"Tante siapanya Om Dante? Kok tipa hari Miko Tantenya ganti-ganti, sih!" Bocah itu terus mengoceh di hadapan Siera, sedangkan Dante hanya diam menundukkan kepalanya saja. Ia menjadi sangat kesal pada Miko karena berani-beraninya anak ini mengatakan kalau Dante gonta-ganti pasangan. "Masak iya? Yang lain mungkin temennya Om Dante, Sayang," ujar Siera tersenyum manis pada Miko yang tengah memakan hamburger. Miko pun mengangguk. "Heem! Temannya Om Dante, semuanya manggil Sayang!" seru anak itu terkikik geli. Dante pun mengusap wajahnya kasar, ingin sekali ia menjitak kepala Miko kuat-kuat rasanya. Sedangkan Siera kini langsung menatap Dante. "Emm... Dante, se-sebepara banyak wanita yang ada di sekitarmu, sampai Miko tahu semuanya?" tanya Siera seraya tersenyum kecil pada Dante. "Tidak ada. Semua rekan kerjaku selalu menggodanya untuk minta dipanggil Tante, jangan pikirkan hal itu, Ra," jawab Dante. Sedikit grogi ia mengatakannya, ingin rasanya Dante menelan bulat-bulat Miko saat
"Mami... kok pensil warnanya Miko nggak ada?! Mami... tolongin Miko!" Suara teriakan Miko membuat Frisca yang tengah menyiapkan sarapan untuk Daniel harus menatap sang anak yang berdiri di ujung bawah tangga. Di sana, Dante dan kedua orang tua Frisca memperhatikan bocah itu. Dia sudah bersiap untuk ke sekolah, Miko sangat bersemangat. "Tadi malam Miko taruh mana?" tanya Frisca menatap sang putra. "Ketinggalan nggak di teras depan?" Johan, sang Kakek menanggapi. "Iya Sayang, coba dicek dulu," sahut Tarisa. Miko pun berlari menuju teras samping, dan ia kembali lagi dengan bibir yang cemberut. "Nggak ada, Oma. Udah bilang," serunya kesal. "Masih umur berapa sih Cil, udah pikun aja!" sahut Dante. Kedua mata Miko menyipit. "Om Dante, awas ya nanti!" ancamnya. "Heem, siap! Ditunggu ancamannya, Cil!" Dante menaik turunkan kedua alisnya. Anak itu menatap sang Mami, Frisca tahu kalau Miko kadang suka lupa. Frisca hendak melangkah, namun Daniel lebih dulu menahan lengannya hingga me
"Dua minggu lagi Frisca mau operasi Caesar, Ma. Frisca sudah konsultasi dengan dokter."Tarisa terlihat sangat terkejut, namun wanita itu tersenyum manis menganggukkan kepalanya. "Iya sayang, Mama doakan semuanya akan berjalan dengan lancar." Daniel yang berada di samping mereka, dia sangat menghargai apa yang Mama mertuanya. "Iya Ma, tidak akan terjadi hal apapun," jawab Daniel menyahuti. "Miko pasti sangat senang dengan kabar ini," ujar Daniel tidak bisa membayangkan seheboh apa Miko. "Dia belum pulang sekolahnya, pasti masih menunggu Dante," ujar Tarisa membuka lebar pintu depan. Frisca mengangguk, ia mengusap perutnya dengan lembut. Gadis itu tidak lagi memikirkan hal aneh-aneh tentang Miko apa lagi saat di sekolahnya. Ternyata putra kecilnya menjadi anak yang baik dan juga aktif di sekolahnya. Benar kata Dante kalau Frisca tidak perlu khawatir dengan kondisi si kecil itu di sekolahnya. "Aaaa... Om Dante! Jangan bawa mainan Miko!" Suara teriakan keras di luar itu membuat
"Eumm... Mami, itu pacarnya Om Dante, namanya Tante Siera. Cantik kan, dia?!"Miko menunjuk ke arah Siera yang berada di lantai satu bersama dengan Dante, mereka nampak mengerjakan sesuatu di bawah sana. Begitu juga muncul Daniel yang kini berjalan naik ke lantai dua, laki-laki itu mengerutkan keningnya begitu tahu anak dan istrinya tengah mengintip Dante di bawah sana. "Ekhemm...." Deheman Daniel membuat Frisca dan Miko sontak menoleh ke arahnya dengan spontan. Begitu pula Miko yang langsung terkikik geli. "Papi..!" Anak itu langsung berlari mendekati Daniel dan memeluknya dengan erat. "Papi, coba lihat deh, di bawah sana ada Om Dante sama Tante Siera, cantik kan Pi, pacarnya Om Dante?!" Daniel mengerutkan keningnya dan terkekeh pelan. "Bukan pacarnya, Sayang. Tante Siera itu temannya Om Dante, mereka itu hanya rekan kerja saja," jawab Daniel mengusak gemas pucuk kepala Miko. Sedangkan Miko, bocah kecil itu mengerjapkan kedua matanya dengan mulut ternganga.Seketika wajah Miko
