Bukan tawa yang Banyu dapatkan dari gadis cantik di hadapannya. Ia bermaksud bercanda tapi sepertinya ia salah waktu dan tempat. Banyu merubah ekspresinya dengan cepat. Ia tak mau membuat Tantri salah paham pada ucapannya barusan. "Maaf ya, aku cuma bercanda. Begini aku–," ucap Banyu perlahan agar tak membuat Tantri marah kepadanya. Ia tak mau terlibat masalah dengan gadis cantik itu."Aku tanya Mas mau ke mana. Udah dijawab aja, Mas. Nggak usah bertele-tele," tegas Tantri yang mulai tampak emosi.Banyu mencoba meredam emosi di benak Tantri dengan menggapai pergelangan tangan gadis itu agar tetap tinggal di tempat duduknya. Tantri hendak beranjak dari posisinya dan ingin meninggalkan Banyu. Tapi hal itu tak terjadi karena kecepatan tangan Banyu yang segera mencegah kepergian Tantri. "Jangan pergi! Mas mungkin udah kelewatan bercandanya sama kamu. Oke, oke, Mas bakal jelasin sejelas-jelasnya. Kamu jangan marah, ya," bujuk Banyu sekuat tenaga. Tantri melepaskan cengkeraman tangan B
"Tantri!" pekik seseorang tepat di sebelah Tantri.Tantri tampak terkejut ketika menyadari seseorang berada di dekatnya. Amat sangat dekat. Sandra memicingkan mata ke arahnya. Tantri mendadak kikuk."Kamu kenapa, sih? Pak Juna tadi manggil kamu bolak-balik tapi kamunya malah diam aja? Kamu ngelamun, kan? Kamu nggak lagi ngerjain tugas dari pak Juna kan?" tebak Sandra, senior di tempat kerjanya. Tantri tersenyum malu dan sungkan. Ia menggeleng-geleng dan tidak berhasil menahan bibirnya untuk berkedut. Sandra menoleh ke belakang. Memastikan semua aman terkendali. "Kamu mikirin apa, sih? Untung aja aku bisa bohongin Pak Juna supaya nggak datangin kamu. Sekarang kamu jawab jujur, kamu kenapa? Lagi berantem sama pacar kamu? Cowok yang tadi pagi itu? Dia pacar kamu?" kejar Sandra yang sangat cerewet melebihi dirinya. Sekali lagi Tantri menggeleng. Ia tak sanggup berkata-kata. Hanya air mata yang merembes keluar dari kedua matanya. Ia tak kuasa menahan semua luka yang menghinggapi hati
"Ini nggak seperti yang terlihat, Pak Juna! S-saya… saya nggak sengaja banyak nanya sama Tantri. Saya nggak berniat sedikit pun membuat dia sedih seperti ini, Pak," kata Sandra mencoba beralasan. Arjuna mendekati keduanya. Ia tampak tak percaya begitu saja dengan kata-kata yang keluar dari bibir Sandra. Bisa saja kan kalau dia tidak datang kemari, Sandra melakukan hal aneh pada Tantri. Mungkin saja Sandra telah mengintimidasi gadis cantik itu karena iri atau seperti cerita yang pernah didengar olehnya. Senior yang sedang membully juniornya."Kamu apain Tantri sebenarnya, Sandra? Saya nggak percaya kalau dia nangis hanya karena mendengar pertanyaan dari kamu. Kamu pasti ancam dia, kan? Atau kamu melakukan kontak fisik dengannya?" serang Arjuna pada Sandra. "Sumpah mati, Pak Juna! Saya nggak bohong. Saya nggak ngapa-ngapain Tantri. Saya cuma nanya. Tapi pertanyaan saya banyak. Mungkin itu yang buat Tantri jadi nangis seperti ini, Pak," alibi Sandra yang tetep kekeuh tak mau disalahkan
Arsaka menuruni anak tangga menuju lantai bawah untuk menemui sang ibu. Ia ingin berpamitan dan pergi untuk mengunjungi suatu tempat. Pria tampan itu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tapi tak juga ia menemukan keberadaan ibunya. "Mama di mana, sih?" gumam Arsaka yang sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa penasaran. Ia pun berinisiatif menuju taman belakang, siapa tahu sang ibu berada di sana. Arsaka terlihat santai mencari Mona. Sebelum mencapai tujuan, ponselnya ia setel agar tak menimbulkan bunyi selama ia pergi sesaat lagi. Setelah ponselnya telah berada dalam mode getar, ia pun mengantongi benda pipih canggih itu ke dalam saku jaketnya. Saat ini pria tampan itu mengenakan pakaian santai bukan setelan jas mahal yang biasa ia kenakan. Ia tampak semakin menawan dan pastinya dapat meluluhkan hati wanita mana pun yang ia inginkan.Tapi bukan untuk alasan itu ia berpakaian santai seperti ini. Ia memiliki misi tertentu. "Nyonya, kenapa malah melamun di sini?
