Miko duduk cemberut, anak itu terus memikirkan Mamanya yang sedang sakit. Jujur saja kalau Miko anak yang sangat perhatian, bahkan bagaimana keadaan Mamanya saat ini, dia begitu kepikiran. Miko menatap ke arah pintu yang terbuka, di sana masuklah Dante ke dalam ruangannya bersama Siera, nampak dia menggenggam tangan Siera. "Hemm... Tante," cicit Miko mengulurkan tangannya pada Siera. "Kenapa Sayang? Kenapa manyun bengini, hem? Anak baik kenapa?" Siera begitu sabar dan bertutur sangat lembut pada Miko. Dan nyatanya, keponakan kesayangan Dante itu memeluk lehernya dengan ekspresi sedih. "Tante, pacaran ya, sama Om Dante?" tanya anak itu. Kekehan pelan terdengar dari bibir Siera, ia menganggukkan kepalanya. "Heem, Tante pacaran sama Om Dante, memangnya kenapa? Tidak boleh ya?" tanya Siera menarik wajahnya dan menatap Miko dalam-dalam. Anak itu langsung tersenyum. "Boleh! Boleh banget malahan. Miko mau punya Tante yang cantik seperti Tante Siera, Om Dante sudah saatnya pensiun dar
Rasa cemas mulai menggerayangi pikiran Daniel. Di dalam ruangan operasi saat ini istrinya sedang berjuang melahirkan buah hati mereka. Dan di luar Daniel menunggu bersama kedua orang tua Frisca dan juga Miko bersama Dante dan Siera. Di sana Miko nampak sangat tidak tenang, anak itu terus-terusan mencari-cari Mamanya dan duduk di pangkuan Papanya dengan dia yang merengek-rengek. "Papi, Mami ke mana? Mami di dalam masih lama ya?" tanya Miko, entah untuk kesekian kalinya ia bertanya kepada sang Papa. Daniel terkekeh dan menjalankan kepalanya pelan. "Tidak sayang, sebentar lagi pasti Mami akan keluar. Adik juga akan dibawa keluar dan ditunjukkan kepada Miko," ujar Daniel, meskipun dirinya kini juga sangat tidak tenang dan terus-menerus tidak putus berdoa. "Tapi tidak bohong kan pada Miko?" tanya anak itu, dia masih menunjukkan wajah polosnya yang penuh dengan harapan. "Tidak sayang, lebih baik sekarang Minggu diam dan berdoa saja, oke?!" Miko menatap ke arah Dante, Om-nya itu tidak
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Frisca sudah jauh lebih baik, dan ia juga sudah berjalan meskipun tidak keras dan cepat. Bersama dengan Daniel yang tidak sedetikpun meninggalkannya, Frisca merasa sangat terjaga saat Daniel berada di sampingnya. "Papi, kok adik nggak bangun-bangun sih? Dari tadi tidur terus apa dia nggak capek memejamkan mata terus?" tanya Miko, dia berdiri di samping keranjang bayi milik adiknya. "Tidak sayang, justru tadi sekarang belum bisa bermain. Sama dokter adik diminta untuk tidur terus," ujar Daniel pada sang putranya. "Nanti kalau adik sudah besar Miko bisa bermain sepuas-puasnya sama adik." Frisca menyahuti. Miko hanya tersenyum kecil dan anak itu kembali menatap adiknya yang tertidur, dia mengeluarkan jari telunjuknya dan menusuk-nusuk pipi gembil adik bayinya. "Celia... Ayo bangun Dan menangislah yang keras," ujar Miko, ia cemberut karena adiknya tidak bisa merespon apapun. "Hemm... Tidak seru, Miko pikir punya Adik bisa langsung diaja
Miko malam ini duduk di teras rumah sendirian. Anak itu memangku anjing kecil peliharaannya yang Dante belikan. Di sana, Miko diam menatap kilauan air kolam yang sangat terang malam ini. Miko memikirkan kehadiran adiknya di tengah-tengah mereka semua. 'Mami sama Papi, mereka bener-bener nggak ya, Sayang sama Miko? Apa kalau sudah adik, Mami dan Papi sayangnya cuma sama adik? Seperti yang Om Dante bilang?' Miko merasa resah, ia tidak mau kehilangan kasih sayang mami dan Papinya begitu saja. Anak itu kembali mendengus pelan dan ia menggantung kedua kakinya di atas sofa. "Miko kangen Mama Silvia," gumam lirik anak itu dengan kepalanya yang miring dan ekspresinya yang sedih. "Tapi sayang, Mami Silvia kan tidak pernah sayang sama Miko." Miko mengusap-usap kepala anjing kecil yang ia panggung dan anak itu tersenyum manis. "Dulu Miko juga pernah diusap-usap seperti ini, sama Mami dan Papi. Hemm... Sekarang pasti yang diusap-usap adik terus." Tanpa diketahui anak itu, ternyata di bali