Pagi ini Miko sangat lesu, pasalnya Mamanya terus mengasuh perutnya sakit. Di sisi lain Daniel sibuk menyiapkan sarapan untuk Frisca sebelum ke rumah sakit.Dan Miko menemani Frisca di dalam kamar. "Mami... Sakit ya?" tanya Miko mengusap perut besar sang Mami. "Iya Sayang, tapi nggak papa kok, adiknya Miko pingin cepet ketemu sama Miko," jawab Frisca memeluk Miko yang kini berbaring di sampingnya meringkuk memeluk Frisca. Bocah itu mengubah posisinya menjadi duduk dan mengusap perut sang Mama, sesekali meletakkan kepalanya di atas perut Frisca. "Adik, nggak boleh nakal sama Mami. Kasihan Mami, tahu! Pukul ya, kalau nakal!" "Hehh... Jangan dong, Sayang..." Suara itu membuat Miko menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, di sana nampak Daniel yang masuk ke dalam kamar membawa satu piring sarapan untuk Frisca. Barulah Daniel membantu sang istri untuk duduk, Miko masih di sana dan menemani Mamanya. "Ayo sarapan dulu, setelah itu kita ke rumah sakit. Apa masih nyeri?" Daniel mengu
Miko duduk cemberut, anak itu terus memikirkan Mamanya yang sedang sakit. Jujur saja kalau Miko anak yang sangat perhatian, bahkan bagaimana keadaan Mamanya saat ini, dia begitu kepikiran. Miko menatap ke arah pintu yang terbuka, di sana masuklah Dante ke dalam ruangannya bersama Siera, nampak dia menggenggam tangan Siera. "Hemm... Tante," cicit Miko mengulurkan tangannya pada Siera. "Kenapa Sayang? Kenapa manyun bengini, hem? Anak baik kenapa?" Siera begitu sabar dan bertutur sangat lembut pada Miko. Dan nyatanya, keponakan kesayangan Dante itu memeluk lehernya dengan ekspresi sedih. "Tante, pacaran ya, sama Om Dante?" tanya anak itu. Kekehan pelan terdengar dari bibir Siera, ia menganggukkan kepalanya. "Heem, Tante pacaran sama Om Dante, memangnya kenapa? Tidak boleh ya?" tanya Siera menarik wajahnya dan menatap Miko dalam-dalam. Anak itu langsung tersenyum. "Boleh! Boleh banget malahan. Miko mau punya Tante yang cantik seperti Tante Siera, Om Dante sudah saatnya pensiun dar
Rasa cemas mulai menggerayangi pikiran Daniel. Di dalam ruangan operasi saat ini istrinya sedang berjuang melahirkan buah hati mereka. Dan di luar Daniel menunggu bersama kedua orang tua Frisca dan juga Miko bersama Dante dan Siera. Di sana Miko nampak sangat tidak tenang, anak itu terus-terusan mencari-cari Mamanya dan duduk di pangkuan Papanya dengan dia yang merengek-rengek. "Papi, Mami ke mana? Mami di dalam masih lama ya?" tanya Miko, entah untuk kesekian kalinya ia bertanya kepada sang Papa. Daniel terkekeh dan menjalankan kepalanya pelan. "Tidak sayang, sebentar lagi pasti Mami akan keluar. Adik juga akan dibawa keluar dan ditunjukkan kepada Miko," ujar Daniel, meskipun dirinya kini juga sangat tidak tenang dan terus-menerus tidak putus berdoa. "Tapi tidak bohong kan pada Miko?" tanya anak itu, dia masih menunjukkan wajah polosnya yang penuh dengan harapan. "Tidak sayang, lebih baik sekarang Minggu diam dan berdoa saja, oke?!" Miko menatap ke arah Dante, Om-nya itu tidak
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Frisca sudah jauh lebih baik, dan ia juga sudah berjalan meskipun tidak keras dan cepat. Bersama dengan Daniel yang tidak sedetikpun meninggalkannya, Frisca merasa sangat terjaga saat Daniel berada di sampingnya. "Papi, kok adik nggak bangun-bangun sih? Dari tadi tidur terus apa dia nggak capek memejamkan mata terus?" tanya Miko, dia berdiri di samping keranjang bayi milik adiknya. "Tidak sayang, justru tadi sekarang belum bisa bermain. Sama dokter adik diminta untuk tidur terus," ujar Daniel pada sang putranya. "Nanti kalau adik sudah besar Miko bisa bermain sepuas-puasnya sama adik." Frisca menyahuti. Miko hanya tersenyum kecil dan anak itu kembali menatap adiknya yang tertidur, dia mengeluarkan jari telunjuknya dan menusuk-nusuk pipi gembil adik bayinya. "Celia... Ayo bangun Dan menangislah yang keras," ujar Miko, ia cemberut karena adiknya tidak bisa merespon apapun. "Hemm... Tidak seru, Miko pikir punya Adik bisa langsung diaja