Thalita mendengar Taher menelpon Hilbram untuk mengadukannya. Dia jadi kesal sekali dengan Hilbram karena beraninya hanya menyuruh asistennya itu yang memintanya keluar dari rumah ini. Bilang saja dia tidak tega melihatnya menangis-nangis.Bagaimanapun juga, Thalita tidak mau pergi dari rumah ini. Orang tuanya hanya memikirkan dirinya sendiri, lalu pria yang statusnya sebagai suaminya pun bahkan tega memukulinya demi selingkuhannya itu.Hanya Hilbram yang dia punya saat ini. Thalita tidak mau kehilangan perhatiannya.Dia harus memikirkan cara agar Hilbram tidak akan memintanya pergi. Sekilas dia melihat kotak makanan di meja. Ada tulisan sea food. Dia punya alergi dengan segala macam sea food. Thalita jadi punya ide.Ditolehnya ke kanan dan ke kiri, lalu dengan cepat disambarnya kotak makanan itu dan langsung dibawanya ke kamar.“Makananku mana?” Salah seorang satpam mencari-cari makanannya.Dia melihat Taher yang berjalan mendekat dengan penuh selidk.“Ada apa melihatku begitu?” Ta
Hilbram meminta Nur membawa Adam ke mobil dulu. Sudah ada Taher dan Miko menunggu mereka di luar. Dia menarik lengan istrinya itu dengan lembut untuk meminta pengertian. “Kau lihatlah kondisi Thalita, dia dirawat di rumah sakit ini juga. Nanti kalau sudah sehat, aku akan memintanya ke Kota Pusat,” ucap Hilbram membujuk. Berharap Ayesha memahami kondisi inii. Hilbram yakin setelah Ayesha melihat kondisi Thalita, dia tidak akan tega meminta Thalita pergi. Ayesha melihat raut serius di wajah suaminya itu. Dia jadi penasaran separah apa kondisi Thalita? “Dia kenapa, Mas?” tanya Ayesha melihat Thalita yang sampai harus dibantu tabung oksigen untuk bernapas. “Dokter bilang Alergi. Napasnya sesak dan seluruh tubuhnya bengkak. Barusan dia diberi obat penenang jadi baru bisa tidur.” Kalau tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa menyedihkannya keadaan Thalita, Ayesha mungkin masih tidak percaya. Dia jadi merasa bersalah sudah seburuk itu berpikir tentang Thalita. “Adam sudah
Suara Adzan dari mushola yang tidak jauh dari rumahnya menggugahnya dalam lelap tidur yang sepertinya baru saja dia memejamkan matanya.Saat merasakan tubuhnya terasa berat dalam pelukan seseorang, Ayesha membuka matanya dan melihat pria yang tampak sangat lelah ada di sampingnya. Sejak kapan suaminya itu datang?“Mas, aku mau sholat” ujar Ayesha yang tidak berhasil bangkit karena tangan Hilbram menarik tubuhnya kembali ke dekapannya.“Ya, bentar lagi, aku masih ngantuk!” tukas Hilbram dengan suara bantalnya mendekap Ayesha yang mencoba melepaskan diri itu.Ayesha akhirnya menunggu sebentar sampai pria ini melepaskannya. Dia juga masih mengantuk, tapi sudah tidak bisa mencoba memejamkan matanya. Hanya bisa menatapi wajah tampan yang masih anteng dalam pejaman matanya itu. “Jam berapa Mas pulang?” tanya Ayesha sambil membelai wajah itu dengan lembut.“Jam dua mungkin?” jawab Hilbram lebih terdengar sebagai gumaman.“Nunggu di rumah sakit?” tanya Ayesha lagi.Dia tahu, meski terlelap
“Tuan, Nona Thalita sudah dibawa pulang dan Nyonya Fatma juga sudah dijemput. Kondisi rumah Kota Pusat masih dalam renovasi, jadi belum layak untuk ditempati.” Taher melaporkan pada sang Tuan. Meski tahu ada sang nyonya di sampingnya.Ayesha menatap Taher yang berlalu setelah menyampaikan hal itu. Dia berpikir seolah pria itu sengaja menjelaskan tentang kondisi rumah Kota Pusat di hadapannya agar dirinya bisa memaklumi kalau Thalita tidak bisa pergi ke sana saat ini.“Kenapa rumah di Kota Pusat direnovasi?” tanya Ayesha kemudian meminta penjelasan. Padahal sebelumnya tidak ada sesuatu hal.“Kau mengira aku yang meminta itu agar Thalita tidak di antar ke sana?” Hilbram mulai merasa Ayesha sangat menyebalkan dengan terus mencurigainya.“Mas sakit hati sekali sepertinya?” Ayesha merasa suaminya dengan terang-terangan menunjukan rasa sebalnya.“Bukan begitu, Sayangku...” Hilbram segera menyadari sudah kelepasan salah bersikap.“Aku ‘kan sudah bilang tidak masalah juga Thalita tinggal d
