Semalam Hilbram pulang larut saat Ayesha sudah terlelap dalam tidurnya. Jadi mereka belum membicarakan tentang apa yang ingin Ayesha sampaikan. Pagi ini kelihatannya pun suaminya tidak bisa diganggu karena Taher sudah membuatnya sibuk di ruang kerjanya dengan beberapa dokumen yang membutuhkan tanda tangannya. “Adam sudah halum?” Ayesha menimang putranya yang sudah rapi itu. “Bentar, tunggu papa dulu ya, kita berangkat bareng papa!” “Papapapap!” Adam seolah sudah tidak sabar. Melihat mamanya sudah rapi, dia tahu bahwa akan segera berangkat ke tempat bermainnya di daycare. Sedikit siang mereka baru berangkat karena Hilbram masih ada yang harus dikerjakan. Dia juga tidak mengizinkan Ayesha berangkat duluan. Jadi Ayesha harus bersabar menunggu sang suami. “Aku pikir kau sudah tidak mau ke kantor karena kejadian kemarin?” ujar Hilbram yang duduk di belakang, membiarkan Taher menyupirinya. Karena setelah ini mereka akan ke luar kota untuk sedikit urusan. “Oh, jadi Mas sudah tahu hal it
“Astaghfirullah!” Ayesha yang baru masuk benar-benar terkejut melihat beberapa orang duduk dengan serius mendengar arahan suaminya, lalu kompak menatap ke arahnya dengan tatapan yang mengerikan sekali baginya. “Maaf, aku—aku sudah salah masuk!” ujar Ayesha yang kemudian menyadari kebodohannya. Mana mungkin dia bisa salah masuk ke ruangan big bos. Mata-mata itu semakin menelanjangi dirinya. Dia benar-benar sudah gegabah. Sudah sukses membuat orang di sana menjadi semakin terheran-heran penuh hal buruk tentangnya. “Ya sudah, kalian bisa keluar dan lanjutkan pekerjaan. Aku akan mengurus karyawan yang nakal yang sudah salah masuk ruangan ini!” ucap Hilbram menahan senyum. Sementara justru membuat pikiran di kepala pegawainya itu sudah kemana-mana. Hanya bisa saling menatap dan tanpa banyak bicara bangkit keluar. Curi-curi lirik pada wanita berhijab yang berdiri canggung itu. “Jadi gosip di kantor ini benar, kalau Tuan kita memang ada affair dengan salah satu karyawan di sini?” tuka
“Bangun, Sayang. Bukankah ini masih jam kerja?” Ayesha membelai wajah suaminya yang begitu lelap dalam tidurnya itu. Perlahan mata itupun terbuka lalu menatap wanita yang sudah habis-habisan memuaskannya itu. Dia merasa mulai nampak familiar dengan semuanya. “Terima kasih, Sayang” ucapnya mengecup kening Ayesha penuh sayang. “Ini tidak gratis, lho!” Ayesha mencebik manja dan mengingatkan kesepakatan mereka. Hilbram terkekeh, Ayesha benar-benar menyelami perannya sebagai seorang selingkuhan. Apa yang sebenarnya dia mau? Toh dia sudah pasti mendapatkan semua yang Hilbram miliki. “Waktu itu aku sudah tanpa sengaja mengiyakan tawaran Hanin untuk bernyanyi di acara pernikahan yang dihandle temannya. Boleh ya?” Hilbram menatap Ayesha dengan terkejut. Bagaimana mungkin dia akan mengizinkan istrinya menjadi penyanyi di sebuah acara pernikahan? “Ingat, sudah janji lho tadi?” Ayesha menandaskan, sebenarnya sudah was-was saja pria ini tidak akan mengizinkannya. “Kali ini saja, bol
Diantara tamu undangan yang lainnya terdapat beberapa orang yang mengenal Ayesha sebagai teman di kantornya. Ada Maya dan Cibel. Verni juga terlihat bergabung bersama dua wanita itu. “Bukankah itu wanita yang tiba-tiba datang ke ruang kerja big bosmu?” tanya Cibel menatap ke arah panggung tempat Ayesha melantunkan lagu-lagu. “Yess, Miss. Tidak salah. Itu memang dia.” Verni antusias karena itu memang anak di devisinya. Baru tahu kalau dia penyanyi. “Ternyata penyanyi dia?” Maya menyahut. “Mungkin sebelum ini nyanyi di kafe atau malah jadi purel di karaoke?” Verni malah menduga-duga saja. Ketiganya tersenyum sinis menatap Ayesha yang tampak anggun dan cantik itu. Namun siapa sangka, dia adalah wanita simpanan big bos. benar-benar seperti dua gambar yang berbeda di satu koin. “Barangkali saja ada masalah dengan rambutnya makanya ditutupi hijab. Dan kalau berhijab otomatis bajunya juga menyesuaikan ‘kan?” sahut Vernie tidak percaya kalau Ayesha wanita yang alim. Dia segera ing
