Arsaka menuruni anak tangga menuju lantai bawah untuk menemui sang ibu. Ia ingin berpamitan dan pergi untuk mengunjungi suatu tempat. Pria tampan itu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tapi tak juga ia menemukan keberadaan ibunya. "Mama di mana, sih?" gumam Arsaka yang sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa penasaran. Ia pun berinisiatif menuju taman belakang, siapa tahu sang ibu berada di sana. Arsaka terlihat santai mencari Mona. Sebelum mencapai tujuan, ponselnya ia setel agar tak menimbulkan bunyi selama ia pergi sesaat lagi. Setelah ponselnya telah berada dalam mode getar, ia pun mengantongi benda pipih canggih itu ke dalam saku jaketnya. Saat ini pria tampan itu mengenakan pakaian santai bukan setelan jas mahal yang biasa ia kenakan. Ia tampak semakin menawan dan pastinya dapat meluluhkan hati wanita mana pun yang ia inginkan.Tapi bukan untuk alasan itu ia berpakaian santai seperti ini. Ia memiliki misi tertentu. "Nyonya, kenapa malah melamun di sini?
Mbok Sum terdiam. Ia tak boleh asal menjawab pertanyaan sang nyonya rumah. Ia tahu kegelisahan terlihat jelas di wajah Mona saat ini. Mbok Sum tidak ingin sang nyonya semakin bersedih. "Nyonya Mona, yang tahu baik atau tidaknya hanya Nyonya saja. Saya tidak berani ikut campur. Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Nyonya dan Den Saka. Jujur saya tidak berani asal memberi saran, Nyonya," ungkap Mbok Sum canggung. "Kenapa tidak berani? Saya sudah mempersilakan Mbok untuk mengutarakan apa yang ada di pikiran Mbok pada saya. Katakan saja Mbok," paksa Mona pada wanita yang lebih tua jauh darinya. Mbok Sum tampak bingung. Ia tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. "Kalau menurut saya, lebih baik Nyonya katakan semuanya pada Den Saka. Sejelas-jelasnya. Agar di kemudian hari tidak ada pihak yang meracuni pikirannya. Lebih baik Den Saka mendengar langsung dari Nyonya, daripada orang lain. Saya yakin Den Saka pun ingin tahu apa yang membuat Nyonya tidak menyukai Nona Aleta dan malah
Arsaka kecewa. Ia tak menyangka telah mencintai seorang manusia berhati iblis seperti Aleta. Ia mengembuskan napas panjang dan berlalu dari sana begitu saja tanpa melanjutkan misinya datang ke tempat ini. Arsaka mengurungkan niatnya. Ia tak mau terus berada di sini terlalu lama. Ia harus pergi. Harus. Secepatnya. BruggArsaka tak menyadari kedatangan seseorang saat memutar haluan. Ia menabrak seseorang dan ia tahu betul siapakah orang itu. Ia bergerak cepat dan menundukkan kepalanya sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada. Niatnya adalah meminta maaf. Debora yang berada di hadapannya memicingkan mata ke arahnya. Tampaknya ia merasa aneh dan curiga pada seseorang yang baru saja menabraknya. "Hei kamu! Kamu kru film ini, ya? Kalau jalan tuh lihat kanan kiri supaya nggak nabrak orang. Untung aja kamu nggak bikin tas mahal aku lecet. Kalau sampai tas aku kegores sedikit aja, kamu harus tanggung jawab nyari gantinya di luar negeri. Ngerti kamu! Huh! Anak muda jaman sekarang ko
"Saya mau menemui Tantri, Bi. Bolehkah saya bertemu dengannya?" tanya Arsaka berhati-hati. Ia tak mau ada kesalahpahaman dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. "Untuk apa kamu nyariin Tantri? Mau kamu maki-maki? Atau mau kamu ajak duel? Sebelum kamu melakukan hal itu pada Tantri, aku akan tendang kamu jauh-jauh dari rumahku. Ngerti kamu?" amuk Yusti yang membuat pemuda di hadapannya terkejut dengan kata-kata yang keluar dari bibirnya."Bukan, Bi! Kedatangan saya kemari adalah karena saya mau minta maaf pada Tantri. Apakah saya boleh ketemu sama dia? Sebentar saja, Bi," ucap Arsaka mengatakan maksud kedatangannya kemari. Ia mengatakan hal itu dengan tulus dan bersungguh-sungguh. Ia tak mau mencari masalah dengan dua perempuan berbeda generasi di dalam hunian tersebut."Kamu serius? Anak orang kaya seperti kamu mau minta maaf sama orang miskin seperti kami? Yang benar aja?" Yusti tak percaya. Ia mendekap erat kedua lengan di depan dada. Ia masih mencurigai adanya konspirasi Yad