"Miko mau sekolah berangkat bareng Papi?" Tawaran itu sangat-sangat tumben dilontarkan oleh Daniel pada putranya, meskipun dalam hati Miko juga bertanya-tanya, mimpi apa Papanya semalam. Bocah itu terlihat sedikit cuek dan murung, mungkin benar kata Dante kalau Miko sedikit takut, kesal, dan anak itu mulai mempertimbangkan posisinya. "Miko." Frisca menatap anak itu lagi. Secepatnya Miko menggeleng. "Eum... Nggak deh, Miko mau berangkat bareng Om Dante aja. Papi kan orangnya sibuk, nanti yang ada Miko buat Papi terlambat," jelasnya. "Nggak kok, kalau cuma ke sekolah saja, Papi bis-" "Nggak usah, Miko nggak mau," sela bocah itu cepatseraya menundukkan kepalanya. Barulah Frisca menatap suaminya dan ia mengangguk meminta pada sang suami untuk menuruti apa yang diinginkan anaknya. Di samping Miko, ada Johan dan Dante. Tatapan mata mereka pada Daniel begitu tulus karena tahu bagaimana kesalnya hati Daniel saat sang putra menolaknya. "Biar Miko bareng Papa aja, Niel. Dante juga har
"Miko, kalau misalnya Miko jadi anak Om Dante, mau nggak?"Dengan perasaan yang jahil seperti biasa, Dante memberikan penawaran yang aneh-aneh pada Miko. Sedangkan anak itu hanya diam mengerjapkan kedua matanya dan memberikan lirikan yang amat sangat tajam pada Dante. "Euumm... Kan Miko sudah punya Mami sama Papi, Om!" seru anak itu. "Kalau Om jadi Papinya Miko, terus tidak punya Mami, itu kan nggak lucu! Miko jadi anaknya Duda gitu, iya nggak, Om?!" Helaan napas pelan terdengar dari bibir Dante, ternyata menyebalkan juga saat seruannya dijawab dengan sangat polos oleh Miko. Tapi tidak salah juga dengan jawaban Miko, bahkan Siera di sana juga terkekeh saat mendengar jawaban dari Miko yang membuat Dante kena mental. "Miko pintar sekali," ujar Siera mengusak pucuk kepala Miko dengan gemas. "Iya dong Tante, lagian pertanyaan Om Dante itu aneh." Miko cemberut menjawabnya. "Ada Tante Siera yang mau jadi Mamanya Miko, gimana?!" Dante tiba-tiba berucap. Siera langsung menoleh dan mel
"Kau punya hubungan apa dengan sekretaris barumu itu, Dante?! Papa lihat kalian dekat sekali." Johan menatap sang putra, Dante yang tengah duduk bersama Frisca yang memangku Celia, hanya diam saja. Dan di sana, Daniel juga memperhatikan Dante yang abai pada Papanya. Memang, Dante selalu mudah mengabaikan Papanya meskipun dia yang selalu dibanggakan. "Pacarnya Dante dia, Pa," sahut Daniel. Demi apapun, ia menolak memanggil Dante dengan embel-embel 'kakak' karena tidak enak pula Daniel dengar. Seketika Dante meraih bantalan sofa dan ia lemparkan pada Daniel dengan sangat mudah. Memang kadang Daniel juga sesuka hatinya mengatakan sesuatu. Tapi kali ini benar-benar membuat Dante kesal. "Enak aja kalau ngomong, punya bukti apa kalau aku dan Siera punya hubungan yang istimewa?!" sinis Dante pada adik iparnya tersebut. Daniel hanya terkekeh. "Aku memang tidak punya bukti apa-apa, tapi aku pikir kau mungkin hanya malu saja untuk mengakuinya." Jawaban dari Daniel membuat Dante merasa t
"Om, besok Miko mau pulang ke rumah, Om tidak mau kasih hadiah apa, gitu?!" Anak itu mengganggu Dante yang tengah sibuk di dalam ruangan kerjanya. Suara Miko yang sengaja membuyarkan lamunan Dante, memang sejak tadi bahkan dua jam lamanya Dante di dalam sana ia tidak fokus pada kerjaannya, melainkan malah berpikir tentang Siera. "Om, dengerin Miko nggak sih!" pekik Miko menatap sang Paman dengan tatapan kesal. Barulah Dante mengembuskan napasnya panjang dan menatap penuh permusuhan pada Miko. "Apa, hah?!" serunya agak sinis. Miko tersenyum kecil. "Itu Om, Miko nanti mau pulang ke rumah Papi. Om Dante nggak ngajak Miko jalan-jalan dulu atau bagaimana, gitu?!" Dante menjentikkan jemarinya di dagu, ia menggelengkan kepalanya. "Nggak, Om Dante sibuk!" Miko cemberut, tidak biasanya Dante menolak ajakannya. Biasanya malah langsung dituruti dan iya-iya saja. Tapi kali ini Miko sepertinya harus putar otak untuk merayu-rayu Dante. Tiba-tiba saja Miko mengulurkan tangannya dan anak sit