Mbok Sum terdiam. Ia tak boleh asal menjawab pertanyaan sang nyonya rumah. Ia tahu kegelisahan terlihat jelas di wajah Mona saat ini. Mbok Sum tidak ingin sang nyonya semakin bersedih. "Nyonya Mona, yang tahu baik atau tidaknya hanya Nyonya saja. Saya tidak berani ikut campur. Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Nyonya dan Den Saka. Jujur saya tidak berani asal memberi saran, Nyonya," ungkap Mbok Sum canggung. "Kenapa tidak berani? Saya sudah mempersilakan Mbok untuk mengutarakan apa yang ada di pikiran Mbok pada saya. Katakan saja Mbok," paksa Mona pada wanita yang lebih tua jauh darinya. Mbok Sum tampak bingung. Ia tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. "Kalau menurut saya, lebih baik Nyonya katakan semuanya pada Den Saka. Sejelas-jelasnya. Agar di kemudian hari tidak ada pihak yang meracuni pikirannya. Lebih baik Den Saka mendengar langsung dari Nyonya, daripada orang lain. Saya yakin Den Saka pun ingin tahu apa yang membuat Nyonya tidak menyukai Nona Aleta dan malah
Arsaka kecewa. Ia tak menyangka telah mencintai seorang manusia berhati iblis seperti Aleta. Ia mengembuskan napas panjang dan berlalu dari sana begitu saja tanpa melanjutkan misinya datang ke tempat ini. Arsaka mengurungkan niatnya. Ia tak mau terus berada di sini terlalu lama. Ia harus pergi. Harus. Secepatnya. BruggArsaka tak menyadari kedatangan seseorang saat memutar haluan. Ia menabrak seseorang dan ia tahu betul siapakah orang itu. Ia bergerak cepat dan menundukkan kepalanya sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada. Niatnya adalah meminta maaf. Debora yang berada di hadapannya memicingkan mata ke arahnya. Tampaknya ia merasa aneh dan curiga pada seseorang yang baru saja menabraknya. "Hei kamu! Kamu kru film ini, ya? Kalau jalan tuh lihat kanan kiri supaya nggak nabrak orang. Untung aja kamu nggak bikin tas mahal aku lecet. Kalau sampai tas aku kegores sedikit aja, kamu harus tanggung jawab nyari gantinya di luar negeri. Ngerti kamu! Huh! Anak muda jaman sekarang ko
"Saya mau menemui Tantri, Bi. Bolehkah saya bertemu dengannya?" tanya Arsaka berhati-hati. Ia tak mau ada kesalahpahaman dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. "Untuk apa kamu nyariin Tantri? Mau kamu maki-maki? Atau mau kamu ajak duel? Sebelum kamu melakukan hal itu pada Tantri, aku akan tendang kamu jauh-jauh dari rumahku. Ngerti kamu?" amuk Yusti yang membuat pemuda di hadapannya terkejut dengan kata-kata yang keluar dari bibirnya."Bukan, Bi! Kedatangan saya kemari adalah karena saya mau minta maaf pada Tantri. Apakah saya boleh ketemu sama dia? Sebentar saja, Bi," ucap Arsaka mengatakan maksud kedatangannya kemari. Ia mengatakan hal itu dengan tulus dan bersungguh-sungguh. Ia tak mau mencari masalah dengan dua perempuan berbeda generasi di dalam hunian tersebut."Kamu serius? Anak orang kaya seperti kamu mau minta maaf sama orang miskin seperti kami? Yang benar aja?" Yusti tak percaya. Ia mendekap erat kedua lengan di depan dada. Ia masih mencurigai adanya konspirasi Yad
"Pak Saka serius?" tanya Tantri dengan tatapan sarat penuh selidik. "Saya nggak pernah main-main dengan ucapan saya, Tantri. Saya tahu pertemuan kita diawali dengan banyak hal yang jauh dari kata baik. Tapi saya berharap hal ini menjadi satu titik yang merubah cara pandang saya selama ini sama kamu. Seorang ibu tidak akan pernah menginginkan anaknya memiliki pasangan yang salah. Jika Mama saya waktu itu langsung mengatakan kalau kamu adalah calon menantu yang baik dan cocok untuk saya, kenapa saya harus menolak? Dulu saya akui, pandangan saya terhadap kamu sangat jauh dari kata baik dan terkesan meremehkan. Tapi semua itu ada sebabnya. Sebelum saya bertemu dengan kamu, saya pernah nyaris diculik oleh seorang pemulung. Waktu itu saya masih berusia enam atau tujuh tahun. Maka dari itu saya sangat membenci orang miskin. Saya selalu menganggap mereka pasti memiliki niat tidak baik pada saya atau keluarga saya. Tapi…. Saya sudah membuktikan sesuatu hal. Kalau orang miskin tidak selalu