Terik matahari bersinar dengan terangnya. Cuacanya pun bagus untuk melakukan aktivitas di luar hotel. Seolah semesta tahu jika ada pribuminya yang sedang berbahagia, mereka pun mendukung dengan memberikan cuaca indah bagi penikmatnya. Hari ini adalah jadwal mereka untuk bermain di Disneyland, sesuai permintaan Ayana. Setelah kejadian kemarin malam, Ayana memang tidak memakai sekat pembatas lagi pada Adira. Namun ia juga tidak terlalu menggubris keadaan Adira yang selalu berada di sampingnya. Dengan raut wajah bahagianya, Ayana tersenyum sejak memasuki Disneyland. Ia kembali terlihat seperti anak kecil yang imut dan lugu. Adira menyukai melihat senyum Ayana tanpa ada suatu paksaan dari seseorang. Walaupun ia belum bisa benar-benar kembali menggandeng tangan hangat Ayana.“Na, lo sama Adira ya. Kan lo udah janji mau bantu dia buat balikin sebagian memori lo,” ucap Arsen pada Ayana setelah mereka berhasil masuk ke Disneyland. Terlihat dari raut wajahn
Bagi Adira hari pertamanya hari ini berjalan dengan lacar dan sesuai apa yang di harapkannya. Ia bisa memangkas dinding tebal yang menjadi penyekat kuat diantara mereka. Ya, walaupun ia rela menantang nyali dengan menaiki wahana yang sangat di bencinya semenjak masa kanak-kanak. Ketakutan Adira akan ketinggian, juga kecepatan tempo laju membuatnya takut akan terjadi hal buruk. Tapi semuanya setimpal dengan apa yang sudah di dapatkannya hari ini. Ia tak henti-hentinya mengucap terima kasih pada tuhan yang sempat ia ragukan, karena tidak pernah sedikitpun memihaknya. Bahagianya kembali terpancar setelah sekian lama meredup merindukan kasih yang tak sampai. Tapi tenang saja, seiring berjalannya waktu sang kasih akan tiba untuknya, bahkan selamanya. Itu lah kekuatan Adira untuk bisa berdiri tegak saat ini.“Gimana? Aman?” tanya Arsen pada Adira yang kini sedang terbaring nyaman di atas kasur.“Aman lah,” jawab Adira dengan senangnya.“Ana ada ingat sesuatu?” Adira
Hari ini merupakan malam ketiga untuk Adira berjuang. Hari-hari telah di laluinya dengan penuh harap hanya kepada tuhan dan semesta agar terus mendukungnya. Adira kini tengah bersiap dengan celana kain hitam, dan kaos hitamnya. Ia berdiri di hadapan kaca untuk membenarkan tampilannya yang sedikit berantakan. Hari ini, mereka tidak memutuskan untuk kemana-mana. Ayana hanya ingin membahas lebih detail mengenai hidupnya saat bersama dengan Adira, daripada harus mengunjungi banyak tempat. Adira yang sudah siap dengan tampilan sederhananya, kini ia memutuskan pergi menuju kamar Ayana yang terletak di samping kamarnya dengan Arsen.“Good luck, broo.” Teriak Arsen yang menyemangati sahabatnya itu. Ia hanya mengangguk sembari mengacungkan jempolnya ke udara untuk membalas perkataan Arsen barusan. Adira pun melangkah dengan percaya diri untuk menuju semestanya. Setelah sampai tepat di hadapan kamar milik Ayana, Adira menarik napas dalam. Dalam keadaan seperti ini, ia me
Malam semakin larut, kedua insan yang patah ini tampak diam menyembunyikan berbagai perasaan seperti, rindu akan kehangatan, cerita yang sudah meluap, dan air mata yang ingin di tepis sang kasih. Mereka semua membenamnya hanya karena suatu malam yang tidak pernah mereka inginkan terjadi. Malam yang sudah menjungkir balikkan kehidupan dua insan ini. Adira dengan patah hati terhebatnya karena hampir kehilangan Ayana untuk kali keduanya dengan luka parah yang di deritanya. Sedangkan Ayana yang terbangun dengan memori tidak penuh setelah kejadian tersebut berlangsung. Tidak ada yang salah disini, hanya saja mereka harus saling sabar untuk lebih menguatkan dan percaya satu sama lain. Adira yang sabar dengan tingkah Ayana yang tidak peduli padanya. Sedangkan Ayana yang harus percaya bahwa Adira adalah suaminya, setelah menerima berbagai macam bukti nyata di hadapannya. Angin semakin kencang, dan waktu pun semakin larut. Ayana tertidur di bahu Adira saat A
