“Welcome, dan selamat datang!”Frisca tersenyum manis membalikkan tanda ‘Open’ di toko miliknya. Bahkan seorang gadis manis bernama Alisa, dia adalah karyawan baru di toko milik Frisca.Kini keduanya berdiri di depan toko dan nampak sangat bahagia. Frisca yang memeluk Alisa, padahal mereka baru saja kenal beberapa jam yang lalu.“Aaa... Akhirnya mimpiku terkabul juga, Alisa!” pekik Frisca lompat-lompat kesenangan.“Aku juga sangat bahagia, Bu Boss!” Alisa memeluk Frisca dan mengusap punggungnya.Frisca cemberut menoleh pada Alisa.“Apa kau tidak bisa berhenti memanggilku Bu Boss?! Aku ini bukan Boss-mu Alisa. Panggil saja aku Frisca, hanya Frisca saja, okay?!”Gadis itu langsung memeluk Alisa, mereka kembali masuk ke dalam toko. Frisca langsung menata kembali beberapa bunga-bunga yang ada di depan pintu hingga satu, dua, tiga pembeli yang mulai berdatangan.Frisca sengaja diam, sebelumnya Daniel memintanya untuk memperhatikan Alisa, karena Alisa lebih dulunya sudah bekerja di toko bun
Sudah dua harian lebih Frisca tidak menghubungi Kakaknya, gadis itu sengaja melakukannya karena ia masih kesal pada Dante.Kini Frisca baru saja sampai di kampusnya dan ia selalu datang lebih awal. Namun saat Frisca hendak masuk ke dalam kampus, langkahnya terhenti saat ia melihat Kakaknya yang berdiri di depan kampusnya dan Dante tengah menanti-nantinya."Kakak," lirih Frisca berjalan mendekati Dante.Dante langsung tersenyum manis begitu adiknya berdiri di hadapannya dengan tatapan manyun."Ke mana saja dua hari kau tidak menghubungi Kakak, hem?" tanya Dante menatap adiknya dengan hangat."Aku kerja," jawab Frisca tak semangat."Hah? Kerja?!" seru Dante melebarkan kedua matanya sebelum ia tertawa pelan, "ke... Kerja? Sayang, kau kerja apa?""Suamiku membelikan aku toko bunga, toko maianan, jadi aku bekerja setelah pulang kuliah. Nanti kalau sudah malam aku pulang, setelah itu makan malam, belajar dan....""Hah?! Apa katamu barusan? Belajar?!" pekik Dante sedikit meninggikan nadanya.
Frisca merasa sangat tidak nyaman saat ini, karena tidak seperti yang ia duga di awal kabar kedekatannya dengan Daniel mampu tersebar. Gadis itu kini duduk di dalam kelasnya dan tidak keluar sama sekali sejak datang pagi tadi."Frisca!" Seruan Anatasia membuat Frisca menoleh cepat ke arah sang teman. Anastasia yang datang bersama dengan Adam langsung duduk di hadapan Frisca. "Fris, kenapa ada kabar yang beredar seperti itu hah?!" pekik Anastasia menatap wajah sedih Frisca. "Aku tidak tahu Anastasia. Mungkin itu semua ulah Feli," jawab Frisca. Adam berdecak pelan. "Memang ya, Feli itu paling berbahaya!" Frisca mengembuskan napasnya pelan, ia langsung bangkit dari duduknya dan menyahut tas miliknya di atas meja. "Mau ke mana?" tanya Anastasia. "Pulang. Aku tidak ikut jam Pak Daniel," jawab Frisca malas. Gadis itu melangkah keluar dari dalam kelasnya. Banyak yang menatapnya dengan tatapan aneh dan berbisik-bisik. Sejujurnya hal inilah yang sangat Frisca takutkan, namun ia selal
Daniel mengajak Frisca untuk pulang, gadis itu takut keluar dari dalam kamar kalau bertemu dengan Papanya. Namun sebagai suami, Daniel terus membujuknya dengan kesabaran. Mereka berdua keluar dari dalam kamar dan berjalan menuruni anak tangga. Di sana, Johan dan Tarisa yang berada di ruang tamu terus menatap Frisca, termasuk Johan yang begitu sengit. "Ma, Pa, aku pamit bawa Frisca pulang," ujar Daniel. "Ya, bawa pulang saja dia. Kalau ada masalah diselesaikan sendiri! Jangan malah nangis di rumah orang tua, dari dulu membawa masalah terus!" seru Johan. "Papa!" Dante menatap Papanya dengan tajam. Daniel tersenyum tipis. "Ya Pa, maaf kalau aku gagal mendidik Frisca. Mungkin karena hal lain yang membuat Frisca jadi begini," ujar Daniel."Mana ada! Tidak ada yang membuatnya menjadi buruk selain dia mengacaukan keadaannya sendiri, Daniel!"Frisca mencengkeram erat kemeja yang Daniel pakai dan menyembunyikan wajahnya. "Ayo pulang Kak," bisik Frisca. Daniel merangkulnya dan mengangguk
