Ardian terkejut mendengar permintaan Zulaika. Dia menatap wajah itu. Wajah yang sangat cantik, selalu mempesona dirinya. Dia terus menatap Zulaika yang sangat berharap dirinya mengatakan, iya. Ardian sekali lagi mencium bibir kemerahan di hadapannya. Bibir yang sama sekali tidak bisa membuatnya tenang jika bersatu dengan Arman.Ardian menyatukan keningnya. Dia memejamkan kedua matanya. Memikirkan permintaan Zulaika."Jadi kau tidak mau?" bisik Zulaika. "Aku akan pergi," lanjutnya sambil mendorong kuat tubuh Ardian. Tuan Muda menahannya."Aku tadi menunggumu. Kau memberikan pesan itu, dan aku bersemangat sekali, walaupun aku tahu ternyata adalah jebakan.""Banyak sekali yang tidak menyukaiku untuk menikahi Arman. Kau ... adalah umpan mereka, Ardian," balas Zulaika masih menatap wajah tampan di hadapannya. Dia sangat kesal Ardian harus dikorbankan seperti itu oleh Bagus."Wahai kekasihku, apa yang bisa menolak hatiku untuk tidak menerimanya? Aku ingin sekali bersatu denganmu, menghasilka
Arman menatap Melia. Dia perlahan mendekati istri pertamanya itu. Melia adalah anak Bos Besar yang melakukan hutang kepada Arman. Saat itu Ayah Melia tidak bisa memenuhi pembayaran. Arman mengancam akan membuat perusahaan milik Melia hancur. Perdebatan terjadi cukup hebat di kediaman Melia. Hingga Arman mendengar suara biola sangat indah. Dia mencari asal suara itu. Kedua matanya dimanjakan sosok polos gadis cantik bermain biola.Melia membalas tatapan Arman. Seketika Arman meminta gadis itu. Awal mula, Ayah Melia menolak. Namun, Melia menawarkan dirinya sendiri karena cinta pada pandangan pertama terhadap Arman.Melia sangat bahagia menjadi istri siri Arman satu-satunya. Dia sangat berkuasa di dalam kediaman megah Maulana. Hingga dia sadar, Arman tidak mencintainya. Bahkan, membawa sembilan wanita untuk dinikahi siri olehnya, karena mengalami hal yang sama dengannya. Sejak saat itu, Melia bertekad akan melakukan segala cara untuk memenangkan hati Arman. Namun, semua kesempatan itu hi
Arman segera membawa Zulaika ke kamarnya. Dia merebahkan tubuh Zulaika yang masih sangat lemas. Dia tidak hentinya memandang wajah Zulaika yang pucat membiru. Dia tidak percaya mendengar perkataan kedua pengawalnya.Saat itu, setelah Arman mendengar perkataan Melia, dia segera menemui kedua pengawal di kamar mereka. Pengawal itu menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Arman semakin terkejut. Zulaika sangat berani melakukan itu. Menyayat wajah mereka, bahkan mengebiri mereka seketika itu juga. Arman merasa bodoh, tidak menyangka Sera yang sudah diusirnya ternyata masih saja berada di dalam kediaman dan menjadi pelayan Zulaika. Apalagi Ema ikut andil dalam hal ini. Arman merasa dikhianati Zulaika dan marah!Tuan Besar memerintahkan pengawal untuk menangkap Sera. Mereka menyeretnya, dan mengikat tubuhnya sejak malam. Pagi hari, setelah Ema mengantar Zulaika, dia pun tertangkap dan disiksa. Arman ingin membuktikan kepada Zulaika, jika dia tidak terkalahkan, apalagi oleh seorang wanita. N
Pintu terbuka lebar. Arman menatap sosok wanita yang menggunakan pakaian pengantin, menutup wajahnya, berdiri di hadapannya. Tuan Besar terkekeh. Dia membenarkan dasinya, sedikit melonggarkannya."Bukankah seharusnya kau berada di sana?" tanya Redrich menatapnya.Arman menghembuskan napas. Dia dengan gagah kembali menuju altar. Menunggu calon istrinya berjalan di tengah karpet merah yang sudah terbentang dipenuhi kelopak bunga mawar merah. Dengan sangat anggun sang pengantin berjalan. Walaupun wajahnya tidak terlihat, lekukan tubuhnya terlihat sangat sempurna.Ardian yang semula sedikit lega melihat calon pengantin wanita tidak hadir, kini harus menelan rasa pahit. Menyaksikan pernikahan sang bidadari di hadapannya."Kenapa aku harus mencintai dia? Kenapa ini harus terjadi? Andaikan saja aku lelaki biasa, dan bertemu dengannya sejak awal, apakah aku bisa berdiri di altar itu? Zulaika ... kenapa kau baru saja muncul?" batin Ardian akhirnya meninggalkan ruangan pernikahan. Hatinya semak
