Setelah menyelasaikan makan malam mereka, kini Adira dan Ayana tampak menghabiskan waktu mereka bersama didalam kamar milik Adira. Hobi baru Ayana adalah menonton drama yang baru saja ia ikuti akhir – akhir ini, karena Adira sudah tidak memperbolehkannya untuk meneruskan kuliah agar ia bisa fokus pada kedua anak yang sedang ia kandung. Semenjak kejadian Ayana yang terlihat drop, Adira saat itu langsung memutuskan untuk ikut mengambil keputusan dalam hidup Ayana walau awalnya Ayana menolak itu semua.“Lucu deh kalau mereka besok ternyata kembarnya sepasang Mas, kayak Hong Shi Ah sama Hong Shi Woo,” ucap Ayana disela – sela asik menonton drama kesukaannya. Saat setelah dua kembar sepasang itu keluar dan memainkan peran, Ayana jadi teringat dengan kedua anak yang sedang dikandungnya.“Yaudah kita cek aja jenis kelaminnya besok, ya sayang,” ucap Adira yang juga ikut menyaksikan gemasnya kedua saudara sepasang itu. Sifat Shi Ah yang pemberani, dan cuek,
Arsen melangkah masuk kedalam ruangan miliknya. Ia bersandar pada kursi kekuasaannya di kantor milik Adira. Tampak dari rautnya, ia terlihat ikut pusing dalam masalah baru yang timbul di perusahaan milik Adira ini.“Di minum dulu kopinya Sen,” Arsen mengalihkan pandangannya saat ada suara benda bergesekan didekatnya. Ada Rissa yang berdiri dihadapannya sembari membawa segelas kopi untuk dirinya.“Lo juga ngopi?” tanya Arsen pada Rissa saat ia menyeruput kopi yang dipegangnya. Rissa mengangguk samar namun tetap tersenyum. “Gue begadang semalam, jadi minum kopi buat nahan ngantuk,” jawab Rissa.“Lo kenapa begadang? Bukannya lo pernah bilang kalau ngga tahan sama kafein?” tanya Arsen lagi pada Rissa. Rissa tersenyum kaku, “Minum sedikit ngga akan bikin gue sakit perut sih.” Ucap Rissa dengan tawa diakhirnya. Arsen pun bangkit dan mengambil alih kopi milik Rissa, ia pun menyeruputnya. “Sekarang dua kopi ini milik gue,” ucap Arsen.
Adira telah menyelesaikan makan siangnya, kini ia berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Saat ia sedang berfokus pada kopi yang sedang dibuatnya, tiba – tiba saja ia merasakan ada yang memeluk badannya dari belakang.“Sayang, aku takut banget,” Adira menghela napas panjangnya, ia tahu siapa yang sedang memeluknya. Ia pun berbalik dan mendapati wajah takut Zayna. Ia tersenyum seperti biasa saat sedang dihadapannya.“Kalau kamu ngga merasa salah, ngga usah takut. Semuanya akan hilang dimakan waktu,” tegas Adira.“Tapi mereka semua jadi nuduh aku, padahal aku ngga tahu apa – apa.” Lanjut Zayna. Tangan Adira terulur untuk mengusap puncak kepala Zayna, “Aku percaya kok sama kamu.” Jawab Adira dengan senyum lebar.- Adira melangkah masuk kedalam rumah kecilnya. Baru saja ia memasuki pintu utama, ia sudah disuguhkan bau masakan Ayana yang sangat menggugah seleranya untuk makan. Senyum manisnya terukir dengan sendirinya, ia merasa beruntung karena mendap
Zayna masuk kedalam Apartement yang diberikan Adira untuknya dengan hati gusar. Rautnya marah setelah ia sampai di Apartemennya.Plaakk....“Pasti kerjaan lo kan?!” Zayna kini sudah diambang emosi. Suasana hati dan pikirannya sedang buruk saat ini. Ia pun rela menampar keras laki – laki yang sudah bersamanya selama empat tahun ini. Leo Ananta, tunangan Zayna yang sudah ia sembunyikan dari Adira selama tiga tahun mereka bersama. Ya, ini permaian yang dibuat Leo untuk Zayna bisa bahagia dengan semua uang milik Adira.“Aku lakuin itu semua untuk kebahagiaan kamu sayang,” ucap lelaki bernama Leo itu dengan wajah khas Pakistannya. Zayna mengernyit, “Bahagia maksud lo? OMONG KOSONG!” Teriak Zayna frustasi. Leo meraih pundak Zayna, ia mengusap lembut pundak wanita kesayangannya itu.“Aku tahu kamu akan lakuin hal yang sama suatu saat nanti, dan itu terlalu lama sayang.” Balas Leo dengan menatap lembut Zayna.“LO YANG KELAMAAN! KENAPA HARUS BERT
