Banyu kebingungan di ujung telepon, ia menerka-nerka apa yang terjadi pada Tantri saat ini.
Panggilannya dimatikan secara tidak sadar oleh Tantri karena ada sesuatu yang jauh lebih penting dari obrolannya bersama Banyu.
Kembali ke Tantri..
Tantri menarik tubuh seorang anak perempuan berusia sekitar enam tahunan yang berlarian di zebra cross.
"Awas!!" pekik Tantri yang tanpa takut atau pun ragu memeluk anak itu ke dalam pelukannya hingga mereka terjatuh di trotoar dan selamat dari mobil yang hendak melaju kencang.
Dugg
"Aaaww!!!" pekik Tantri begitu melihat sikunya mengenai kerasnya trotoar jalan. Namun, ia tak merasakan itu lagi di saat gadis kecil yang ditolong olehnya baik-baik saja.
Tiin Tiin Tiin
Suara klakson mobil berbunyi nyaring mengejutkan Tantri dan si gadis kecil dalam rengkuhan tangannya.
"Kalau punya adek dijagain yang bener, dong! Untung bisa direm, coba nggak
Tantri menggeser tubuhnya agak jauh dari kedua orang yang belum dikenalnya tersebut agar leluasa berbicara pada seseorang di ujung telepon.Banyu.Astaga! Tantri lupa bahwa tadi ia sedang berbincang dengan pemuda tampan itu."Ya, halo, ada apa, Mas Banyu?" tanya Tantri penasaran. Gadis cantik itu melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya di mana di sana jarum jam berhenti di angka delapan.Kenapa Banyu masih bisa menghubunginya? Apa dia tidak bekerja?Sejuta tanya menyelinap satu per satu di dalam pikirannya."Tantri, kamu baik-baik aja, kan? Kenapa firasatku mengatakan ada apa-apa sama kamu hari ini! Kamu jangan pernah sekali-kali menutupi sesuatu dari aku, ya! Karena apa? Karena aku mengawasimu! I'm watching you! Hehehe," ungkap Banyu diakhiri kekehan menyebalkan di telinga Tantri.Mau tak mau senyuman tipis terulas di wajah cantik gadis tersebut."Mas kok bisa telep
Tantri mengikuti urutan penerimaan pegawai baru di butik mewah tersebut. Ia merasa rendah diri walau hanya sesaat. Ia tak bisa dengan mudahnya menghalau perasaan itu.Banyak sekali para wanita berusia matang yang mengikuti seleksi penerimaan pegawai. Tantri menghirup napas dalam-dalam menguatkan hati dan pikirannya agar tetap berada di tempatnya."Semangat Tantri, kamu harus yakin dan percaya diri! Semoga aku termasuk dalam orang-orang yang beruntung!" harapnya dengan berucap lirih.Para pelamar digiring ke dalam dan diajak ke sebuah ruangan di mana di sana semua orang-orangnya berpenampilan elegan.Tantri mulai mendengar detak jantungnya berdendang dengan lantang.'Astaga, sabar Tantri! Jangan pesimis, lakukan semampumu!' batin Tantri menguatkan diri.Mereka semua mendapat kertas kecil di mana di sana tertera angka yang diyakini sebagai nomor urut para pelamar.Tantri menerima angka 44.Apak
Tantri terhenti. Lidahnya mendadak kelu disertai suara yang tercekat di dalam tenggorokannya.Ia tak bisa berkutik selama beberapa saat.Dengan berani, Tantri menatap ke arah Arjuna."Mohon maaf, Pak. Jika membahas masalah gaji, kiranya itu bukan saya yang harus menjawab. Saya yakin butik ini sudah menentukan standar gaji yang tepat untuk semua karyawan dari berbagai posisi.Saya mengikuti semua prosedur dan kebijakan butik ini jika memang saya diterima di sini. Begitu, Pak!" jawab Tantri lepas.Ia sudah mengungkapkan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya. Perkara nanti diterima atau tidak, ia sudah pasrah. Yang penting ia sudah jujur dan yakin. Jika memang ini adalah rejeki untuknya, Tuhan pasti akan mengijinkannya bergabung di butik ini.Arjuna mendekatinya lalu mengulurkan tangan ke arahnya."Selamat bergabung dengan butik ini, butik Rose menerima orang jujur seperti kamu." Arjuna berucap den
