Share

Kau Sangat Manja, Sayang

"Sejujurnya, aku menikah dengan Pak Daniel, tidak dengan Brandon."

"What?!"

Pekikan keras dan ekspresi tidak percaya terlihat di wajah Anastasia. Gadis berambut cokelat itu langsung membungkam bibirnya dan menatap Frisca seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ba... Bagaimana bisa Frisca?!" pekik lirih Anastasia seraya menggenggam satu tangan sahabatnya.

Frisca mendengus pelan. "Saat hari pernikahan, Brandon pergi sejak subuh. Papaku marah besar padaku, tamu undangan sudah datang dan dia tidak ingin malu. Hanya Pak Daniel yang aku rasa bisa membantuku, meskipun aku tahu kalau dia juga tidak akan bersikap buruk padaku," jelas Frisca.

"Dia kan menyukaimu Frisca, dia juga sahabatnya Kak Dante Kan?"

Frisca mengangguk, ia kembali menatap sedih pada Anastasia dengan wajah melas.

"Ana, aku mohon padamu jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Pernikahanku dengan Pak Daniel, aku tidak mau ada orang yang tahu," pinta Frisca.

Anggukan dan senyuman manis diberikan oleh Anastasia hingga ia langsung memeluk Frisca.

Mereka berdua sudah lama saling mengenal, bahkan banyak hal yang selalu Frisca dengarkan dari Anastasia, dari kisah percintaannya sekalipun.

"Oh ya Ana, apa suamimu juga tahu kalau kau dekat dengan Adam?" tanya Frisca memiringkan kepalanya pada Anastasia. Tidak banyak yang tahu kalau Anastasia sendiri sudah menikah.

Wajah Anastasia menjadi muram, perlahan tangannya menyentuh sebuah plaster di keningnya dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

"Tidak Frisca," jawab Anastasia, ia tersenyum manis menatap langit-langit ruangan kesehatan dan berbaring di samping Frisca. "Aku beruntung mengenal Adam, dia menolongku saat James memukuliku. Aku tahu James sangat perhatian padaku, tapi sikap tempramentalnya, setiap kali dia ada masalah di kantornya, kenapa aku yang harus menjadi pelampiasan amarahnya. Dia memukuli aku seperti binatang, bahkan saat aku hanya bertanya ada apa dengannya. Aku tidak lagi ada perasaan dengan James, Frisca."

Tatapan mata Frisca meredup dan mengerjap lembut mendengar apa yang sahabatnya katakan barusan.

Betapa beruntungnya bagi Anastasia menemukan Adam, dia yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangganya dengan laki-laki yang sudah menjadi suaminya.

Lamunan Frisca buyar ketika suara deritan pintu kaca terbuka. Ia menoleh di depan pintu ada Daniel berdiri di sana bersama dengan seorang laki-laki memakai hoodie putih dan tas hitamnya yang ditenteng di pundak kanannya.

"Adam," ucap Anastasia langsung bangkit, "ka... Kau kenapa bersama Pak Daniel?"

Adam mendekatinya dan merangkul pundak Anastasia.

"Aku baru saja selesai kelas, aku mencarimu saat jam pelajaran Pak Daniel habis, dia bilang kalau kau bersama Frisca di ruang kesehatan. Jadi aku menjemputmu ke sini, aku ingin mengajak kalian semua ke restoran baruku!" seru Adam.

"Waahh serius?! Makan gratis!" Frisca yang tadinya rebahan, ia langsung bangun dan menatap lekat pada Adam.

Daniel berjalan mendekati Frisca, secara langsung laki-laki itu meletakkan telapak tangannya di kening Frisca.

Tatapannya menjadi dingin, Frisca langsung tersenyum menunjukkan deretan giginya.

"Bohong?" tanya Daniel.

"Aku malas belajar," jawab Frisca acuh.

"Oh iya, congrats buat kalian berdua ya!" sahut Adam menatap Frisca dan Daniel.

Detak jantung Frisca langsung berpacu, ia menoleh pada Daniel. Laki-laki itu menaikkan salah satu alisnya.

"Ka... Kau mengucapakan selamat untuk apa!" tanya Frisca mendadak menjadi bingung sendiri.

"Pernikahan kalian," jawabnya cengengesan, "bakal jadi berita wow, nih!"

Kedua mata Frisca melebar, ia buru-buru turun dari atas brankar dan mengepalkan tangannya ke arah Adam.

"Adam! Aku hajar kau!" teriak Frisca sebelum Adam langsung berlari keluar diikuti oleh Frisca yang mengejarnya.

Daniel mengembuskan napasnya pelan, sedangkan Anastasia hendak meraih tas merah muda milik Frisca.

"Biarkan tas Frisca saya yang bawa," ujar Daniel.

"Oh, baik Pak." Anastasia menoleh pada Daniel saat hendak keluar dari dalam ruangan itu, "Pak Daniel ikut ke restoran baru milik Adam kan? Sama Frisca juga."

