Kembali ke rumah pribadinya, ada perasaan yang tidak bisa diungkapnya. Dia bingung hal apa itu?
Menatap taman di samping rumahnya yang penuh bunga-bunga, dia teringat seseorang yang menyukai bunga.
Siapa?
Neneknya kah yang dilihatnya sedang memetik bunga dan merangkainya di sana?
“Bram, di mana kamarku?” Thalita terlihat memegangi pinggangnya, mungkin lelah.
Sebentar lagi dia sudah masuk bulan melahirkan. Sungguh kasihan jika melihat wanita hamil. Tampak kesusahan dengan perutnya yang membesar. Terlebih Thalita tidak bersama ayah dari bayinya. Hilbram berpikir, tega sekali pria yang sudah membuat sepupunya hamil itu namun malah meninggalkannya.
Momo hadir dan menunjukan kamar yang akan di tempati Thalita.
“Saya sudah bersihkan, Nona. Silahkan!”
Setahu Momo Thalita adalah sepupu Hilbram. Pernikahan itu belum banyak yang mengetahui. Bahkan pegawai Hilbram yang tidak serumah, tidak juga mengetah
“Besok kau akan ke Qatar ‘kan? Jadi sekarang kau harus menemaniku jalan-jalan!”Thalita menggandeng lengan Hilbram saat mereka memutuskan jalan-jalan sore itu di sebuah mall.“Jahat sekali kamu, Bram! Istri mau melahirkan malah ditinggal.” Masih Thalita bergumam kesal.“Papa dan Mamamu akan datang, kau akan balik ke Kota Pusat besok. Lagi pula ini juga di luar rencanaku. Tadinya aku mau berlibur saja sementara waktu di kota kelahiranku ini. Ternyata ada hal yang membuatku harus datang ke Qatar.”Hilbram juga terlihat sangat kecewa. Rahman memang tidak memaksanya untuk hadir jika Hilbram tidak menginginkannya.Namun, pria itu menyampaikan sesuatu yang sekiranya membuat Hilbram tidak tenang kalau tidak datang ke Qatar.Bagi pria berprinsip dan berkomitmen tinggi terhadap pekerjaannya, Hilbram tentu memilih untuk pergi ke Qatar.“Tunggu di sini sebentar, aku mau ke belakang!” Th
“Mbak? Mbak tidak apa-apa?”Seorang pria terkejut ketika tiba-tiba Ayesha roboh di pelukannya saat masih ada di lift.“Eh, sadar Mbak!” Pria muda itu sedikit panik karena Ayesha pingsan. Dia tidak mungkin mengabaikannya apalagi tahu kalau wanita yang pingsan di pelukannya itu sedang hamil besar.Begitu lift terbuka, pria itu berteriak meminta tolong, namun sepertinya orang yang tidak banyak di luar sana hanya terbengong. Baru kemudian seorang petugas datang terburu menghampiri.“Pak Sebastian?” Petugas keamanan itu terkejut karena melihat bos pemilik mall tempatnya bekerja sedang memapah wanita yang hamil. Setahunya, bosnya itu belum menikah.“Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak lihat aku membawa wanita hamil?” Pria yang bernama Sebastian itu melotot pada petugas itu.“Oh, baik, akan saya panggilkan ambulans.” Petugas itu jadi ikutan panik. Jangan-jangan wanita yang bersama bosnya itu akan segera melahirkan.“Hai, tunggu!” Sebastian jadi bingung sendiri. Akhirnya dia menggendong tubuh
“Ayah, bisa adzani putranya Ayesha?”Santi yang masih sembab melihat perjuangan Ayesha melahirkan menghampiri suaminya yang baru datang. Pria itu langsung menuju rumah sakit seusai kerja saat putrinya menyampaikan temannya melahirkan.Prajayaksa, namanya. Dia salah seorang manajer di perusahaan keluarga Al Faruq yang ada di Kota Surajaya. Prajayaksa sudah mengetahui bahwa teman putrinya itu adalah istri bos besar pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Namun, dia tidak terlalu paham bagaimana pada akhirnya Ayesha berpisah dengan bos besarnya itu. Di kantor tidak ada isu apapun yang membahas hal ini.Di tempatnya bekerja, mereka tidak terlalu memahami keluarga pemilik perusahaan. Karena Hilbram sendiri tidak berkantor di Kota Surajaya. Dia hanya sekali dua kali saja menyambangi perusahaan itu. Selebihnya sudah ada pegawainya yang menangani. Sehingga tentang bagaimananya seorang Hilbram, merupakan sebuah misteri. Terlebih bagi pegawai biasa saja.Praja sendiri selama bekerja puluhan tahu