Dokter dan beberapa perawat di dalam ruangan itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Tantri.Tantri panik, wajahnya pias.Dengan begitu bijak dan sabar, sang dokter segera buka suara, "Nona, kalau tidak lekas dijahit yang ditakutkan akan terjadi infeksi dalam dan serius, seperti tetanus, Fasciitis Nekrotikans atau infeksi parah pada jaringan lunak yang dapat disebabkan oleh beragam jenis bakteri, dan masih banyak lagi. Ya itu adalah sedikit contoh yang akan terjadi jika luka robek ini tidak segera dijahit." dokter tersebut tersenyum usai sedikit memberi penjelasan pada Tantri.Tantri terkesiap.Sumpah demi apa pun, ia sudah tak mau berurusan dengan suntik, jahit menjahit luka dan lain-lainnya. Berusaha menganggap bahwa ini adalah mimpi belaka, namun semua ini adalah nyata adanya.Tantri benar-benar pasrah. Ia menyapukan pandangan ke segala arah dan berhenti pada para tim medis yang telah bersiap memberikan penanganan pad
Arjuna terkekeh geli melihat ekspresi aneh dan konyol Tantri saat ini."Kamu ngapain? Emangnya saya mau ngapain kamu? Jangan mikir negatif, deh! Saya cuma mau bilang sama kamu satu hal dan harus kamu ingat baik-baik!" celetuk Arjuna dengan ekspresi konyol.Tantri menatap penuh keheranan pada pria matang yang jujur saja cukup tampan tersebut."Apa itu, Pak?" tanya Tantri cepat dan mendesak ingin tahu."Kamu kerja yang bener! Mulai besok kamu kerja, kamu sanggup, kan? Atau mau minta penundaan waktu? Saya sebagai HRD masih punya hati dan welas asih, loh.." ucap Arjuna ambigu dan sengaja menjeda penjelasannya.Hati?Hati?Tantri mendelik tajam. Sungguh ia tak mengerti dengan maksud ucapan Arjuna padanya. Tak mau terus menerka, Tantri segera meminta penjelasan."Maksud bapak bagaimana, ya? Saya nggak paham sama sekali! Kalau yang saat ini sedang dibahas adalah penundaan waktu, saya lebih mem
Yusti mengamati dua tamunya dengan mata yang menyipit. Ia tampak tak suka dengan kedatangan keduanya."Kalian mau ngapain nungguin Tantri? Lebih baik kalian pulang saja! Percuma!" usir Yusti sekali lagi. Tampaknya ia benar-benar tak mau di rumah kecilnya terisi dua orang ini.Arsaka menatap penuh keheranan pada Yadi dan Yusti silih berganti."Bibi, saya ke sini ingin meminta maaf dan berbicara langsung pada keponakan bibi! Tolong biarkan saya bertemu dengannya! Setelah itu saya akan pergi dari sini," tegas Arsaka.Yusti mengerucutkan bibirnya sambil sesekali melirik jarum pendek jam dinding yang baru saja berpindah posisi ke angka sebelas.'Tantri, kamu di mana, sih? Cepatlah pulang, Nak!" batin Yusti khawatir.Yadi terbatuk-batuk. Sesuatu nampaknya baru saja melintasi kerongkongannya hingga membuatnya tersedak.Air!Pria itu butuh air!"Yusti, bisakah aku minta air m
Arsaka beranjak dari tempat duduknya sembari memperbaiki kerah kemeja beserta jas mahalnya.Lelaki tampan itu melihat ke arah sang gadis manis yang memakai tampilan khas orang pencari kerja dengan balutan kemeja serta padupadannya.Tatapan Arsaka kini mengarah pada siku gadis itu, tak mau membuang waktu ia meninggalkan Yusti yang masih kesal padanya dan mendekati Tantri."Hei mau ke mana kamu? Aku belum selesai bicara sama kamu! Dasar anak muda nggak punya sopan santun!" umpat Yusti tak terima ditinggalkan begitu saja oleh Arsaka.Hendak menghadang Arsaka yang berusaha mendekati Tantri, Yadi terlebih dulu pasang badan membela sang majikan."Yusti! Udahlah biarkan mereka bertemu dan bicara terlebih dahulu! Biarkan yang muda yang bercinta, sekarang kita menunggu di sini saja, ya?" ucap Yadi yang seketika mendapat tatapan tajam dari Yusti."Sorry, ya! Cuih!" pekik Yusti yang langsung meninggalkan Yadi di ruan
"Kalau bapak beranggapan uang dapat menyelesaikan segalanya, berarti dugaan bapak salah! Saya hanya ingin bekerja di tempat yang bisa menerima dan mempercayai kerja keras saya!" tegas Tantri pada Arsaka.Arsaka geram mendengarnya. Ia menatap tak suka pada gadis muda di hadapannya."Berani sekali kamu membantah ucapanku! Sombong sekali, baru juga diterima bekerja udah sok! Gimana nantinya? Paling besar kepala nantinya selama kerja di sana! Kamu orang yang suka melakukan banyak cara untuk mendapatkan keinginanmu, iya, kan?" tuduh Arsaka dengan tatapan remeh."Sepertinya nggak ada gunanya saya menjelaskan sama bapak! Silakan bapak pulang, pagar kayu rumah saya sudah terbuka lebar dan cukup untuk dilewati mobil anda! Permisi!" pamit Tantri penuh ketegasan.Sumpah demi apa pun, gadis itu menahan kesal yang berkecamuk di dalam dada.Apakah karena dirinya orang miskin lalu bisa seenaknya saja dihina seperti ini?