"Kak Daniel, kau curang! Ini tidak libur namanya... Huhh, aku ngantuk sekali." Frisca bergelung di bawah selimutnya seraya memasang wajah lesunya pada Daniel yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Laki-laki itu terawa pelan dan berjalan mendekati Frisca. "Siapa suruh memancingku, hem? Tapi itu sebagian dari tugasmu, Sayang." Daniel mengecup singkat bibir Frisca. "Ayo bangun, mandi, dan ayo mencari makan malam di luar." Frisca menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku rasanya ingin mengurung diri di dalam rumah saja. Tidak ada yang menarik di luar sana," jawab Frisca duduk perlahan dan bersandar. Gadis itu menatap lekat wajah Daniel seraya tersenyum manis mengulurkan tangannya mengusap pipi suaminya dengan lembut. Menatap Daniel membuat Frisca merasa dirinya menjadi gadis yang bandel karena mengingat kegiatan apa yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu. "Kak Daniel," lirih Frisca mengulurkan tangannya pada sang suami. Daniel memeluknya dengan erat. "Kau tidak harus takut p
Frisca sejak semalam menjadi pendiam setelah memikirkan apa yang sempat dikatakan oleh Kakaknya, salah satunya tentang seorang anak. Ia diam memperhatikan suaminya yang tangan duduk di kursi kerjanya dan mengetikkan sesuatu pada laptopnya. "Kak Daniel," panggil Frisca dengan manja. "Ya, Sayang?" "Aku ingin bicara sesuatu dengan Kakak," cicit Frisca bangkit dari duduknya. Daniel tersenyum tipis dan menarik tangan istrinya untuk mendekat. Frisca pun tanpa diminta langsung duduk di pangkuan Daniel. "Ada apa, Sayang?" tanya Daniel menatap wajah cantik istrinya yang cemberut. "Emm... Kak Daniel siap tidak kalau menjadi seorang Papa?"Daniel mengerutkan keningnya. "Harusnya aku yang bertanya padamu." Laki-laki itu mengecup pipi Frisca dengan gemas. "Aku siap," lirih Frisca menggigit bibir bawahnya. "Akan jauh lebih siap kalau kau selesaikan kuliahmu dulu, lalu kita hadapi rumah tangga kita bersama-sama, itu baru bagus!" ujar Daniel melingkarkan kedua tangannya memeluk Frisca dengan
"Jangan sampai kau terlambat besok malam ya, Frisca!" Seruan Anastasia saat masuk ke dalam mobilnya seraya melambaikan tangannya pada Frisca. Frisca tersenyum lebar mengacungkan jempolnya pada sang sahabat. Gadis itu berdiri di depan gerbang kampus, hingga ia tersentak saat klakson mobil membuatnya terkejut. "Suamiku!" seru Frisca dengan nada lirih. Daniel tersenyum tipis. "Butuh tumpangan, Nona?" tanya laki-laki itu. "Ya, sangat membutuhkanmu." Frisca langsung masuk ke dalam mobil teraebut, dengan santainya ia duduk di samping Daniel. Sengaja Frisca pulang paling akhir karena kampusnya cukup sepi. "Kak Daniel mau ke mana? Ini kan bukan arah rumah kita?" Frisca menoleh ke kanan dan ke kiri, gadis itu menatap wajah suaminya dari samping sebelum ia mendekat dan mengecup pipinya saat Daniel membisu. "Kak Daniel, jangan diam... Ayo jawab!" pekik Frisca memukul lengan suaminya. "Jalan-jalan, aku sudah lama sekali tidak refreshing." Senyuman Frisca melebar, ia menunjuk papan di
"Kak Daniel tidak ada, baguslah! Aku akan pergi." Frisca berjalan pelan-pelan menuju ke pintu depan. Ia menutup pintu rumahnya dengan segera, menyadari suaminya pergi sejak tadi. Gadis itu berlari membuka gerbang rumahnya dan benar saja di depan sana sudah ada mobil milik Allana. "Wah, lama sekali kau ini! Jangan bilang kalau kau masih kabur dari Pak Daniel?!" pekik Anastasia yang buru-buru membuka pintu mobilnya. "Ya begitulah. Untungnya hari ini dia sedang ada meeting di kantornya, jadi aku bisa ikut kalian pergi party!" seru Frisca menaik turunkan kedua alisnya dengan ekspresi senang. "Dasar Frisca, kau ini sudah jadi istri, masih saja bandel!" omel Anastasia. "Biar saja! Meskipun wanita menjadi seorang istri, tapi wanita juga butuh kebabasan, asal di jalan yang benar!" "Tumben pintar," sahut Allana seraya mengemudikan mobilnya. Frisca berdecak kesal begitu sindiran Allana yang memang benar adanya. Jarang-jarang sekali untuk Alana berpikir semacam hal begini. Mereka bergeg