Dokter dan beberapa perawat di dalam ruangan itu hanya tersenyum menanggapi ucapan Tantri.
Tantri panik, wajahnya pias.
Dengan begitu bijak dan sabar, sang dokter segera buka suara, "Nona, kalau tidak lekas dijahit yang ditakutkan akan terjadi infeksi dalam dan serius, seperti tetanus, Fasciitis Nekrotikans atau infeksi parah pada jaringan lunak yang dapat disebabkan oleh beragam jenis bakteri, dan masih banyak lagi. Ya itu adalah sedikit contoh yang akan terjadi jika luka robek ini tidak segera dijahit." dokter tersebut tersenyum usai sedikit memberi penjelasan pada Tantri.
Tantri terkesiap.
Sumpah demi apa pun, ia sudah tak mau berurusan dengan suntik, jahit menjahit luka dan lain-lainnya. Berusaha menganggap bahwa ini adalah mimpi belaka, namun semua ini adalah nyata adanya.
Tantri benar-benar pasrah. Ia menyapukan pandangan ke segala arah dan berhenti pada para tim medis yang telah bersiap memberikan penanganan pad
Arjuna terkekeh geli melihat ekspresi aneh dan konyol Tantri saat ini."Kamu ngapain? Emangnya saya mau ngapain kamu? Jangan mikir negatif, deh! Saya cuma mau bilang sama kamu satu hal dan harus kamu ingat baik-baik!" celetuk Arjuna dengan ekspresi konyol.Tantri menatap penuh keheranan pada pria matang yang jujur saja cukup tampan tersebut."Apa itu, Pak?" tanya Tantri cepat dan mendesak ingin tahu."Kamu kerja yang bener! Mulai besok kamu kerja, kamu sanggup, kan? Atau mau minta penundaan waktu? Saya sebagai HRD masih punya hati dan welas asih, loh.." ucap Arjuna ambigu dan sengaja menjeda penjelasannya.Hati?Hati?Tantri mendelik tajam. Sungguh ia tak mengerti dengan maksud ucapan Arjuna padanya. Tak mau terus menerka, Tantri segera meminta penjelasan."Maksud bapak bagaimana, ya? Saya nggak paham sama sekali! Kalau yang saat ini sedang dibahas adalah penundaan waktu, saya lebih mem
Yusti mengamati dua tamunya dengan mata yang menyipit. Ia tampak tak suka dengan kedatangan keduanya."Kalian mau ngapain nungguin Tantri? Lebih baik kalian pulang saja! Percuma!" usir Yusti sekali lagi. Tampaknya ia benar-benar tak mau di rumah kecilnya terisi dua orang ini.Arsaka menatap penuh keheranan pada Yadi dan Yusti silih berganti."Bibi, saya ke sini ingin meminta maaf dan berbicara langsung pada keponakan bibi! Tolong biarkan saya bertemu dengannya! Setelah itu saya akan pergi dari sini," tegas Arsaka.Yusti mengerucutkan bibirnya sambil sesekali melirik jarum pendek jam dinding yang baru saja berpindah posisi ke angka sebelas.'Tantri, kamu di mana, sih? Cepatlah pulang, Nak!" batin Yusti khawatir.Yadi terbatuk-batuk. Sesuatu nampaknya baru saja melintasi kerongkongannya hingga membuatnya tersedak.Air!Pria itu butuh air!"Yusti, bisakah aku minta air m
Arsaka beranjak dari tempat duduknya sembari memperbaiki kerah kemeja beserta jas mahalnya.Lelaki tampan itu melihat ke arah sang gadis manis yang memakai tampilan khas orang pencari kerja dengan balutan kemeja serta padupadannya.Tatapan Arsaka kini mengarah pada siku gadis itu, tak mau membuang waktu ia meninggalkan Yusti yang masih kesal padanya dan mendekati Tantri."Hei mau ke mana kamu? Aku belum selesai bicara sama kamu! Dasar anak muda nggak punya sopan santun!" umpat Yusti tak terima ditinggalkan begitu saja oleh Arsaka.Hendak menghadang Arsaka yang berusaha mendekati Tantri, Yadi terlebih dulu pasang badan membela sang majikan."Yusti! Udahlah biarkan mereka bertemu dan bicara terlebih dahulu! Biarkan yang muda yang bercinta, sekarang kita menunggu di sini saja, ya?" ucap Yadi yang seketika mendapat tatapan tajam dari Yusti."Sorry, ya! Cuih!" pekik Yusti yang langsung meninggalkan Yadi di ruan
"Kalau bapak beranggapan uang dapat menyelesaikan segalanya, berarti dugaan bapak salah! Saya hanya ingin bekerja di tempat yang bisa menerima dan mempercayai kerja keras saya!" tegas Tantri pada Arsaka.Arsaka geram mendengarnya. Ia menatap tak suka pada gadis muda di hadapannya."Berani sekali kamu membantah ucapanku! Sombong sekali, baru juga diterima bekerja udah sok! Gimana nantinya? Paling besar kepala nantinya selama kerja di sana! Kamu orang yang suka melakukan banyak cara untuk mendapatkan keinginanmu, iya, kan?" tuduh Arsaka dengan tatapan remeh."Sepertinya nggak ada gunanya saya menjelaskan sama bapak! Silakan bapak pulang, pagar kayu rumah saya sudah terbuka lebar dan cukup untuk dilewati mobil anda! Permisi!" pamit Tantri penuh ketegasan.Sumpah demi apa pun, gadis itu menahan kesal yang berkecamuk di dalam dada.Apakah karena dirinya orang miskin lalu bisa seenaknya saja dihina seperti ini?