Thalita akhirnya menyadari bahwa selama ini dia terlalu kejam pada Rahman. Padahal pria itu sudah berbaik-baik pada keluarganya. Membantu papanya yang hampir stres dan frustasi karena kondisi ekonominya yang bangkrut di masa pandemi ini, sementara sepupunya yang sombong itu malah membuat mamanya terhina. Sebenarnya sudah sejak malam itu, dia mulai merubah penilaiannya terhadap Rahman. Rahman juga bukanlah pria yang buruk untuk disukainya. Meski usia mereka terpaut sangat jauh, sikap Rahman yang sabar atas semua perangainya, membuat Thalita merasa dilindungi. Thalita merasa memberikannya kejutan malam ini adalah hal yang pantas diterimanya. Sebagai permintaan maaf atas sikap-sikapnya selama ini yang selalu mengujinya. Dan kenyataan bahwa Rahman adalah papa dari putrinya tidak akan pernah bisa dihapus dalam hidupnya. Selain terikat pernikahan, di antara mereka juga sudah ada seorang putri, yang selamanya akan menghubungkan keduanya. “Aku sudah menunggumu sejak tadi?” ujar Thalita men
Sebagai orang yang sudah mengalami jatuh bangun dalam hidup, Ayesha pasti sudah memiliki insting bahwa Verni dan kawannya berusaha mempermalukan dirinya di depan Hilbram dengan harus menyanyi. Ketiga wanita yang merasa kelasnya lebih tinggi dari yang lainnya itu berpikir, bahwa big bos perusahaan ini akan datang bersama keluarganya agar bisa membuatnya cemburu dan tersisih. Sayangnya, hal itu tidak akan bisa mereka dapatkan dikarenakan istri dari sang big bos yang mereka tunggu--adalah yang bernyanyi di panggung untuk menghibur. Tidak masalah. Ayesha juga belum pernah bernyanyi langsung di depan suaminya itu. Anggap saja dia ingin mempersembahkan perasaannya pada pria di sana yang sudah duduk dan masih bercengkrama dengan kolega bisnisnya. Ketika master ceremonial memberitahu bahwa Ayesha harus segera bersiap untuk tampil, dia pun berkomunikasi sejenak dengan grup musik dan meminta untuk memainkan sendiri piano pengiring lagunya. Di layar besar yang menjadi latar belakang panggung
“Dasar wanita tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia mau ke depan!” Cibel dengan geram melihat Ayesha yang sudah berdiri di samping Hilbram sambil tersenyum seolah tidak ada yang salah. “Yang tahu tentang affair itu kan cuma segelintir kita, itu para cecunguk di sana mana tahu tentang kebusukan wanita itu!” Maya juga ikutan sebal. Apalagi Verni yang rasanya ingin menghancurkan panggung itu. “Kenapa kalian?” tiba-tiba suara Praja mengagetkan mereka. Mereka lupa bahwa ada orang lain yang duduk tidak jauh dari sana. Dan itu pria yang juga dekat dengan Ayesha. “Oh, bukan apa-apa, Pak!” Verni yang merupakan pegawai biasa tidak selevel Maya dan Praja sedikit segan menanggapi pria itu. “Kenapa sejak tadi sepertinya kalian membicarakan wanita yang di depan sana?” Ketiganya diam. Rasanya tidak ingin membahas hal itu dengan pria ini. Bagaimanapun Praja adalah orang yang dekat dengan Ayesha. Sudah tentu akan menganggap Ayesha selalu baik. “Lebih baik jangan bicara macam-macam kalau tidak tahu
Selesai menyuapi Adam makan siang, Ayesha mencoba menggendong anaknya. Namun bayi 8 bulan itu sudah tidak mau digendong lagi. Adam mencoba melepaskan diri dari sang mama. Dia dengan gesit merangkang mengambil mainan yang terserak, bahkan sudah bisa mencoba berdiri sambil berpegangan di dinding. “Ya Allah, Nur. Adam sudah pengen jalan itu?” Ayesha yang mengetahui anaknya berdiri segera mengambil ponselnya untuk mengabadikannya. Papanya harus tahu ini. “Sayang, kemari, Nak?” Ayesha memanggil Adam yang tertawa-tawa sendiri saat merasa bisa menunjukan kemampuannya berdiri. “Ya udah deh, kalau Adam enggak mau sama Mama, Mama berangkat kerja lagi ya?” Ayesha tahu biasanya Adam akan langsung berlari ke arahnya kalau dia mengatakan akan pergi kerja. Padahal tadi dia terus menolak digendongnya. “Mamama...” celoteh Adam sambil merangkak menghampiri kaki Ayesha karena sudah berdiri menenteng tasnya. Dia tahu akan ditinggal karenanya datang menahannya. Ayesha tertawa dan langsung menggendon