Share

Bab 4 - Aku Takut Ruang Gelap

Sebelumnya, Nial melihat sendiri lelaki yang mengantar Bela pulang sedang melambaikan tangan dengan seulas senyum yang paling menawan. Yang mana hal itu membuatnya gerah.

Ia berpikir anak-anak muda jaman sekarang seenaknya mengantar pulang istri orang tanpa rasa takut, tepat di depan pintu gerbang rumah suaminya.

Nial melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya sendiri.

Ia masuk ke dalam kamar saat suara petir yang sangat hebat terdengar pecah di luar.

"Apa dia akan baik-baik saja? Biarkan saja! Siapa suruh dia dekat dengan lelaki lain?"

Nial menghempaskan tubuh lelahnya ke atas ranjang. Memiringkan badan dan memanggil ingatan di mana semalam ia dapat melihat Bela tergolek kesakitan saat ia mengambil miliknya yang paling berharga, gadisnya.

Hal itu justru membuat gairahnya membuncah, hanya dengan memikirkan bagaimana bentuk tubuh Bela membuat hormon lelakinya bangkit dari tidur. Nial memijit keningnya, memejamkan mata.

"Maafkan aku, Catherine! Aku hanya akan menjadikannya boneka di sini. Bagiku ... hanya kamu yang berhak atas segalanya. Hatiku, perasaanku."

Nial pikir tidur sejenak akan melonggarkan otot di kepalanya yang menegang.

Ia tidak tahu bagaimana ketakutannya seseorang yang ia kurung di dalam gudang.

....

Bela, ia terus menatap foto istri dan anak Nial yang baru saja ia buka penutupnya. Kepalanya sedang dipenuhi seribu tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orang itu sehingga foto mereka terasingkan di sini dengan penuh debu dan bersanding dengan televisi usang.

Ia melupakan satu hal, bahwa kegelapan membuatnya kesulitan bernapas. Ia takut ruang gelap. Kepalanya pusing, perih di sudut bibirnya yang sobek akibat tamparan Vida terasa seperti gigitan semut yang menyengatnya.

Bela berjalan dengan melihat sekitar, mencari saklar lampu yang barangkali tersembunyi di sudut ruangan atau tertutup jam kuno yang tingginya sebesar lemari pakaian. Atau mungkin ada di balik patung pualam? Entahlah ....

Tapi ia benar-benar tidak bisa menemukannya.

Nyctophobia ini menyerangnya hingga ke ujung kaki.

Ia tidak sadar baru saja menyenggol guci besar milik Nial hingga jatuh ke lantai dan pecah berserakan.

Bela merasa kepalanya membentur lantai saat ia limbung ke depan. Serpihan guci itu melukai wajah, lengan dan kakinya.

Ia merasa akan pingsan sebentar lagi jika pintu ruangan tidak segera terbuka dan kemunculan lelaki yang berseru memangggil namanya dalam kepanikan.

"BELA!"

Ia tahu ini adalah suara Nial. Tapi ia tidak punya daya untuk membalas panggilannya barang hanya sepatah kata.

Ia merasa tubuhnya terangkat dari lantai yang dingin. Tangan kekar dan berotot Nial merengkuhnya dan membawanya keluar dari gudang.

Matanya temaram saat ia menjemput cahaya gemerlap lampu di luar. Yang tergantung di langit-langit atap berbentuk pentagon.

Bersama pandangan seorang wanita paruh baya yang ia ketahui sebagai Kim, Kepala Pelayan di rumah Nial.

Ia ketakutan bahkan berpikir ia sudah akan mati. Netranya menangkap wajah khawatir Nial yang tidak mengatakan apapun saat membawanya memasuki kamar dan membaringkannya di atas ranjang.

"Bela," panggilnya lagi.

Bela merasakan tangan besar Nial menyentuh kepalanya.

"Kamu baik-baik saja?"

Suara bariton Nial begitu dekat dengannya. Bela tahu dunia telah kembali seperti seharusnya.

Ketakutannya memudar dan ia bisa sepenuhnya melihat langit-langit kamar dengan jelas.

"Ya," jawabnya lemah.

Nial pergi dari hadapannya dan kembali dengan kotak obat.

"Kenapa pingsan?" tanyanya acuh seraya mengambil kapas dan memberi obat di atasnya dan ia gunakan untuk menyentuh wajah Bela yang tergores pecahan guci.

Bela memalingkan wajahnya, ia takut tangan besar Nial akan memukulnya dengan kasar karena menganggapnya menipunya agar bisa dikeluarkan dari dalam gudang.

Tapi ternyata tidak, tangan Nial menyentuhnya dengan lembut. Dengan hati-hati takut jika telapaknya akan meremukkan wajah mungil Bela.

"Kamu tidak mendengarku?"

Nial mengalihkan pandangannya dari luka di wajah Bela dan mata mereka bertemu.

