Part 30
Tapi ternyata bukan nama Wulan yang disebutkan guru tersebut. Beberapa ibu-ibu di belakangku terdengar terkikik dan mencibir kesombonganku tadi.Dengan cemberut menahan malu dan kesal, aku kembali duduk ke posisi semula.'Tak apa, masih ada rangking dua,' batinku mencoba mengembalikan rasa percaya diri.Namun lagi-lagi aku dibuat kesal, ternyata rangking kedua juga bukan Wulan. Melihat aku yang mulai gelisah, para ibu-ibu semakin berisik mencibirku dari belakang.Hingga wali kelas menyebutkan rangking ketiga, barulah nama Wulan yang terpanggil.Dengan hati kesal aku langsung mengambil raport Wulan."Bu, ini gimana ceritanya, Wulan kok jadi rangking tiga?" Dengan tak sabar kulontarkan pertanyaan, begitu berada di hadapan wali kelas Wulan."Sebentar ya, Bu. Setelah selesai sesi pembagian raport ini, nanti kita adakan sesi konsultasi, bagi yang ingin," ujar guru Wulan.Masih dengan hati kesal karPart 31Aku termenung memikirkan perkataan Bu Menik barusan, kucoba mengingat-ingat, apa memang aku pernah berseteru dengan Rina? Masa iya, aku secemen itu melabrak seorang wanita.Lamunanku langsung buyar begitu Lek Anik menyebutkan nominal yang harus kubayar untuk belanja hari ini. Selesai membayar aku buru-buru pulang, karena matahari mulai merangkak naik, bisa terlambat kerja aku. Biarlah nanti kuingat-ingat lagi apa benar yang dikatakan Bu Menik tadi.Sampai di rumah terlihat Tami sudah bangun dan menantiku di teras rumah. Aku langsung mengangsurkan kresek belanjaan pada Tami, dan bergegas siap-siap mandi."Ya ampun, Baaang ... Kok beli ayam, sih? Di rumah juga banyak ayam kita," protes Tami sebelum aku masuk ke kamar mandi.Aku sudah bisa menebak, Tami pasti bakal protes dengan apa yang aku beli."Ayam kita banyak pun, tapi kamu gak pernah ngizinin buat dipotong, kan? Ya buat apa?" Tandasku."Kan pernah juga kita m
Part 32Selesai membersihkan badan, Tami masih saja menceracau tak jelas padaku. Padahal saat ini anak-anak sudah ada di rumah. Tapi ia tetap tak merasa malu berucap yang tidak-tidak di hadapan anak-anak."Emak kenapa, Pak?" Tanya Wulan padaku yang sedang siap-siap akan sholat maghrib."Lagi mens mungkin," jawabku sekenanya."Tadi Bapak bawa sate, Kak. Makan sana, ajak Adek sekalian.""Wah, sate?! Asyiiik ...." Wulan berteriak riang menuju meja makan diikuti Rafa.Aku tersenyum, ada bahagia tersendiri melihat mereka dengan riang menyantap setiap makanan yang kubawa.'Bapak janji, Nak, akan berusaha memberi kalian makanan yang bergizi,' batinku sambil memandang mereka yang dengan semangat membuka bungkusan sate."Bapak gak mau?" Tanya Wulan yang memergoki aku tengah menatap ke arah mereka.Aku menggeleng. "Makanlah! Bapak makan nasi aja nanti. Gak kenyang Bapak kalau makan sate, lambungnya gede." Aku ber
Part 33"Eh, iya Bang. Maaf kalau ganggu," ucapku berusaha semanis mungkin."Oh, gak ganggu sih, Kak. Cuma Suryonya harus buru-buru berangkat ngantar barang. Sudah ditunggu pelanggan soalnya.""Kamu kerja di sini, Bang?" Tanyaku dengan menatap tajam pada bang Suryo."I-iya, Dek. Kamu pulang dulu, ya? Nanti kita bicarakan di rumah," jawabnya masih gugup. Jelas gugup, pasti ia tak menyangka aku akan mengikutinya sampai sini.Dengan terpaksa, aku mengikuti ucapan bang Suryo agar pulang dulu. Lagian di sini juga aku harus ngapain? Masa iya berduaan sama pria yang kuterka bos bang Suryo. Kalau dia mau, sih, ya tak apa juga. Lumayan, sepertinya berduit.Dengan hati kesal aku langsung menuju rumah. Tak habis pikir aku ke bang Suryo, bisa-bisanya ia sekarang tak jujur padaku. Jelas aku sakit hati, bang Suryo sudah keterlaluan menyembunyikan pekerjaan dan penghasilannya dariku.'Lihat saja, Bang. Kali ini aku tak akan tinggal dia
Part 34Berbekal uang hasil jual emas tadi siang, akhirnya aku berhasil mendatangi mbah Ranem. Tak mengapa aku rugi cincin sebiji. Yang penting setelah ini keuangan semua aku yang atur. Dan bisa dipastikan aku gampang mendapat ganti emasku kembali.Baru saja aku sampai di gubuk mbah Ranem, dan mengutarakan maksud kedatanganku. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang dari luar. Gawat! Jangan-jangan ada yang mengikutiku kemari. Atau jangan-jangan ada pelanggan mbah Ranem yang datang juga.Aku buru-buru berdiri hendak mencari tempat sembunyi. Mbah Ranem pun sepertinya mengerti kegugupanku. Dengan isyarat ia menyuruhku masuk ke dalam kamar.Namun baru saja kaki ini ingin melangkah, tiba-tiba ....Braakk!Pintu rumah mbah Ranem berhasil dijebol dari luar. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat bang Suryo sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah memerah penuh amarah."Ba-bang Suryo ...." Sangking gugupnya, aku sa