"Pak Saka serius?" tanya Tantri dengan tatapan sarat penuh selidik. "Saya nggak pernah main-main dengan ucapan saya, Tantri. Saya tahu pertemuan kita diawali dengan banyak hal yang jauh dari kata baik. Tapi saya berharap hal ini menjadi satu titik yang merubah cara pandang saya selama ini sama kamu. Seorang ibu tidak akan pernah menginginkan anaknya memiliki pasangan yang salah. Jika Mama saya waktu itu langsung mengatakan kalau kamu adalah calon menantu yang baik dan cocok untuk saya, kenapa saya harus menolak? Dulu saya akui, pandangan saya terhadap kamu sangat jauh dari kata baik dan terkesan meremehkan. Tapi semua itu ada sebabnya. Sebelum saya bertemu dengan kamu, saya pernah nyaris diculik oleh seorang pemulung. Waktu itu saya masih berusia enam atau tujuh tahun. Maka dari itu saya sangat membenci orang miskin. Saya selalu menganggap mereka pasti memiliki niat tidak baik pada saya atau keluarga saya. Tapi…. Saya sudah membuktikan sesuatu hal. Kalau orang miskin tidak selalu
"Beri saya waktu untuk berpikir, Pak Saka. Saya ingin memikirkan banyak hal lebih dulu sebelum saya memutuskan sesuatu yang sangat penting di dalam hidup saya. Bapak tidak keberatan, kan?" Ucapan Tantri kembali teringat di telinga Arsaka. Dan pria itu juga mengingat bagaimana dirinya juga menantikan hal itu dengan sangat tidak sabar. Kebahagiaan sang ibu adalah faktor utama yang membuatnya bangkit dari semua gejolak aneh di dalam hidupnya. "Lalu berapa lama waktu yang kamu butuhkan?" Arsaka menanyakan hal itu dengan ekspresi tak terbaca. Padahal ia benar-benar sangat ingin mendengar jawaban dari gadis itu saat ini juga. "Beri saya waktu… seminggu, Pak Saka." Tantri mengutarakan hal itu dengan tegas. "Kamu yakin? Maksud saya, dengan waktu seminggu, apakah kamu yakin bisa mengatakan apa jawabanmu? Kalau belum, saya tidak keberatan untuk memberimu waktu lebih. Saya tahu pernikahan di dalam seorang wanita sangatlah bermakna dalam. Saya—""Pak Saka tidak perlu khawatir. Seminggu adalah
Dengan langkah ringan Tantri berjalan ke arah pintu masuk rumahnya di mana di sana seseorang tengah menunggu kedatangannya. Hari ini kebetulan ia pulang dari butik lebih awal. Sehingga ia bisa mempersiapkan semuanya dengan cukup matang. Ia bisa mengingat jelas bagaimana Arjuna menawarkan bantuan padanya untuk mengantar pulang ke rumah. Dengan penolakan yang sangat halus, Tantri mengucapkan berbagai alasan agar pria itu tak lagi mengejarnya atau memberi kesempatan pada pria itu sedikit pun. Tantri tidak bodoh, ia bisa merasakan tingkah laku Arjuna yang berbeda dari sebelumnya. Dagu gadis itu sedikit terangkat naik dengan keberanian yang dipaksakan. Rasa gugup lebih mendominasi. Rona merah jambu terlihat kentara di kulitnya yang makin memerah. CeklekPintu utama terbuka. Dan saat ini netra hitamnya menangkap jelas seorang pria tampan berdiri di hadapannya. Sebuket bunga mawar merah berada di dalam dekapan kedua tangan pria itu. Arsaka menyodorkan buket bunga itu pada gadis cantik ya
Yusti terkejut bukan main. Kepalanya berdengung kencang seperti mendengar gemuruh petir bersahut-sahutan di dalamnya."Apa? Cepat katakan sama Bibi! Siapa yang mau nikah? Kalian? Benar begitu?" kejar Yusti mencari jawaban.Wanita matang yang telah menjanda bertahun-tahun itu tampak terkejut. Dan hal itu tidak terlihat sebagai candaan atau main-main. Ia benar-benar penasaran dengan jawaban dari muda-mudi di hadapannya. Tak mau menjadi bahan tontonan orang-orang yang melintas di trotoar jalan di depan pagar rumah mereka, Yusti buru-buru menutup pintu lalu mendekati keduanya dengan tampang tak biasa. Kedua matanya menunjukkan ekspresi dalam yang begitu kentara akan rasa sangat penasaran.Di saat Tantri hendak buka suara, Arsaka mencegah hal itu terjadi. Tanpa disengaja atau bermaksud memiliki motif tertentu, pria tampan itu menarik pergelangan tangan Tantri. Tepat di saat itu juga Yusti melihat hal tersebut dengan mata yang terbuka lebar-lebar. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja