Setelah memesan makanan dan menikmatinya di kamar hotel saja, mereka akhirnya memutuskan untuk menonton di bioskop. Menghabiskan sisa waktu hari ini dengan mengunjungi beberapa tempat.
Sepanjang waktu, Ayesha mencoba mencari sela agar bisa membicarakan tentang apa yang dikatakan Rahman. Namun, sepertinya Hilbram tidak sedikitpun memberinya jeda untuk sekedar terlihat bersedih.
Ayesha bingung, namun dia juga menikmati kebersamaan bersama suaminya itu. mereka seperti dua pasang anak muda yang sedang kasmaran dan saling bucin. Sehingga ketika sedang bersama dan menikmati kebersamaan, tidak rela menyelipkan hal yang hanya akan merusak suasana romantis itu.
Hilbram bahkan, menonaktifkan ponselnya. Dia tahu, Rahman pasti akan terus mengganggunya dengan banyak sekali agenda pekerjaan yang sudah disusunnya sedemikian rupa. Belum lagi dia akan selalu bawel mengingatkan ini dan itu. Sudah seperti ibu-ibu saja. Batin Hilbram mulai sedikit kesal dengan asistenn
Kepala Ayesha sangat pusing, tapi dia masih dalam kesadarannya. Dia harus segera keluar dari toilet. Zain pasti sudah mencarinya. Kalaupun nanti dia pingsan, setidaknya Zain mengetahuinya.Langkahnya terhuyung dan sampai butuh berpegangan pada dinding. Toilet sedang sepi dan Ayesha tidak bisa meminta tolong pada siapapun. Hingga setelah berhasil keluar dari toilet, sebuah tangan besar memapahnya.“Hei, kau tidak apa?” tanya pria itu pada Ayesha yang sudah nampak pucat itu.“Astaga, tanganmu dingin sekali. Sini aku bantu kau duduk!”Ayesha tidak menolak bantuan pria itu karena memang tubuhnya sudah begitu lemah. Sudah ingin pingsan saja. Dan benar, sebelum sampai di tempat duduk dia sudah tidak mengingat apapun lagi...“Di mana aku?” Ayesha membuka matanya dan tidak tahu sedang ada di mana.Dia bangkit dan baru menyadari bahwa sepertinya sedang berada di rumah sakit.
Rahman sengaja meminta Ayesha menemuinya di suatu tempat dengan diantar Zain. Dia cemas Hilbram bisa mengetahuinya saat memeriksa CCTV rumahnya. Rahman tahu, Hilbram sangat mencintai istrinya itu. Jika ke depan ada hal yang tidak beres, maka Hilbram akan dengan mudah menyalahkan Rahman. Dalam pandangan Rahman, inilah yang terbaik untuk tuannyaa itu. Oleh sebab itu, Rahman merasa harus membicarakan semua ini pada Ayesha. Dia tahu Ayesha wanita yang penuh pengertian. Karenanya, dia akan mencoba dengan cara baik-baik terlebih dahulu. Meminta pemahaman darinya, demi kebaikan Hilbram. Jika memang Ayesha mencintai Hilbram, Rahman berpikir Ayesha akan mau berkorban untuknya. “Nyonya, Tuan Hilbram memiliki tanggung jawab yang besar. Dia tidak boleh mendahulukan ego-nya karena banyak orang yang bergantung di pundaknya.” Ayesha memahami hal itu. Dia juga tidak menampik bahwa banyak kepentingan yang bergantung pada keputusan suaminya itu. “Benar, Rahman. Apa yang kau inginkan dariku untuk se
Ayesha tidak melihat Zain saat mereka membawanya dengan mobil yang biasa dipakai Zain mengantarnya kemanapun pergi.Ketika mobil itu perlahan keluar dari rumah keluarga Al Faruq, ada rasa yang begitu kehilangan.Tatapannya menoleh ke belakang dan melihat rumah itu mulai menjauh. Semua cinta dan kenangannya harus dia tinggalkan di sana. Hatinya pilu dan sedih. Dia bahkan terisak harus menyadari semua sudah berakhir.Dua pengawal yang duduk di kursi depan saling melirik, namun tidak bereaksi apapun mendengar isakan sang Nyonya. Mungkin, mereka merasa kasihan padanya tapi tidak punya daya untuk melakukan apapun.Semua berjalan begitu saja hingga sampai di bandara. Ayesha masih dikawal hingga dipastikan benar-benar masuk ke pesawat dengan baik. Setelah itu semuanya sudah menjadi masing-masing. Ayesha bukanlah lagi Nyonya mereka. Dan tugas untuk mengawal sudah selesai.Sepanjang di udara, hatinya sudah tidak bisa digambarkan. Dia tahu, Hilbr
Hilbram begitu mencintai istrinya itu. Hingga foto-foto yang terlihat mesra itu sudah membuatnya sangat cemburu. Dia tidak suka melihat istrinya berpelukan dengan pria lain. Apalagi itu Gilga Andreas.Sejak pertama David sudah mengatakan bahwa Gilga Andreas menyukai Ayesha dan selalu berharap menjadikan Ayesha istrinya. Mengetahui sang istri pernah bertemu dengan pria itu beberapa kali, kemudian melihat foto-foto itu, Hilbram begitu murka. Dia berpikir, Ayesha memang meninggalkannya untuk pria itu.Hilbram tahu pria seperti apa Gilga itu. Dia seorang playboy yang selalu suka mempermainkan hati wanita. Memiliki seorang istri tidak juga membuat prilaku Gilga Andreas berubah. Entah pelet apa yang dipakainya hingga pria itu selalu bisa mendapatkan hati para wanita.“KEPAR*T KAU!” Hilbram mencekal kerah leher Gilga yang sedang asyik nge-bar bersama beberapa teman dengan para wanita penghibur.“Sebentar, apa-apan dirimu?” Gilga mencoba m