Hilbram merasa gamang dan hambar sekali lagi dalam hidupnya. Seperti dia berada di suatu ruangan tertutup yang tidak tahu jalan keluarnya, padahal dia begitu ingin keluar dari tempat itu.Setelah memutuskan berendam di air hangat dan merenung di sana, Hilbram jadi ketiduran sesaat. Di tidurnya yang singkat itu dia terbangun karena mendengar suara seseorang memanggilnya.“Tuan?...”“Ya?” sahutnya berjingkat sembari membuka matanya dan melihat tidak ada orang di sekitarnya.Suara siapa itu?Apakah memorinya sudah perlahan mengingat sesuatu?Disisirnya setiap sudut kamar mandi yang luas itu. Mencari jejak-jejak bayangan yang mungkin saja terlintas di sana. Namun, hanya kesepian yang di dapatnya.Hilbram benar-benar tidak bisa menemukan sesuatu yang membuat hatinya terus bertanya-tanya tidak menentu. Otaknya melupakan banyak hal, namun hati dan perasaannya terus merongrong seolah dia kehilangan sesuatu dan harus segera mencarinya. Tidak ingin kedinginan di dalam bathtub, akhirnya Hil
Begitu mobil Rahman sudah keluar dari halaman rumah untuk selanjutnya menuju bandara menerbangkannya ke Qatar, Hilbram pun menghampiri mobilnya dan bersiap hendak ke suatu tempat.Seperti biasa pengawalnya menawarkan untuk menyupirinya.“Tidak perlu, aku hanya ingin sendiri,” ucapnya bergegas memasuki mobilnya.Dari kaca spion dia tahu ada mobil pengawalnya yang mengikuti. Hilbram membiarkannya saja. Dari pada malah nanti harus banyak berspekulasi. Lagipula mereka hanya akan mengawasinya dari jauh.Hilbram berencana mengunjungi Rumah Sakit Ibu dan Anak seperti yang disampaikan Sebastian kemarin. Dia tidak tahu tujuan pastinya ke tempat itu. Hanya ingin memenuhi keinginan hatinya saja untuk menemui wanita yang bernama Ayesha itu.Kalaupun tidak bisa menemuinya dan bertanya sesuatu, mungkin sekedar melihatnya saja dari jauh. Lalu memikirkan apakah dia merasa mengenalnya?Saat langkah kakinya mulai menapak di kor
“Subhanallah, Sha! Anakmu tampan sekali!” Hanin menimang bayi mungil itu sambil mengagumi keelokannya. Membuatnya gemas ingin menciuminya terus.Ayesha hanya tersenyum. Pias lelahnya masih terpancar di wajahnya. Namun setelah melihat putranya yang lucu itu, hatinya terhibur. Lelahnya tiba-tiba tidak terasa, juga rasa sedihnya menguap saja entah kemana. Mudah-mudahan dia tidak lagi mengingat hal—hal yang membuatnya sakit hati dan menderita.Saat ini dia merasa harus tetap baik-baik saja untuk sang putra. Malaikat kecilnya. Dia tidak akan memperdulikan apapun lagi. Jiwanya serasa harus kembali terlahir namun dengan tujuan yang berbeda. Yakni semata untuk membesarkan anaknya.“Kemarikan, Nin. Dia harus nenen!” Ayesha mengulurkan tangannya meminta sang bayi dikembalikan padanya. Sejak tadi Hanin yang selalu menimangnya. Seolah keduanya berebut mainan untuk digendong.Hanin tertawa lalu memberik
“Sepertinya nomor Anda diblokir, Bos!” ujar Miko, pria yang baru saja menjadi intel dadakannya itu.Hilbram sengaja menemui Sebastian temannya itu untuk misi ini. Karena merasa semua pegawainya sudah atas kendali Rahman, dia sengaja merekrut beberapa orang baru tanpa sepengetahun Rahman. Salah satunya, Miko.Dia punya alasan tersendiri, namun masih ragu untuk menyatakannya dalam sikap. Karenanya, bertindak diam-diam adalah pilihan yang menurutnya bijak. Jadi, bilapun nanti apa yang dipikirkannya tidak benar, Hilbram tidak akan merasa tidak enak pada asistennya itu. “Begitukah?” Hilbram mengernyitkan dahinya. Untuk apa nomornya sampai di blokir?“Benar, Bos. Saya masih bisa, kok, menghubungi nomor tersebut.” Miko menyimpulkan setelah mencoba menghubungi nomor kontak Hanin namun segera memutuskannya. kalau nomor itu sudah tidak aktif, Miko tentu tidak bisa menghubunginya. “Mengapa nomorku sampai ada yang memblokir?”Banyak orang yang merasa bangga bisa memiliki nomor kontak Hilbram
“Ayesha?”Hilbram mengulang nama itu dengan helaan napasnya setelah pelayannya menyebutkan nama yang sama. Membuatnya semakin yakin bahwa wanita itu memang ada kaitannya dengan hidupnya.Sudah beberapa kali ini dia mendengar nama yang sama dari orang yang berbeda.Dan, pelayannya itu dengan jelas mengatakan bahwa Ayesha adalah istrinya.Dia—menjadi bingung dan tampak berusaha mengingat apa yang disampaikan pelayan itu.Ayesha adalah istrinya?Jadi, sebelum ini dia sudah menikah namun Rahman dan yang lainnya menyembunyikan kenyataan ini?Ada apa dengan semua ini? Hilbram harus mencari tahunya.“Apa yang kau ketahui tentang Ayesha?”“Nyonya seorang guru di Yayasan Al Faruq, Tuan. Selebihnya saya tidak banyak tahu.”Hilbram menduga, bisa jadi mereka bertemu di sana. Yayasan itu milik keluarganya ‘kan?“Tuan, Pak Rahman akan memecat saya karena keceplosan mengenai hal ini. Tolong saya minta pengertian dari Anda untuk bisa melindungi saya!” mungkin terkesan terlalu sok dekat dengan meminta