Adira tampak melajukan mobilnya dengan kecepatan normal, kini mereka memutuskan untuk kembali ke Apartemen dan menghabiskan sisa waktu mereka bersama disana. Suasana hati Ayana terlihat sangat membaik setelah bertemu dengan sang Papa dan tidak adanya keberadaan Elvina disana. Sejak adanya Elvina, sang Mama tiri waktu dan kedekatan Ayana bersama Aji pun semakin merenggang dikarenakan Elvina yang selalu berusaha mengambil waktu Aji saat hendak mengajak Ayana untuk berbincang.“Mas makasih ya,” ucap Ayana dengan senyum lebarnya. Adira mengangguk sembari tangan kanannya terus mengusap punggung tangan Ayana lembut.“Mas senang bisa bikin kamu bahagia. Jangan pernah bilang makasih ya, karena Mas tulus lakuin itu semua buat kamu dan anak kita.” Jawab Adira lembut. Hari terus berlanjut, dan rumah tangga mereka semakin manis. Setelah Adira mengetahui bahwa keadaan Ayana memburuk, serta kedua anaknya yang dalam bahaya. Adira memutuskan untuk bersikap baik pad
Adira melangkah pasti dengan badannya yang tegap memasuki kantor kekuasaannya. Wajahnya yang terlihat arogan, dengan sorot mata tajam sudah menjadi khas bos muda satu ini. Menjabat sebagai CEO di umurnya yang masih menginjak 26 tahun, menjadikan Adira sebagai panutan dan incaran banyak wanita. Namun tetap, hanya Ayana yang menjadi pemenang dihatinya.“Selamat siang Pak Adira,” sapa salah seorang karyawan yang sedang melintas dihadapan Adira. Adira mengangguk untuk membalasnya, “Yeri tolong kasih tahu ke bagian Information kalau nanti seluruh karyawan kantor harus berkumpul di aula saat istrirahat siang,” ucap Adira tegas.“Baik Pak.” Sahut Yeri dengan pikirannya yang bergelut pada peristiwa yang akan terjadi nanti. Adira pun kembali melanjutkan langkahnya dengan perasaan bahagia yang tidak diketahui oleh siapapun, karena senyumnya hanya ia perlihatkan untuk Ayana seorang. Tak lama ponsel Adira berdering saat ia melangkah masuk kedalam ruangannya. Ia
Adira POV Aku memandangi ruang ICU dengan tatapan gundah. Perasaanku sangat cemas memikirkan kondisi Ayana didalam sana. Pikiran tentang kejadian beberapa jam yang lalu sangat membekas kuat dipikiran terdalam ku. Tuhan aku mohon, jangan lagi kau pisahkan aku dengannya. Hatiku terus meminta hal tersebut pada Tuhanku. Untuk ku kehilangan Ayana membuat diriku sangat rapuh dan lemah. Aku tidak bisa lagi bisa menerimanya seumur hidupku. Dokter melangkah keluar dari ruang ICU dengan wajah seriusnya. Aku melangkah mendekat kearahnya.“Bagaimana dok?” tanyaku cemas.“Kita akan menyiapkan operasi besar untuk menyelamatkan anak anda, dan juga untuk menghentikan pendarahan di otak Ibu Ayana. Namun untuk menghentikan pendarahan pada otak tidak semudah yang Pak Adira bayangkan. Kemungkinan selamat juga tipis, tapi kami selaku Dokter akan selalu berusaha sekeras mungkin untuk menyelamatkan nyawa Ibu Ayana.” Jelas Doketr padaku. Seluruh jiwa ku seolah
Aku duduk di taman rumah sakit yang sepi. Hembusan angin dingin menerpa tembus kedalam kulitku. Kemeja putih lusuh penuh darah masih menjadi pakaianku sejak tadi. Bunga-bunga bermekaran dengan indah, warna-warni terlihat sangat cantik. Aku tersenyum tipis melihatnya. Apa dunia sangat membenciku? Bahkan disaat seperti ini, rasanya dunia sedang tertawa untuk ku. Aku menundukkan pandanganku, kedua tanganku memijat pelipis karena merasa pusing pada bagian kepala. Suasana sepi seperti ini setidaknya berhasil membuatku sedikit tenang.“Enak banget suasana disini,” Perlahan aku mendongak saat merasa ada yang mengajak ku bicara. Aku melihat Rissa yang berdiri tepat dihadapanku dengan senyum hangatnya.“Emm, boleh gue duduk?” Aku mengernyit dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. Semua orang hari ini sunggu mampu membuatku merasa gila. Tanpa menunggu jawabanku Rissa tampak melangkah untuk duduk disampingku. Matanya melebar melihat b