Part 35Pov SuryoSudah hampir satu jam, aku menunggu Tami pulang. Tapi hingga kini, bayangannya pun tak kelihatan. Ada rasa khawatir sejenak, tapi saat ingat kelakuannya yang berani bermain dukun, rasa khawatir pun sirna berganti dengan rasa kesal.Terlihat para keluarga yang sedari tadi sudah kupanggil ke sini untuk berembuk soal tami, pun mulai gelisah, karena Tami tak kunjung datang. Begitu pulang dari rumah si dukun tadi, aku memang langsung mengumpulkan keluarga inti kami. Terdiri dari orang tua dan saudara Tami, sedangkan dari pihakku hanya ada Kak Rani dan Bik Nur."Kok lama banget si Tami ini, Yo?" Tanya Kak Rani mulai gelisah, juga mulai mengantuk sepertinya."Tunggu sajalah, Kak. Atau coba Kakak hubungi. Dia bawa handphone, kok."Terlihat kak Rani mulai menghubungi Tami. Tapi hingga berulangkali, tak juga terhubung."Gak aktif nomornya, Yo," ujar kak Rani."Lagian kamu juga, Yo ... Kok tega-teganya ni
Part 36Pov TamiHari ini benar-benar hari-hari tersi*al dalam hidupku. Sudahlah diperas oleh mbah Ranem, kena rampok, eh pulang-pulang malah disambut dengan kejutan tak terduga.Sampai hati sekali bang Suryo menalakku hanya karena masalah aku mendukuninya. Padahal itu kan bukan hal yang fatal-fatal sekali.Jujur, walau di antara kami, cinta yang tumbuh itu tak terlalu besar, tapi ada ketakutan tersendiri untukku jika berpisah dengan bang Suryo. Berbagai macam hal menyebalkan sudah menari-nari dalam pikiranku, termasuk cari uang sendiri. Malas sekali aku rasanya. Apalagi sudah lama aku tak bekerja.Dengan berat hati, malam ini juga aku terpaksa meninggalkan rumah yang selama ini kutinggali. Bang Suryo bahkan tak memberiku waktu bersamanya sampai esok pagi. Dia berkata bahwa merasa was-was terhadapku. Mungkin takut aku pelet lagi. Tapi jelas tak mungkin, mbah Ranem saja sudah terlihat memusuhiku. Belum lagi terkendala biaya.Aku m
Part 37"Jadi Bapak lebih belain perempuan ini daripada aku, Pak?" Sungutku tak mau kalah."Ya jelas! Yang kamu sebut perempuan ini ... Itu istri Bapak. Ibumu juga!" Bentak bapak lebih keras, lalu langsung berlalu meninggalkanku dengan Yesi. Terlihat Yesi tersenyum penuh kemenangan."Buruan cuci piring, gih! Abis itu cuci baju dan beres-beres lainnya. Aku mau ke pasar dulu. Bye-bye!" Ucap Yesi sambil melenggang pergi dengan santainya.Aarrgh! Ger*amnya aku. Pokoknya bagaimana pun caranya aku harus kembali pada bang Suryo. Gak sudi aku, jika harus terus-menerus jadi babu di rumah ini.Dengan berat hati, kukerjakan juga kerjaan rumah yang seabrek-abrek. Ternyata ini lebih capek, dari pada saat aku masih jadi istri bang Suryo. Ah, lagi-lagi aku membandingkan kehidupanku yang dulu. Membuat aku jadi semakin ingin kembali pada bang Suryo.Apa aku harus mendukuni bang Suryo lagi? Sebab mustahil saja jika merayu bang Suryo secara alami
Part 38POV AuthorTepat pukul setengah sembilan malam Suryo membuka pintu kamar anak-anaknya. Ia menarik napas lega melihat keduanya telah terlelap di atas tempat tidur. Suryo masuk dan membenarkan letak selimut keduanya agar jangan kedinginan. Saat menatap wajah keduanya, ada rasa bersalah di hati karena harus memisahkan mereka dari Tami.Tapi kalau pun bertahan itu sulit. Tami sepertinya tak ada niatan untuk berubah dari sifat pelitnya. Terbukti dari ia yang ingin mendukuni Suryo hanya karena Suryo tak mempercayakan keuangan kepadanya.Setelah memastikan kedua anaknya nyaman dalam tidur, Suryo masuk ke kamarnya sendiri. Hari ini ia benar-benar lelah sekali, padahal ia hari ini minta cuti satu hari pada Beni, ya ... Sekadar menenangkan pikiran. Tapi seharian ini kegiatannya sangat padat. Tadi pagi-pagi sekali orang tuanya menelpon, mengabarkan akan pulang. Mungkin mereka ingin memberi support untuk anaknya yang sedang ditimpa masalah r