Pria itu mencoba tenang menghadapi Layla yang sedang mencurigai nya. "Apa maksud Anda, Nyonya? Saya dokter yang menangani putri Anda.Tangan pria itu telah bersiap menyuntikkan sebuah cairan ke kantong infus milik Sarah.Layla segera menampik tangan pria itu sambil berteriak, "Kau dokter gadungan. Pergi kau! Tolong,,,, tolong,,,,Kakak bangunlah!"Pria itu langsung panik, sehingga pergi meninggalkan jarum suntik yang masih berisi cairan tersebut yang jatuh ke lantai."Ada apa?" bentak Ali yang terkaget dari tidurnya.Pria tadi kabur secepat kilat, keluar dari pintu ruang rawat tersebut. Melihat Layla yang masih panik dan berusaha mengejar hingga ke depan pintu yang terbuka, Ali segera menghampiri setengah berlari."Layla, ada apa ini?""Tadi ada dokter gadungan yang akan mencelakai Sarah, kak.""Mana dia?" Ali langsung berlari melihat keluar ruangan. Namun ia tak dapat melihat orang lain kecuali seorang dokter dan perawat yang sedang berlari di lorong menuju ke arah mereka."Tuan, kam
"Baiklahlah, yang penting jangan sampai kau kelelahan dan jatuh sakit saat Sarah sedang membutuhkanmu seperti sekarang."Ali kembali menyesap kopinya dan menyandarkan punggungnya di sofa. Sementara Layla masih duduk menunggu putrinya. Bibirnya terkadang terlihat bergerak, ia memanjatkan doa yang tidak putus-putus.Saat Sarah sadar nanti, Layla berjanji tidak akan meninggalkannya. Ia ingin menemani putrinya dalam keadaan apapun. Dalam hal ini, Layla menjadi teringat kembali tentang masa lalunya. Wajah suaminya yang terakhir dilihatnya masih tampak sangat jelas di ingatannya.Tanpa sadar buih air matanya mengaliri pipinya bak sungai-sungai kecil. Layla bisa menghapus air matanya. Namun ia tidak dapat menghapus ingatannya tentang kenangannya yang menyakitkan saat itu."Aku merindukanmu, Mas," lirih Layla yang merindukan sosok suaminya itu.Sudah delapan belas tahun mereka berpisah. Tepat saat usia Sarah masih menginjak tiga tahun. Pernikahan Layla dan Arthajaya dulunya tidak mendapat
"Halo, apa kabar, Tuan Dharmawangsa?" ucap Danu dari seberang saat menjawab panggilannya."Tentu saja aku masih sehat. Ku harap sekarang kau semakin sukses dan cerdas dalam menghadapi masalahmu sendiri."Sejenak sambungan telepon mereka sunyi. Tampaknya Danu sadar diri dan teringat kembali akan jasa Dharmawangsa saat lampau.Jika Dharmawangsa tidak berbaik hati padanya saat itu, mungkin saja Danu tidak akan berada di posisinya saat ini.Hampir saja sebuah peluru senjata tajam menembus kepalanya. Namun saat menarik pelatuk, peluru pistol itu ternyata kosong. Karena Dharmawangsa sudah memperhitungkan jumlah peluru yang disiapkan untuk eksekusi."Apa yang kau inginkan, sehingga kau sampai mencariku, Tuan?"Dharmawangsa mengulas senyum, "Kau sangat pintar. Aku yang akan menemuimu di rumah sakit untuk menyapamu dan mengenang peristiwa lalu.""Ekhem." Danu mendehem menjernihkan suara. "Tapi saya sedang berada di luar kota, Tuan."Dharmawangsa tahu jika yang Danu katakan hanyalah alasan sema
"Huh, kalian sama sekali tidak membiarkan saya sedikit bersenang-senang rupanya." Danu sedikit kesal karena tidak berhasil mempermainkan Dharmawangsa dan Maya. Namun sebenarnya itu sudah diprediksi olehnya. Mereka bukanlah orang bodoh, bahkan mereka selalu mengambil 1000 langkah di depan daripada orang lain. Itulah yang membuat mereka mendapat julukan pasangan naga dalam perkumpulan ke tujuh naga emas di negeri ini.Danu merogoh kantong jas putih kebanggaannya. Di genggamnya sebuah flashdisk berwarna hitam sembari memberikan ke Dharmawangsa dengan melemparnya."Ambillah, dan biarkan aku pergi. Aku tidak ingin berurusan dengan masalah kalian."Dharmawangsa tersenyum puas. Ia mengambil flashdisk itu lalu memberikan pada Adipati. "Kau akan pergi setelah kami memeriksa isi di flashdisk itu," ucap Maya sembari lebih menekan pucuk pistolnya.Segera Adipati mengambil laptopnya dan memeriksa isi file dalam flashdisk. Dharmawangsa pun turut mengamati. Ya, Danu tidak berbohong. Rekaman itu
