Kedatangan Arman tiba-tiba, membuat Bagus terdiam. Zulaika menatap Bagus, masih dengan senyuman tipis. Jantung lelaki itu semakin berdetak. Arman berjalan mendekatinya. Mengernyit, melihat tangan Bagus yang berada di atas.Ini sangat tidak baik. Bagus akan benar-benar celaka. Saat itu, Bagus tidak segera menuju ruangan rapat. Namun, dia malah mengikuti Zulaika dan berencana akan mengancamnya. Kesempatan emas dia dapatkan saat melihat Zulaika seorang diri di dalam ruangan Arman.Arman sangat marah di ruangan rapat. Dia tidak melihat Bagus di sana. Apalagi dalam pikiran Arman, berkelit membayangkan semua mata tidak berkedip saat Zulaika memasuki kantornya. Dia benar-benar tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Walaupun sebenarnya dia menyembunyikan perasaan itu. Rasa cemburu itu perlahan sudah membuatnya buta!Arman beranjak dari duduknya. Keluar dari ruangan rapat begitu saja. Entah kenapa hatinya ingin bertemu Zulaika. Apalagi sang kepala pengawal mengatakan Ardian sudah memasuki kant
Arman mencondongkan tubuh, tatapannya yang tajam membuat Bagus diam tidak bergerak, hanya denyut nadi di lehernya yang berdenyut."Apa yang kau lakukan!" teriak Arman sangat keras. Semua pegawai berhamburan keluar. Keributan pertama kalinya terjadi di dalam kantor antara dirinya dengan Bagus. Orang yang paling berkuasa di perusahaan setelah Arman. Semua terpaku melihat Arman hampir saja mencekik Bagus. Apalagi Zulaika masih saja meringkuk di bawah dengan lengan dipenuhi darah."Zulaika. Panggilkan dokter!" teriak Ardian. Spontan dia menarik Zulaika. Arman menampisnya."Aku tidak akan pernah memaafkan siapa pun memegang istriku. Lepaskan!" Wajah Arman memanas. "Lepaskan dia!" Alis Arman terangkat tidak percaya melihat Ardian masih saja mencengkeram lengan Zulaika.Arman mendadak menggendong Zulaika. Berjalan cepat menuju ruangan kesehatan. Ardian tidak akan menyerah. Dia berlari tergesa-gesa mengikuti Arman. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengetahui keadaan Zulaika.Bagus mas
Senyuman itu masih saja hadir di wajah Rose. Sangat percaya diri akan memenangkan pertandingan melawan Zulaika."Terkejut?" tanyanya sambil terkekeh meremehkan. "Anak Septian. Lelaki yang sangat dibenci Arman Maulana. Oh, aku baru ingat. Kalian keluarga yang dibantainya. Bahkan ... ibumu--"PLAK!"Ucapkan sekali lagi. Aku tidak peduli dengan Arman. Sekali saja kau menyebut nama ibuku, aku akan membunuhmu," balas Zulaika. Kedua matanya menatap tajam Rose yang masih memegang pipi kanannya akibat tamparan Zulaika."Kurang ajar! Kau pikir siapa dirimu! Melakukan itu kepadaku!""Hentikan! Jangan ... memulainya," ucap Zulaika pelan. Dia menahan tangan Rose yang akan membalasnya. "Aku ... tidak akan pernah melupakan hari ini. Satu kali kau menyebut nama ibuku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu."Zulaika menghempaskan tangan Rose. Tubuh wanita itu hampir saja tersungkur ke lantai. Napasnya terengah-engah. Tidak percaya seorang wanita bisa mengalahkannya. "Aku akan membalasmu. Lihat saja nan
Dengan lantang, Rose berkata. Zulaika perlahan menuruni tubuh Arman. Dia merapikan kemejanya."Keluar, dan ketuk pintu itu," ucap Arman. Pandangan itu masih saja dingin. "Apa?"Rose mengkerutkan kedua alisnya sangat dalam, menatap tajam lelaki itu yang masih saja belum mengancingkan kemejanya."Tanya kepada Bagus. Apa aturan baru yang aku berikan. Yah, dia mengetahuinya," lanjutnya sambil mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat. Arman melirik Zulaika. Dia masih saja tidak bisa menahan hasratnya. Namun, dia harus melakukannya."Arman!" Rose bekata tegas. Dia berjalan cepat, menabrak ujung meja kerja Arman. Melebarkan kedua matanya. Tidak percaya Arman akan melakukan itu. Padahal, dia membawa kabar yang sangat menarik. Kenapa Arman tidak menanggapinya?"Aku membawa kabar ini. Septian adalah lelaki yang sudah menghancurkan hubungan perusahaan ini dengan ayahku. Apa kau lupa? Keluarga itu ... menyimpan rahasia perusahaan yang selama ini tidak diketahui semua orang. Dia!" tunjuknya den