Sinar mentari masuk menembus kaca balkon yang tertutup rapat. Sang empu yang sedang tidur pun perlahan mengeliat tak nyaman karena merasa terganggu. Adira tampak merubah posisinya untuk membelakangi sinar daripada membuka matanya untuk bangun. Semalam tidurnya sangat larut, dan pantas saja jika pagi ini ia belum merasa cukup dengan tidurnya. Masih pulas dengan tidurnya, kini alis Adira bertaut kesal karena ada sesuatu yang membuat wajahnya merasa geli. Bukan hanya pipi, tapi setiap sisi wajahnya seperti sedang di mainkan oleh seseorang. Adira yang tidak bisa lagi menahannya pun perlahan membuka matanya. Betapa terkejutnya ia saat mendapati Ayana yang kini duduk di sampingnya sembari menatapnya hangat dan memainkan wajah tampannya. Senyum bangun tidur Adira terukir walau masih samar. Tangannya pun dengan cepat menarik tubuh Ayana untuk masuk kedalam selimut bersama dengan tubuhnya. Ayana terkejut dengan perlakuan Adira baru saja, namun it
Waktu terus berjalan, jam sudah berganti menjadi hari, dan begitu lah dunia terus berjalan. Tidak terasa sisa waktu Adira hanya tinggal dua hari, sebelum semua kenyataan manis maupun pahit yang akan menentukan hidupnya kelak. Ayana benar, menikmati masa-masa manis penuh akan kasih sayang dan cinta bersamanya adalah obat terindah daripada hanya mendatangi tempat yang sudah menorehkan kisah manis mereka berdua. Seluruh panjatan doa terus Adira ungkapkan pada sang pencipta. Meminta untuk semesta berpihak pada kehidupannya yang sudah lama suram. Bahkan tidak adanya pencahayaan yang menerangi semasa hidupnya. Terik mentari hari ini bersahabat, meskipun cuaca sedikit dingin namun tidak terlihat mendung. Hari ini Ayana mengajak Adira untuk berkeliling mengunjungi Street food di Champs-Elysees. Disana kita dapat menjelajahi jalanan penuh akan toko juga caffe yang bisa di kunjungi, sekaligus melihat bangunan-bangunan ala Paris. Tidak hanya menghabiskan waktu
Setelah menghabiskan pagi dan siang bersama menjelajahi jalanan di Champs-Elysees, kini datang lah malam yang sudah di tunggu Adira. Sebenarnya masih ada waktu dua hari lagi untuk mereka menghabiskan malam penuh akan keindahan di Paris, tetapi sore tadi Adira mendapatkan kabar bahwa ia harus segera kembali ke Seoul di karenakan kantor miliknya mengalami kendala yang harus di tanganinya sendiri. Adira bersiap dengan balutan suit jas hitam yang sengaja ia sewa dari desaigner langganannya di kota Paris. Kota Paris bukanlah hal yang asing bagi Adira, karena ia sering sekali berkunjung dan menghabiskan waktu disini semasa kuliah S2, juga karena pekerjaannya juga.“Dulu gue sempat curiga sama lo Ra,” ucap Arsen tiba-tiba.“Kenapa?” Arsen berjalan mencari jas yang tadi juga ia pinjam untuk malam terakhirnya di Paris. “Ya lo kan cakep, tapi sejak SMA sampai kuliah ngga ada satu pun cewek yang benar-benar lo cinta. Gue pikir lo aneh, eh ternyata,” jawab Arsen dengan men
Awan sore mulai terlihat menggelap seiring berjalannya waktu. Kini langit terlihat indah dengan goresan warna jingga yang menandakan bahwa matahari akan segera terbenam dan digantikan dengan bulan setelahnya. Sudah lama ia bersiap dan hanya menunggu Ayana selesai dengan tampilannya, tapi sudah lama juga ia menunggu di teras balkon dengan memandang jalanan di sekitar hotel. Tangannya melirik jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya, waktu terus berputar. Adira pun memutuskan untuk bangkit dan melihat Ayana secara langsung. Adira kini melangkah bergerak menuju kamar hotel yang di tempati oleh Ayana dan Rissa. Ia hanya ingin menanyakan apakah mereka sudah siap atau belum. Berulang kali Adira memencet bel, namun tidak kunjung di bukakan. Hingga akhirnya setelah ia berdiri sekitar lima menit, pintu tersebut terbuka. Terdapat Rissa yang kini menatapnya dengan sirat yang tak bisa di jelaskan. Adira mengernyit, seolah bertanya apa yang sedang te