Bela meremas jemarinya, ia takut dengan mata Nial yang terasa mengulitinya. Lelaki itu menunggu jawabannya yang tertahan di tenggorokan tanpa bisa ia keluarkan.

"Ak-aku ...."

"Apa kamu kambing yang kedinginan? Kenapa suaramu bergetar?"

Meski dengan nada kesal, tapi tangan Nial beralih mengobati lengan Bela tetap dengan hati-hati.

"Aku fobia ruang gelap."

Bela menjawabnya secepat mungkin. Persetan Nial akan percaya atau tidak ia tidak peduli, yang jelas ia mengatakan kejujuran.

Nial sejenak berhenti dari aktivitasnya. Dadanya membuncah dengan rasa duri dalam daging.

Tangannya yang menyentuh kaki Bela terasa kebas dan dingin. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, kenangan hidup Catherine kembali mengisi ruang dalam kepalanya.

Ia menarik napas sebelum kembali meneruskan mengobati kaki Bela.

"Kenapa kamu tidak bilang? Harusnya kamu mengatakannya padaku," acuhnya. Bela tahu itu hanya sebagai basa-basi saja.

"Bagaimana aku bisa bilang kalau kamu mengurungku di sana?"

Nial kembali menatap Bela.

"Kamu sudah berani menjawabku?"

"Tadi kamu bilang aku harus mengatakannya?"

Wajah Nial merah padam, berpikir anak bungsu Handoko ini selalu bisa membalikkan apapun yang ia ucapkan.

"Dan ini!" tunjuk Nial pada dress yang dipakai Bela.

"Jangan memakai dress di atas lutut seperti ini! Kalau kamu jatuh kakimu akan terluka," katanya dengan memasukkan obat merah ke dalam kotak.

"Tapi 'kan kamu yang menyiapkannya di dalam lemari. Tidak ada pakaian lain selain dress."

Nial kembali menoleh dengan cepat. Baru pertama kali ini ada perempuan yang terus saja membantahnya dengan tidak takut. Tapi ia berpikir apa yang dikatakan Bela ada benarnya.

"Kamu pikir aku membelikannya untuk kamu pakai di luar? Aku membelikannya untuk pajangan di lemari," sanggahnya membela diri.

Bela ternganga dengan tidak percaya.

Nial membuang wajahnya dan pergi dari sana tepat saat Bela bangun dan meraih pergelangan tangannya. Membuatnya berhenti dan memutar badan.

"Kenapa?" Matanya menyipit seperti mata kucing.

"Tanganmu terluka juga."

Bela menunjuk punggung tangan Nial yang juga berdarah. Mungkin ia tidak sadar juga terkena pecahan guci yang tajam saat mengangkat Bela dari lantai.

"Biarkan saja!"

Tapi Bela tidak membiarkannya, ia menarik tangan Nial hingga lelaki itu duduk di tepi tempat tidur, Bela melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Nial dan memberikan plester luka di sana.

Nial menatap Bela yang menunduk dengan rambut panjangnya. Ia dapat melihat sudut bibirnya seperti bekas luka sobek dan itu lepas dari pengawasannya sebelumnya.

"Kenapa bibirmu?"

Bela memandang Nial, "Hanya ... bertengkar sedikit dengan Vida."

"Kalian bertemu?"

"Iya."

"Penipu itu memukulmu?"

"S-sedikit."

"Kalau dia melakukannya lagi bilang padaku. Aku tidak ingin dia menyentuh istriku."

Nial bangkit dan berlalu dari hadapannya. Punggungnya menghilang di balik pintu kamar mandi. Meninggalkan Bela yang mematung di tempatnya. Berpikir, 'Dia bilang 'istriku?''

Nial menutup pintu kamar mandi dan menyandarkan punggungnya. Dadanya dipenuhi dengan rasa sesak.

Nyctophobia, Catherine dulu juga takut dengan kegelapan. Semua yang ada pada Bela semakin mengingatkannya akan Catherine. Ia memandang langit-langit, menata hati dan kewarasannya yang digerogoti dinginnya malam yang dibawa oleh hujan di luar sana.

Nial berpikir jika tadi Kim tidak menggedor pintu kamarnya dan mengatakan ada suara barang pecah di gudang tempat ia mengurung Bela, mungkin anak itu sudah mati ketakutan.

Ia menunduk, bayangan wajah Catherine tumpang tindih dengan wajah Bela. Saling membaur menjadi satu seperti mereka menjadi satu orang yang sama.

"Catherine ... apa kamu hidup dalam tubuh Bela? Kalau iya, apa aku boleh melupakanmu? Kamu membuatku terus merindukanmu."

Petir menyambar sekali lagi dengan hebat hingga membuat jendela bergetar. Suara teriakan Bela membuat Nial berderap keluar.

"Mas Nial, kenapa Mas memelukku?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Christy Lino
Batu yg keras jika sering kena air prlahan2 jg akan terkikis,...Nial yg arogan jika disentuh hatinx dgn klembutan prlahan2 jg akan melunak bahkan jd bucin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status