu ingin bersekolah, itu semua karena dia mungkin sudah besar. Seusia dia memang harus memiliki banyak teman, agar dunianya tida
Daniel dan Frisca benar-benar pergi ke sekolah Miko, mereka tidak sabar melihat apa saja yang Miko lakukan di sekolahnya. Atau jangan-jangan anak itu memang berbuat jahil pada semua temannya. Mobil merah milik Daniel berhenti tepat di depan gerbang sekolah Miko. Di sana, Daniel dan Frisca yang masih di dalam mobil menatap ke arah luar dan putra mereka yang terlihat sedang bermain dengan teman-temannya. "Merek lucu sekali," ujar Frisca tersenyum. Daniel mengusap dadanya. "Syukurlah, aku pikir dia tidak akan punya teman dan akan nakal dengan teman-temannya," ujar Daniel terkikik geli. Frisca menggeleng pelan. "Tidak mungkin, anak kit itu anak yang pintar, tidak mungkin kalau dia nakal." Daniel langsung turun dari dalam mobilnya bersama Frisca, bagaimanapun juga mereka akan menitipkan Miko pada guru yang bersangkutan. Karen kondisi Frisca yang sedang hamil besar, tidak mungkin dia akan meninggalkan Miko begitu saja di sekolahnya. "Ayo Sayang," ajak Daniel pada Frisca. "Heem, sebe
"Tante siapanya Om Dante? Kok tipa hari Miko Tantenya ganti-ganti, sih!" Bocah itu terus mengoceh di hadapan Siera, sedangkan Dante hanya diam menundukkan kepalanya saja. Ia menjadi sangat kesal pada Miko karena berani-beraninya anak ini mengatakan kalau Dante gonta-ganti pasangan. "Masak iya? Yang lain mungkin temennya Om Dante, Sayang," ujar Siera tersenyum manis pada Miko yang tengah memakan hamburger. Miko pun mengangguk. "Heem! Temannya Om Dante, semuanya manggil Sayang!" seru anak itu terkikik geli. Dante pun mengusap wajahnya kasar, ingin sekali ia menjitak kepala Miko kuat-kuat rasanya. Sedangkan Siera kini langsung menatap Dante. "Emm... Dante, se-sebepara banyak wanita yang ada di sekitarmu, sampai Miko tahu semuanya?" tanya Siera seraya tersenyum kecil pada Dante. "Tidak ada. Semua rekan kerjaku selalu menggodanya untuk minta dipanggil Tante, jangan pikirkan hal itu, Ra," jawab Dante. Sedikit grogi ia mengatakannya, ingin rasanya Dante menelan bulat-bulat Miko saat
"Mami... kok pensil warnanya Miko nggak ada?! Mami... tolongin Miko!" Suara teriakan Miko membuat Frisca yang tengah menyiapkan sarapan untuk Daniel harus menatap sang anak yang berdiri di ujung bawah tangga. Di sana, Dante dan kedua orang tua Frisca memperhatikan bocah itu. Dia sudah bersiap untuk ke sekolah, Miko sangat bersemangat. "Tadi malam Miko taruh mana?" tanya Frisca menatap sang putra. "Ketinggalan nggak di teras depan?" Johan, sang Kakek menanggapi. "Iya Sayang, coba dicek dulu," sahut Tarisa. Miko pun berlari menuju teras samping, dan ia kembali lagi dengan bibir yang cemberut. "Nggak ada, Oma. Udah bilang," serunya kesal. "Masih umur berapa sih Cil, udah pikun aja!" sahut Dante. Kedua mata Miko menyipit. "Om Dante, awas ya nanti!" ancamnya. "Heem, siap! Ditunggu ancamannya, Cil!" Dante menaik turunkan kedua alisnya. Anak itu menatap sang Mami, Frisca tahu kalau Miko kadang suka lupa. Frisca hendak melangkah, namun Daniel lebih dulu menahan lengannya hingga me
"Dua minggu lagi Frisca mau operasi Caesar, Ma. Frisca sudah konsultasi dengan dokter."Tarisa terlihat sangat terkejut, namun wanita itu tersenyum manis menganggukkan kepalanya. "Iya sayang, Mama doakan semuanya akan berjalan dengan lancar." Daniel yang berada di samping mereka, dia sangat menghargai apa yang Mama mertuanya. "Iya Ma, tidak akan terjadi hal apapun," jawab Daniel menyahuti. "Miko pasti sangat senang dengan kabar ini," ujar Daniel tidak bisa membayangkan seheboh apa Miko. "Dia belum pulang sekolahnya, pasti masih menunggu Dante," ujar Tarisa membuka lebar pintu depan. Frisca mengangguk, ia mengusap perutnya dengan lembut. Gadis itu tidak lagi memikirkan hal aneh-aneh tentang Miko apa lagi saat di sekolahnya. Ternyata putra kecilnya menjadi anak yang baik dan juga aktif di sekolahnya. Benar kata Dante kalau Frisca tidak perlu khawatir dengan kondisi si kecil itu di sekolahnya. "Aaaa... Om Dante! Jangan bawa mainan Miko!" Suara teriakan keras di luar itu membuat
"Eumm... Mami, itu pacarnya Om Dante, namanya Tante Siera. Cantik kan, dia?!"Miko menunjuk ke arah Siera yang berada di lantai satu bersama dengan Dante, mereka nampak mengerjakan sesuatu di bawah sana. Begitu juga muncul Daniel yang kini berjalan naik ke lantai dua, laki-laki itu mengerutkan keningnya begitu tahu anak dan istrinya tengah mengintip Dante di bawah sana. "Ekhemm...." Deheman Daniel membuat Frisca dan Miko sontak menoleh ke arahnya dengan spontan. Begitu pula Miko yang langsung terkikik geli. "Papi..!" Anak itu langsung berlari mendekati Daniel dan memeluknya dengan erat. "Papi, coba lihat deh, di bawah sana ada Om Dante sama Tante Siera, cantik kan Pi, pacarnya Om Dante?!" Daniel mengerutkan keningnya dan terkekeh pelan. "Bukan pacarnya, Sayang. Tante Siera itu temannya Om Dante, mereka itu hanya rekan kerja saja," jawab Daniel mengusak gemas pucuk kepala Miko. Sedangkan Miko, bocah kecil itu mengerjapkan kedua matanya dengan mulut ternganga.Seketika wajah Miko
Pagi ini Miko sangat lesu, pasalnya Mamanya terus mengasuh perutnya sakit. Di sisi lain Daniel sibuk menyiapkan sarapan untuk Frisca sebelum ke rumah sakit.Dan Miko menemani Frisca di dalam kamar. "Mami... Sakit ya?" tanya Miko mengusap perut besar sang Mami. "Iya Sayang, tapi nggak papa kok, adiknya Miko pingin cepet ketemu sama Miko," jawab Frisca memeluk Miko yang kini berbaring di sampingnya meringkuk memeluk Frisca. Bocah itu mengubah posisinya menjadi duduk dan mengusap perut sang Mama, sesekali meletakkan kepalanya di atas perut Frisca. "Adik, nggak boleh nakal sama Mami. Kasihan Mami, tahu! Pukul ya, kalau nakal!" "Hehh... Jangan dong, Sayang..." Suara itu membuat Miko menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, di sana nampak Daniel yang masuk ke dalam kamar membawa satu piring sarapan untuk Frisca. Barulah Daniel membantu sang istri untuk duduk, Miko masih di sana dan menemani Mamanya. "Ayo sarapan dulu, setelah itu kita ke rumah sakit. Apa masih nyeri?" Daniel mengu