Yusti menyorot tajam ke arah Yadi berdiri sekarang. Wanita paruh baya itu berkacak pinggang di hadapan Yadi.Yadi bukannya ketakutan, ia malah memalingkan wajahnya karena melihat sesuatu di luar nalar. Tanpa sengaja ekor matanya tertuju pada belahan samar yang tampak menyembul karena ulah salah satu kancing yang sengaja dibuka Yusti beberapa saat sebelumnya."Aaaah!! Dasar pria tua mesum!" teriak Yusti pada Yadi saat mengetahui gelagat aneh pria tersebut dan apa yang tak sengaja dilihat olehnya.Yusti meletakkan ulegan dan beralih pada raket pemukul nyamuk yang berada tak jauh darinya. Alat itu sepertinya jauh lebih menyakitkan jika mengenai kulit pria menyebalkan tersebut.Tangan satunya ia gunakan untuk memasukkan kancing ke dalam lubang. Ini semua karena efek gerah sehingga seperti biasa ia akan membuka kancing baju paling atas supaya tidak terlalu banyak berkeringat saat mengolah jejamuan."Pergi nggak kamu dari si
"Hatiku yang tertinggal di sini, Yusti!" ucap Yadi tiba-tiba dengan wajah serius tanpa candaan di sana sambil menunjuk ke arah dadanya.Yusti mendelik tajam."Ngomong apa kamu? Buruan pergi dari sini! Satu, dua, tiiii..gaaa…." usir Yusti sembari mengayunkan raket nyamuk.Yusti berhenti dan melihat gerak-gerik pria di hadapannya."Ampuuuun! Iya aku balik sekarang, tapi kali ini beneran, ada yang ketinggalan!" ucap Yadi ketakutan. Ia menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada meyakinkan wanita paruh baya tersebut."Ya udah sana diambil! Cepetan!" tegas Yusti."Nggak bisa diambil sekarang!" jawab Yadi cepat."Kenapa memangnya?" tanya Yusti seraya menyipitkan mata."Karena kita belum sah secara agama dan negara, masa mau asal ambil aja?" celetuk Yadi tak berfaedah."Yadi!!! Dasar gila!! Nggak ingat umur!" umpat Yusti dan seketika membuat Yadi kocar-kacir tak
'Kayak polisi aja, nanya mulu! Interogasi mulu! Bawel amat, sih?'Yakinlah, bahwa ini bukan keluhan Arsaka melainkan Yadi!Pria paruh baya itu mau tak mau mendengar percakapan mereka berdua.CiiiittttYadi menginjak pedal rem kuat-kuat. Mobil berhenti tepat di tepi jalan.Tanda tanya besar berkumpul di kepala Arsaka."Kenapa berhenti, Pak Yadi?" tanya Arsaka bingung."Saya nunggu di luar saja, Den Saka! Siapa tahu Den Saka sama non Aleta ada yang mau dibahas agak privasi, saya-nya yang nggak enak dan memilih di luar saja, Den Saka!" ungkap Yadi jujur.Arsaka menimang-nimang sebentar lalu berkata, "Nggak usah, Pak! Kita jalan lagi aja, aku udah ngantuk dan juga capek!"Lelaki muda itu seketika menolak dan mengarahkan pandangannya pada sang kekasih yang sedang didempul sana sini oleh seorang make up artist dan dibantu para asisten memakai kostum untuk sebuah adegan film yang ia bin
Yadi tersenyum kikuk di posisinya. Ia seperti sedang menguji kesabaran tuan mudanya.Syukurlah, Arsaka tak memarahinya usai berkata seperti itu padanya. Dari cara bicara yang begitu tegas seorang Arsaka, Yadi segera ambil kesimpulan dalam hati dengan membungkam mulutnya secepat kilat. Daripada mencari masalah, lebih baik ia tak ikut campur dan fokus mengendarai mobil saja.Kembali ditatapnya jalanan yang tampak lengang karena tiba-tiba tanpa diduga hujan mengguyur bumi dengan derasnya. Tampak di luar sana, hampir sebagian besar orang yang menggunakan kendaraan roda dua mengeluarkan jas hujan dan segera memakainya demi menutupi tubuh masing-masing."Pak Yadi!" panggil Arsaka pada Yadi yang fokus menatap jalanan di hadapannya.Yadi menoleh sekilas dan mengulas senyum tipis ke arah majikan mudanya."Iya, Den Saka! Ada apa?" tanya Yadi cepat. Tak lama kemudian ia kembali menghadap ke depan."Memangnya pak Yadi