"Ayah, apa kau mengetahui sesuatu?" tanya Adipati yang sepertinya curiga kedua orang tuanya mengetahui sesuatu. "Ekhem. Kami harus memastikannya dulu. Kalau begitu sebaiknya kami langsung pergi.""Biarkan aku ikut dengan kalian. Biar bagaimanapun, Sarah adalah istriku. Aku yang harus membalaskan dendam untuknya.""Kami tahu, tapi sebaiknya lakukan itu nanti. Untuk sekarang, kami yang akan bertindak. Karena kau belum waktunya kesana."Perkataan kedua orang tuanya pasti penuh dengan perhitungan. Tidak mungkin mereka melarangnya hanya karena cemas dia akan terluka. Pasti ada sesuatu yang lebih besar yang hanya bisa mereka hadapi berdua. Jika ia memaksa, ia hanya menghambat rencana kedua orang tuanya saja.Adipati mengangguk paham. Ia akan tinggal di rumah sakit dan kembali menjaga istrinya. Ia juga sedang menunggu hasil dari Romi, yang ia meminta untuk mencari ponsel Sarah yang menghilang."Sayang, kau harus cepat sehat," ucap Maya sembari menatap Sarah sebelum pergi."Terima kasih, Bu
Sontak mereka yang ada disana terdiam sekejap. Mereka mencoba mengingat, apakah mereka terlibat sebuah pekerjaan yang menyerang Dharmawangsa atau tidak."Apa maksudmu, Dharmawangsa? Tentu saja kami tidak akan pernah melakukan itu," sanggah Agustian cepat sembari menatap rekan lainnya bergantian. Rekan lainnya pun mengangguk setuju dengan ucapan Agustian, karena mereka merasa tidak memiliki masalah dengan Dharmawangsa."Apa telah terjadi sesuatu pada keluargamu?" tanya Pramudita kembali. Tampaknya ia sangat penasaran, anggota keluarga yang mana yang membuat Dharmawangsa sampai mengumpulkan mereka semua."Jika itu bukan kalian, maka kalian tidak perlu tahu masalah itu," jawab Maya cepat.Maya sangat tahu, bahwa mereka yang penasaran hanyalah karena ingin mengetahui semua titik lemah masing-masing anggota. Diantara mereka semua yang ada disana, hanya Roger Arthajaya yang tetap bergeming menikmati sampanye dan menjadi pendengar mereka.Ya, dia tidak suka banyak bicara seperti Dharmawang
Deg!Layla terbelalak ketika Maya menyebut nama keluarga Arthajaya. Keluarga yang ia kenal baik di masa lalu. Rasa terkejut juga marah bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak, ternyata pelaku yang mencelakai Sarah berasal dari pihak keluarga besar suaminya."Tapi untuk menemukan pelakunya, kita harus berusaha sendiri. Setidaknya ini sudah lebih mudah. Ayah sudah meminta orang untuk membuat daftar anak buah yang dimiliki mereka.""Biarkan aku yang mengurus selanjutnya," pinta Adipati.Maya dan Dharmawangsa pun setuju. Setelah daftar nama itu terkumpul mereka akan memberikannya pada putranya. Mereka percaya, putranya dapat mengatasinya dengan mudah.Maya menatap Layla yang masih tertegun diam. Layla tidak menyangka, dirinya dan Sarah akan kembali berurusan dengan keluarga suaminya. Rasa penasaran mulai menggelayuti hatinya. Sejauh apa kedua besannya itu mengenal keluarga suaminya. Dan mungkinkah, mereka juga mengetahui masa lalunya? Sontak Layla juga menatap Maya. Dan keduanya pun sal
Sarah sangat terkejut dengan pengakuan ibunya. "Ibu, apa kau tidak pernah membalas perbuatan mereka yang keji itu?"Layla menggeleng. "Ibu tidak punya kekuatan apapun untuk membalas ataupun melawan mereka, Sayang. Ibu hanyalah orang miskin.""Tapi sekarang aku berada di pihakmu, Bu. Aku pasti akan membalas perbuatan mereka dan mengembalikan kehormatanmu," ujar Adipati dengan lantang.Sarah dan Layla sontak menatap Adipati. "Aku ingin melakukannya, Paman. Bagaimana caranya agar kita bisa membalas mereka?""Sarah. Ibu tidak ingin kamu terluka lagi," cegah Layla yang masih terlalu mencemaskan putrinya."Ibu, aku percaya pada suamiku. Dialah yang akan melindungiku."Adipati mengangguk, membenarkan. "Aku mendukung kalian," ucap Ali yang juga merasa sudah waktunya Layla mendapatkan haknya. Selama ini Ali sudah cukup menyaksikan penderitaan sang adik. Ingin rasanya Ali membalas dendam dari dulu pada keluarga itu karena dengan tega menelantarkan adik juga keponakannya. Namun seperti yang d