Maaf kemalaman update, di sini habis hujan, susah sinyal dari tadi. Selamat membaca.
Leslie merasa senang karena melihat Aiden Malik membalas sulangannya."Aku akan ke sana," katanya kemudian."Gila! Disana ada istrinya, Leslie," ucap Cassie dan Lily bersamaan."Terus kenapa? Lagipula, semua orang tahu Aiden Malik tidak menyukai istrinya dan walaupun mereka suami istri hubungan mereka tidaklah sehangat suami istri pada umumnya. Jadi, jika istrinya tidak bisa menghangatkan suaminya," Leslie terkikik, "biar aku saja yang melakukannya," Leslie berkata dengan penuh percaya diri.Leslie lantas berdiri lalu berjalan menghampiri meja dimana Aiden duduk. Lily yang melihat itu merasa penuh dilema di dalam hatinya. Apakah dia harus mengikuti Leslie ataukah tetap duduk di tempatnya.Jika Leslie berhasil itu akan menjadi langkah yang baik untuk Leslie, tapi itu akan membuat Lily ketinggalan satu langkah lagi di belakang Leslie, tapi, jika tidak, Lily akan dengan puas menertawakan Leslie. Sedangkan Cassie, bagi Lily, Cassie tidak ada apa-apanya, dia terlalu penakut untuk menghandle
Sudah jam 8 malam saat Eva dan Aiden tiba kembali di president suite. Di luar masih hujan. Badai tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Meskipun cuaca buruk, para tamu di hotel tetap bertekad untuk mencari hiburan dan kesenangan seperti biasanya. Saat malam semakin larut, hiruk pikuk semakin meningkat.Di samping hotel ada pusat perbelanjaan, rasanya Eva ingin ke sana untuk sekedar menghilangkan penat. Tapi, mana bisa, Aiden pasti tidak akan mengizinkannya.Setelah mandi, mengenakan pakaian dalam dan baju tidur barunya, Eva duduk untuk mengeringkan rambut. Setelah itu Eva jatuh ke tempat tidur. Begitu ia memejamkan mata, pintu kamarnya diketuk.Ternyata Alfred yang mengetuk pintu. "Nyonya Eva, Tuan Aiden ingin bertemu. Nyonya diminta untuk datang ke ruangannya," dia mengumumkan.Rasanya Eva baru saja memejamkan mata, "Baiklah," katanya kemudian. Setelah mengikat rambut, Eva lantas keluar dari ruangan menuju ruangan dimana Aiden berada.Alfred memberitahu kedatangan Eva. Terlihat
"Alfred jelas tahu kalau kauBelum bisa banyak minum alkohol karena cideramu tapi, dia justru membawa kita kemari," ucap Eva. Alfred yang sedang menutupPintu jelas-jelas mendengar hal tersebut tapi, dia pura-pura tuli. Ada misi 'penyelamatan pernikahan' yang sedang ia lakukan. Jadi, anggap saja, sindiran Nyonyanya itu sebuah angin lalu. Ibaratnya, guk-guk mengeong kafilah berlalu. Eh, beda konsep ya."Kalau kauTidak menyukai tempat ini kitaBisa cari tempat lain, Eva," ucap Aiden, dia sudah hendak berdiri, tapi Eva menahannya."Tidak. Biar saja, Aiden. Bukan aku tidakMenyukai tempat ini," Eva melihat kesekeliling ruangan, "Suka. Hanya saja yangKumaksud sebaiknya nanti kau jangan minum alkohol terlalu banyak dulu ya. Jaga-jaga jangan sampai cideramu bermasalah. Lagipula akan melelahkanBagimu jika harus berpindah ketempat lain. Jadi, kita disini saja, tidak perlu berpindahTempat," tambah Eva lagi.Aiden mengangguk. Pria itu lebih banyak diam. Dia terlihat jauh tapi juga tidak terlihat deka
Eva terbangun dengan kepala dan pipi yang terasa sakit. Bukan hanya itu, tapi semua tubuhnya terasa sakit. Eva mengerjap berulang kali tapi penglihatannya tak juga membaik. Apa ini? Dimana aku? Kenapa gelap? Apa sekarang masih malam hari?Eva mencoba untuk bangkit, tapi, dia merasakan kalau dia tidak bisa bergerak. Kenapa ini? Apa dia terikat? Kenapa dia bisa terikat? Apa dia diculik lagi?Aiden! Eva mencoba memanggil tapi tak ada suara yang keluar karena mulutnya ditutupi lakban.Di saat kebingungan seperti itu, sebuah pintu terbuka. Seseorang masuk lalu menyalakan lampu. Membuat mata Eva sakit karena cahaya terang tiba-tiba yang masuk ke dalam indera penglihatannya.Sosok yang baru masuk itu berlatarkan cahaya hingga Eva tidak bisa melihat dengan jelas ditambah sosok itu memakai topeng."Ternyata kau sudah bangun!" ucap sosok itu, dia berjalan menghampiri Eva lalu melepas lakban yang menutupi mulut Eva dengan kasar membuat mulut dan kulit area sekitar terasa perih. Mau tak mau erang