Hilbram sepertinya sudah lebih baik. Fatma melihatnya sedang berolahraga di tempat gym pribadinya. Dia sudah beberapa hari ini menunggu untuk bisa berbicara dengan sang keponakan. Dia tidak bisa berlama-lama dan sudah harus segera pulang ke negaranya. Urusannya banyak, tapi urusan yang ini tentu harus diselesaikannya.“Sayang, bisa kita bicara sebentar?” ujar Fatma yang sejak tadi sabar menunggu Hilbram menyelesaikan olahraganya itu. Begitu turun dari treadmill, Fatma menghampirinya.Hilbram menurut, dan mereka duduk di balkon sambil menikmati kopi yang disuguhkan pelayan.“Tante ikut prihatin dengan masalahmu. Tapi, kau tidak bisa terus seperti ini. Jangan terlalu berkeras mengangkat beban yang menyakitimu terus menerus. Sementara waktu, letakan dulu dan pikirkan hal lainnya,” tutur Fatma memberikan nasihat pada Hilbram.Hilbram tampak mendengar tapi sepertinya belum bersedia membahas apapun. Dia menyeruput kopinya dan
Ucapan Fatma mungkin ada benarnya. Hilbram tidak bisa terus menerus menahan beban hatinya yang hanya akan membuatnya sakit. Dia lebih baik menenangkan diri sejenak, lalu berpikir hal apa yang akan dilakukannya.Selama ini dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang diribetkan banyak orang disekitarnya tentang warisan kakek neneknya ini. Semua diurus pengacara dan Rahman. Karenanya tidak terlalu memahami apa dan bagaimana menyikapinya. Mungkin setelah ini, Hilbram akan mulai ikut mengurusi semuanya. Jadi tidak ada lagi yang berhak membuat keputusan atas hidupnya.Gila sekali jika hanya karena sebuah warisan yang bisa saja lenyap sewaktu-waktu, membuatnya kehilangan orang yang dia kasihi. Hilbram tentu menyayangkan sikap asisten dan pengacaranya.“Tuan, saya sudah menyelidiki bahwa Gilga Andreas memang tidak ada hubungan dengan Nyonya.” Taher memberi tahu Hilbram saat sudah sampai di Kota Surajaya. Kebetulan Rahman sedang di Qatar mengurus bisnis Al Faruq.“Aku sudah menduganya.” Hil
Semua kenyataan itu membuatnya menyadari satu hal, bahwa sudah banyak kesulitan yang dihadapi Ayesha selama ini, dan wanita itu dengan luar bisa mampu melewatinya.Kemudian dia merasa sedikit terangkat beban kecemasannya, berharap Ayesha juga bisa melewati semua ini di luar sana dengan tetap baik-baik saja.“Tunggu aku, Sha! Tunggu aku menemukanmu. Tetaplah baik-baik saja di sana,” ujar Hilbram menatap potret Ayesha di kamar mereka. Memeluknya dalam tidurnya yang kesepian.❤️❤️❤️Jauh di sana, wanita yang sedang dirindukannya itu sedang termenung menatap malam yang penuh bintang—bintang di langit sana, juga sedang merindukan suaminya yang dia tidak tahu, apakah masih merindukannya atau malah membencinya karena sudah diam-dia pergi tanpa meninggalkan pesan apapun?“Jangan terus dirisaukan, minum susumu, bayi mungil di perutmu butuh mama yang kuat agar dia juga bisa tumbuh dengan kuat!” seseorang muncul dari balik pintu menyodorkan segelas susu untuk Ayesha.“Oh, kenapa kau serepot
Hanin sudah berangkat mengajar sepagi tadi dan Ayesha masih juga rebahan di tempat tidurnya. Seperti biasa hanya bisa termenung dengan pikiran-pikiran yang berkelabat di kepalanya.Dia bangkit dan duduk di ruang depan. Termenung kembali menatap jendela kaca dan pintu yang tertutup itu.Sebenarnya sepanjang hari dia berharap ada seseorang yang mengetuk pintu itu. Ayesha kemudian membukanya dan berharap Hilbram tiba-tiba sudah berdiri di sana.Tapi, ini sudah hampir 3 bulan mereka berpisah dan ada sesuatu yang membuat dada Ayesha bertambah sesak. Bukankah pria itu dengan segala kuasanya mampu melakukan apapun? Termasuk menemukannya yang hanya terpisah selat penyekat pulau mereka berada.Ayesha masih ingat, Hilbram pernah mengatakan bahwa dia akan menemukannya walau lari ke ujung duniapun. Lantas, harus menunggu berapa lama lagikah agar pria itu bisa menemukannya di sini?Apakah Hilbram benar-benar tidak peduli padanya lagi?O