Panggilan dari Ayesha membuat Hilbram teralihkan dari fokus pekerjaannya. Dia menyambar ponsel di meja kerjanya.“Iya, Sayang?” ujar Hilbram cepat, berharap istrinya itu berubah pikiran dan memintanya menjemputnya.“Aku hanya minta waktu sebentar, Mas. Kenapa masih mengirim orang mengawasiku? Tidak enak dengan Hanin sekeluarga yang kalau tahu merasa privasinya terganggu!”“Apa?” Hilbram terkejut Ayesha bahkan tahu hal itu.Hilbram tahu, Ayesha memang wanita cerdas, dia cepat sekali menghafal semua tentang dirinya. Sepertinya dia harus hati-hati dengan langkahnya.“Aku tidak bisa membiarkan anak dan istriku dalam bahaya, Sayang! Kau sudah tidak bersamaku, jadi aku tidak bisa tenang memikirkan kalian.” Hilbram dengan terpaksa mengakuinya. Saat panggilan diakhiri, Hilbram sambil keheranan menatap Miko. Raut kesal nampak juga di wajahnya.“Anak buahmu tidak profesional sekali. Istriku sampai tahu ada orang yang mengintainya.”“Benarkah?” Miko juga jadi keheranan. Sejeli apa nyonyanya
“Kau tidak sendiri, Sha! Ada aku bersamamu,” ujar Hanin yang terlihat lebih murka dari Ayesha sendiri.Dia melihat sahabatnya itu hanya terdiam dengan tatapan kosong sepanjang jalan, Hanin bertambah sakit hati.“Turunin aku sebentar, Nin!” ujar Ayesha yang merasa pusing.Hanin menghentikan mobilnya dan melihat Ayesha terburu-buru keluar. Dia duduk di trotoar jalan yang sepi itu sambil menangis sesenggukan. Hanin menatapnya dengan penuh iba. Bukan sekali ini dia melihat sahabatnya seperti itu.Ayesha bukan wanita yang jahat dan kejam hingga harus menerima takdir cinta yang terus membuatnya hancur itu. Ayesha anak sebatang kara yang malang. Hidupnya susah dan penuh cobaan. Pria kejam itu apa tidak punya rasa belas kasihan saat harus membuat wanita sebaik Ayesha mengalami semua ini.Bukankah akan lebih sederhana kalau dia mengakhiri hubungannya dengan Ayesha saat mereka terpisah waktu itu, jika dalam hatinya masih juga mencintai wanita lain?Apa karena mereka orang kaya lalu bisa seena
“Kau yakin akan balik ke rumahmu sendiri?” Hanin yang mengunjungi Ayesha menanyakan tentang rencana sahabatnya itu.“Iyalah!” sahut Ayesha cepat. Seolah tidak mau merubah keputusannya. Dia akan segan jika tanpa malu terus tinggal di tempat orang.“Sudah siap akan bertemu kembali dengan suamimu itu?”“Kenapa tidak, cepat atau lambat aku juga pasti bertemu dengannya.” Ayesha dengan mantap menjawabnya.Sebulan ini mengunci diri dari dunia luar membuatnya mulai bisa berpikir lebih baik. Mencoba mendewasakan hati dan pikirannya dalam kesendirian dan doa-doanya disetiap sholatnya. Dia bersyukur, hatinya memiliki iman yang selalu bisa membimbingnya.Setelah ini, dia harus mempersiapkan diri menjalani babak baru hidupnya. Ayesha sudah ikhlas jika pada kenyataannya suaminya itu memang masih memiliki hubungan asmara dengan sepupunya sendiri. Dia juga sudah menyiapkan mental menjadi seorang single parent untuk Adam. Sejak hamil dia memang sudah memupuk mental seperti itu.“Sha, Pak Dirga tidak
Ayesha meminta Adam dari gendongan Hilbram. Dia lebih memilih menghubungi Dirga untuk menjemputnya. Seharusnya pria itu memaklumi mengapa Ayesha sampai harus bersikap demikian.“Kita pulang sama Om Dirga, ya?” ujar Ayesha yang melihat Dirga sudah menghampiri.Untungnya, Adam tidak menolak. Anak kecilnya itu juga sudah akrab dengan Dirga. Sebulan ini, pria itu sudah merelakan waktunya untuk menemani Adam.“Om...Om...” Adam terlonjak senang melihat Dirga datang.Ayesha langsung berjalan menuju mobil Dirga tanpa sedikitpun melirik Hilbram yang masih berdiri di sana. Dirga yang mengambil stroler itulah yang menyapa sang pemilik yayasan tempatnya mengajar. Tidak mungkin dia mengabaikan begitu saja pria itu.“Permisi, Tuan!” ujarnya basa-basi lalu segera memasukan stroler itu dan bersiap melajukan mobilnya keluar halaman rumah sakit.Meninggalkan pria yang masih berdiri membeku menatap mereka sampai tidak terlih