Victoria Malik berjalan dengan terburu-buru menuju ke kamar Rebecca. Biasanya jika ingin berbicara Victoria hanya perlu memanggil Rebecca ke ruangan bacanya, tapi, situasi yang membuatnya berdebar membuat Victoria menjadi sangat tidak sabar untuk mengkonfirmasi tentang kebenarannya."Apa yang kau lakukan, Rebecca?" seru Victoria begitu memasuki kamar Rebecca. Tanpa disangka, Victoria merasa terkejut saat masuk ke ruangan itu. Bagaimana tidak, ada bantal dan beberapa barang yang lain berserakan di lantai, seolah barang-barang itu sengaja dilempar ke sembarang arah."Apa ini, Rebecca?" tanya Victoria lagi, dia berhenti di depan bantal yang tergeletak di lantai. Pelayan Rebecca buru-buru memunguti barang-barang yang ada di lantai dan berusaha merapikannya semampunya."Nyonya Victoria," rengek Rebecca, begitu melihat Victoria, tangis Rebecca seketika pecah. Dia berlari memeluk Victoria lalu menangis sesenggukan di bahu wanita tua itu.Victoria mengangkat tangan, Adriana, asisten yang mengi
Eva mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi pada saat kecelakaan."Aiden," Eva menangis, dia memeluk tubuh pria itu dengan erat. Air mata di pipinya mengalir dengan deras. Saat itu pintu mobil terbuka, dalam keadaan setengah sadar Eva merasa tubuhnya ditarik dan dipisahkan dari Aiden. Eva berusaha memberontak saat Aiden dibawa pergi tapi, dia sendiri keburu kehilangan kesadaran.Eva mengerjap, dia tersentak oleh ingatan itu."Dimana Aiden?" tanya Eva pada wanita bertopeng yang ada di hadapannya, "Kemana kau membawanya? Lalu siapa kau? Kenapa kau melakukan ini?"Sebagai gantinya wanita itu tertawa mendengar pertanyaan Eva."Tak kusangka kau benar-benar melupakanku, Eva," jawab wanita bertopeng itu, "Terus apa yang tadi kau tanyakan? Kenapa aku melakukan ini?" Dia menyempatkan diri tertawa lagi sebelum kemudian menjawab, "Tentu saja karena aku membencimu, Eva. Gara-gara kau Aiden Malik sampai turun tangan. Membuatku kehilangan pekerjaan hingga tidak bisa diterima bekerja di hotel
"Kau tidak mungkin melakukan semua ini sendiri," tukas Aiden, "Berapa orang itu membayarmu? Aku bisa memberikan lebih. Bahkan sepuluh kali lipat lebih banyak dari yang orang itu berikan jika kau setuju untuk melepaskan kami berdua."Jennifer tertawa, "Dasar billionaire. Itu adalah hal klasik yang kalian tawarkan saat kalian dalam keadaan terdesak. Menawarkan uang berpuluh-puluh kali lipat. Tapi, apa kau tahu Aiden Malik yang terhormat, kenapa aku menerima tawaran ini? Karena selain uang aku bisa mendapatkan kesempatan untuk membalas orang-orang dari kalangan borjuis sepertimu dan juga Eva. Aiden Malik, semudah itu kau menghancurkan hidup seseorang seperti diriku ini?""Aku tidak akan melakukan itu kalau bukan kau sendiri yang memulai terlebih dahulu menyakiti istriku. Apa menurutmu seorang suami akan diam saja saat istrinya dipermalukan dan disakiti oleh orang lain? Dalam hal ini dirimu, Jennifer."Jennifer memaki sambil melihat ke dinding, seolah Eva tidak ada di sana. "Brengsek, Eva.
"Ap ... appa yhang khau lhakukan, Thuan Ai ... Aidhen?" ucap Jennifer, dia kesulitan bicara dengan jelas karena tali Aiden yang melilit lehernya, "Appa khau lupha khalau akhulah yang thelah menyelamhatkhanmhu dhari thabrakan ithu dhan mengobatimuu.""Aku tidak minta diobati lagipula kaulah penyebab kecelakaan itu. Jadi, kurasa aku tidak perlu repot-repot berterima kasih. Sekarang suruh anak buahmu untuk meletakkan senjata dan alat komunikasi mereka lalu minggir ke sana. Atau kalau tidak aku akan mematahkan lehermu ini," tegas Aiden sembari mengencangkan tali di leher Jennifer.Jennifer yang merasakan cekikan tali di lehernya mengencang lantas memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan senjata mereka."Minggir ke sana," ucap Aiden sambil mengencangkan tali saat dilihatnya ketiga pria itu tidak bergerak. Sebagai gantinya, Jennifer memerintahkan lewat mata membuat ketiga anak buahnya kembali menurut dan menepi ke samping hingga mereka bisa lewat."Eva, apa kau bisa berdiri?" tanya Aiden.