Arman memeluk Zulaika. Dia tidak menyangka akan sebahagia sekarang. Hatinya sangat tenang. Bahkan, Arman merasakan tidak pernah setenang ini dalam hidupnya. Dia merasakan kasih sayang seorang wanita yang memang dia butuhkan. Apalagi belaian Zulaika membuatnya melayang.Kedua matanya memejam, menikmati sentuhan itu. Di dalam air, mereka masih saja berpelukan."Apa yang aku rasakan? Malam itu, aku melihat seorang wanita yang sangat membahayakan. Pertama kali aku merasakan itu. Kau ... memang kejam Zulaika. Kenapa kau menyihirku seperti ini?""Aku kedinginan. Kita akan kembali. Kau ... akan aku hangatkan di ranjang itu."Arman tersenyum. Dia menarik Zulaika menuju ke permukaan. Menutup tubuh Zulaika dengan jasnya. "Biarkan saja baju pengantin itu. Aku lebih menyukaimu seperti ini," ucapnya masih menelisik tubuh Zulaika di balik jasnya yang kedodoran. Zulaika semakin terlihat menggemaskan.Arman memakai celananya, lalu menggendong Zulaika masuk ke dalam mobilnya. Dia melesatkan mobil itu
Ardian mulai menyentuh Zulaika. Dia sudah tidak tahan lagi untuk menjamahnya. Ardian seperti orang kerasukan. "Ardian aku mohon, hentikan. Kita akan melakukannya, tapi tidak sekarang. Aku baru saja melakukannya dengan Arman dan aku sangat kelelahan.""Kau berjanji kepadaku. Setelah malam pertama kau akan melakukannya denganku, dan sekarang aku menagihnya. Jangan pernah mengingkari janjimu, Zulaika."Zulaika semakin panik. "Ah ... hah, Ardian ..."Tuan Muda mebdekap erat. Bibirnya terus menelusuri leher Zulaika. Sementara sang wanita masih saja berusaha untuk menghindar. Namun, dirinya tidak terlalu kuat. Tubuh Ardian yang kekar, membuatnya hanya bisa menerima itu."Tuan muda. Jika kau seperti, ini aku akan mengurungkan niatku. Aku tidak akan pernah memberikannya padamu. Biarkan saja Arman menghampiriku dan aku akan melahirkan anaknya. Ah ...," bisik Zulaika terus menahan hasrat Ardian yang tidak tertahankan juga. Apalagi kini miliknya sudah dijamah Ardian. Bahkan lelaki itu membelain
Arman mengedarkan pandangannya dia menatap semua arah di dalam kamar yang sangat luas itu. Bahkan, dia melihat balkon kamarnya yang sedikit terbuka. Namun, tetap tidak melihat sosok Zulaika di sana. Perlahan dia akhirnya berjalan sambil berkacak pinggang. Menghentikan langkah tepat di tengah ruangan. Terus mengamati dengan pandangan tajam, serta dingin. Pandangan yang menjadi sangat angker. Pikirannya menyeruak ke mana-mana."Aku sudah mengatakan kepadamu. Dia tidak ada di ruanganmu, karena aku melihat dia keluar masuk ke dalam perpustakaan dan menemui Tuan Muda Ardian," ucap Melia di belakang tubuh Arman yang masih berdiri tegak, tidak merubah ekspresinya yang sangat berbahaya itu. Kemarahan seketika perlahan menyelimuti tubuhnya. Kulitnya yang putih itu, berubah menjadi kemerahan. Ingin meluapkan lahar panas yang berada di ubun-ubun kepalanya."Kau sudah menggangguku malam-malam seperti ini, Melia." Suara itu akhirnya keluar dari mulut Arman sambil menatapnya Melia yang masih saja s
"Kau meninggalkan aku di sini? Hmm, seorang diri di dalam kamarmu yang sangat luas ini? Kau mau ke mana?" Zulaika menatap Arman. Melihat sang suami dengan salah satu alis yang terangkat. Sementara si Arman terkekeh, dia mendekati Zulaika. Lalu menyeka keringat di dahi sang istri dengan tangan.Zulaika menatapnya dengan waspada. Kekhawatirannya tentang ekspresi Arman yang seperti itu, membuat dia sangat sedikit bergemetar. Namun, dia dengan sangat pandai menyembunyikan hal itu. Wajahnya terus tersirat senyuman. Sebuah senyuman yang selalu dia paksakan."Kau besok akan menemaniku di kantor. Aku selalu bosan berada di sana. Jika aku menuju ke ruanganku dan melihat wanita cantik di sana, aku bisa melampiaskan hasrat itu ... dan aku tidak akan bosan lagi.""Tentu saja semua wanita yang hanya kau pikirkan untuk hasratmu itu. Hmm, tapi baiklah. Aku akan pergi ke sana. Tentu saja mengamatimu dan menjagamu dari wanita lainnya. Bukankah selama ini kau selalu melakukannya dengan beberapa sekreta