Daniel mengangguk, "tentu saja, kalau istriku ikut dengan kalian, mana mungkin aku membiarkannya bebas begitu saja?!"

Anastasia tersenyum kecil, gadis itu mengacungkan jempolnya dan langsung pergi keluar dari dalam tempat itu bersama dengan Daniel.

**

Hari sudah malam, Frisca duduk di sebuah ruangan yang berada di lantai dua di rumah Daniel. Ia nampak serius dengan ponsel di tangannya tanpa mempedulikan apapun.

"Hahhh... Sial, sudah dua jam main tapi masih kalah terus!" pekik Frisca mengusap wajahnya frustrasi.

Ia tidak peduli saat seseorang tengah memperhatikannya. Daniel yang sejak tadi tidak mencarinya, kali ini ia baru menemukan Frisca sibuk bermain game di sofa.

Laki-laki itu berjalan mendekatinya dan langsung menyahut ponsel di tangan istrinya dengan perasaan kesal.

"Kak Dante!" pekik Frisca marah, wajahnya spontan terkejut dan ia langsung membungkam bibirnya. Ia selalu lupa kalau dirinya sudah menikah bersama Daniel.

"Nilai jelek, game terus! Bagaimana kau bisa sukses kalau kuliah saja kau jadikan mainan, Frisca!" seru Daniel membawa ponsel milik Frisca.

"Aku bosan belajar terus, mau apa-apa tinggal minta Papa dan Mama, atau Kak Dante. Mereka kan keluargaku, kaya pula!" jawab Frisca cemberut duduk bersila memangku bantalan sofa.

"Seharian kau hanya main-main saja, kau tidak boleh mengandalkan kekayaan yang tidak kau dapat dari usahamu sendiri. Meskipun kau anak gadis, anak bungsu, buang sikapmu itu dan kau harus belajar dari Kakakmu!" tegas Daniel. Laki-laki itu mengambil beberapa tumpukan buku dan meletakkannya di hadapan Frisca.

Dengan wajah terkejut dan mulut ternganga, Frisca kembali menoleh menatap Danil. Sejak dulu ia paling anti dengan yang namanya belajar.

"Aku... Aku tidak bisa," cicit Frisca menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak bisa apa? Kau hanya perlu belajar dan mengerjakan beberapa rangkaian materi, Dosen Michaela juga mengeluh tentangmu! Awas kalau nilaimu buruk!"

Frisca berdecak kesal, "kenapa kau malah mengancamku huh?!"

"Belajar!"

Frisca menjambak rambutnya frustrasi, gadis itu menatap tumpukan buku di hadapannya. Sengaja Daniel tidak memberikan laptopnya pada gadis itu.

Sama sekali tidak bisa bergerak Frisca saat ini, Daniel mengawasinya dari belakang seraya duduki di sofa, sesekali menatap laptop di atas pangkuannya.

"Lebih kejam dari Mama," cicit Frisca mengomel.

"Aku tidak peduli!" Daniel menyahutinya dingin.

Mau tidak mau Frisca akhirnya patuh dan belajar. Ia membacanya dengan teliti dan menulisnya bagian terpenting.

Daniel memperhatikannya terus dan mulai membenarkan apa yang pernah Dante katakan padanya kalau Frisca sebenarnya sangat pintar, hanya saja Frisca sangat pemalas.

"Sampai halaman belakang, Sayang," ujar Daniel.

"Heem, tapi kalau sudah ini aku tidur ya," pintanya.

Daniel terkekeh sebelum tiba-tiba saja ia mendekap Frisca dari belakang dan mengecup pucuk kepalanya.

"Ya, istirahatlah."

"Kau tidak?" Frisca mendongak menatap wajah tampan suaminya.

"Apa kau ingin aku menemanimu sampai kau tidur? Tidak sekalian membacakan dongeng untukmu, hem?"

Frisca langsung membalikkan badannya dan berdiri menggunakan kedua lututnya sebelum ia memeluk Daniel dengan erat.

Usapan lembut Daniel berikan pada rambut panjang Frisca.

"Kak Daniel, besok aku ke rumah Mama ya?"

"Bolos kuliah? Kau memelukku hanya untuk merayu?" tanya Daniel.

Frisca mendongak lagi dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Tidak! Tapi aku sangat merindukan Mama, boleh ya, Sayang...."

Kekehan Daniel terdengar renyah, Frisca pun ikut tertawa sebelum ia menangkup kedua rahang tegas Daniel.

"Harus boleh ya Suamiku, kalau tidak maka kau akan tahu jurus kaburku!" seru Frisca dengan matanya yang memicing.

Daniel tersenyum miring mengusap lembut dagu Frisca dengan ibu jarinya.

"Coba saja, kalau kau berani. Aku akan memberikan hukuman yang nikmat untukmu nanti. Hem, ayo kalau kau berani, lakukanlah Cintaku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status