Arman semakin menekan pedal gas saat berada di ujung sungai. Dia memutar kemudi sebelah kanan dengan kuat. Mobil melaju kencang. Masuk ke dalam sungai yang cukup dalam dari jalanan atas. Goncangan sangat kuat saat mobil mulai menyentuh permukaan sungai.Arman seketika pingsan. Kepalanya terbentur kemudi dengan keras. Mobil perlahan masuk ke dasar sungai."Arman ...."Zulaika menatap Arman dengan sendu. Dia tidak segera melepaskan diri dari dalam mobil yang mulai kemasukan air."Dia pembunuh keluargaku. Jika aku membiarkanya, kemenangan akan aku dapatkan hari ini juga. Aku akan hidup tenang. Bisa menikmati kehidupanku dengan bahagia," batin Zulaika. Dia tidak peduli air sudah mulai membuatnya tenggelam.Kedua matanya masih saja terbuka di dalam air. Dalam pikirannya masih saja berkelit. Rasa perih di kedua matanya tidak dia rasakan. Bahkan, dia masih saja menahan napas. Hanya memandang Arman yang semakin lemas."Aku ... aku ... argh," batinnya berteriak. Zulaika menarik Arman. Segera m
Tidak mungkin. Arman sudah jelas mengatakan perasaannya. Dia sudah berada digenggaman Zulaika. Wanita itu menarik napas panjang. Semua berjalan dengan sempurna. Rencana untuk menaklukkan sang penguasa sudah ada di depan mata."Hmm, aku tidak percaya. Kau menyatakan perasaanmu?" Zulaika terkekeh. Dia berusaha tidak menanggapi dengan serius perkataan suaminya."Hahaha. Arman Maulana tidak akan pernah salah dalam berkata. Kau bisa lega sekarang. Hmm, apa kau kenal Septian?"Pertanyaan Arman membuat Zulaika mendadak terpaku. Dia menelan saliva, menatap Arman dengan sangat serius. Sementara, suaminya masih memandang dengan senyuman. Terlihat ekspresi yang sangat lain di sana."Bagaimana jika aku mengenalnya? Apa kau akan membunuhku?" balas Zulaika. Kini dia bergetar. Arman sangat kuat. Bisa mencekiknya kapan saja. Wajah suaminya yang semula tersenyum, mendadak dingin. Rahangnya mengeras. Kedua matanya menusuk iris hitam Zulaika."Tidurlah," balas singkat Arman. Dia berdiri, keluar dari rum
Kali ini, rencana untuk mendekati Ardian, akan Zulaika lakukan. Dia harus melakukannya. Walaupun sebenarnya ini masih terlalu cepat. "Kau ingin melakukannya? Atau kau mendekatiku karena rasa bencimu kepada Arman? Aku tahu. Dia memanggil Melia dan Paula menuju ke kamarnya. Kau tahu, aku sangat takut kau hanya akan memanfaatkan hatiku. Tapi ... aku sangat mencintaimu, Zulaika. Aku ... hah, tidak peduli."Zulaika masih terdiam. Dia sebelum bersama Arman selalu meminum ramuan pencegah kehamilan. Ramuan itu masih berfungsi. Sedangkan dia sekarang bersama Ardian. Dia harus mengandung anak Ardian. Itu adalah bagian dari rencananya. Walaupun ini terlalu cepat. Namun, sekarang adalah kesempatan baik untuk melakukannya."Ramuan itu masih ada di dalam tubuhku. Ini belum dua puluh empat jam. Tapi, paling tidak aku harus mencobanya," batinnya."Zulaika, kenapa dengan dirimu? Apa yang kau pikirkan?"Zulaika mengerjapkan kedua mata. Berusaha untuk memfokuskan pikirannya kembali."Lalu, kenapa kau m
Arman tertawa saat mendengar Melia mengatakan hal itu. Dia memang melakukannya untuk membuat Zulaika cemburu. Membuat Zulaika merasa dipermainkan perasaannya. Arman benar-benar tidak menyangka ketika istri sirinya itu ternyata mengetahui rencananya.Dia menurunkan kedua tangannya yang semula berkacak pinggang, lalu berjalan mendekati Melia dan Paula yang masih menatapnya dengan penuh pengharapan. Kedua wanita itu sangat ingin melayani Arman. Namun, ternyata mereka harus menerima kenyataan pahit saat berada di dalam ruangan itu."Ternyata kau mengetahui apa rencanaku terhadap Zulaika. Hmm, sangat lucu sekali. Aku tidak bisa membohongi istriku sendiri. Kalian ternyata sangat pintar sekali. Aku tidak menyangka sama sekali. Hah ... tidak menyangkanya. Benar-benar sangat luar biasa.""Arman, kau dipermainkan oleh Zulaika. Untuk apa kau mempertahankan wanita seperti itu? Sudah jelas-jelas dia mencintai tuan muda kedua. Aku tidak berbohong. Aku melihat sendiri. Aku benar-benar melihatnya! Ar