Maafkan jika ada kata-kata yang berdempetan. Karena jumlah katanya mentok. Jadi, daripada koinnya kemahalan, bacanya agak sedikit tidak nyaman tidak apa-apa ya. Selamat membaca.
Eva terbangun dengan kepala dan pipi yang terasa sakit. Bukan hanya itu, tapi semua tubuhnya terasa sakit. Eva mengerjap berulang kali tapi penglihatannya tak juga membaik. Apa ini? Dimana aku? Kenapa gelap? Apa sekarang masih malam hari?Eva mencoba untuk bangkit, tapi, dia merasakan kalau dia tidak bisa bergerak. Kenapa ini? Apa dia terikat? Kenapa dia bisa terikat? Apa dia diculik lagi?Aiden! Eva mencoba memanggil tapi tak ada suara yang keluar karena mulutnya ditutupi lakban.Di saat kebingungan seperti itu, sebuah pintu terbuka. Seseorang masuk lalu menyalakan lampu. Membuat mata Eva sakit karena cahaya terang tiba-tiba yang masuk ke dalam indera penglihatannya.Sosok yang baru masuk itu berlatarkan cahaya hingga Eva tidak bisa melihat dengan jelas ditambah sosok itu memakai topeng."Ternyata kau sudah bangun!" ucap sosok itu, dia berjalan menghampiri Eva lalu melepas lakban yang menutupi mulut Eva dengan kasar membuat mulut dan kulit area sekitar terasa perih. Mau tak mau erang
Victoria Malik berjalan dengan terburu-buru menuju ke kamar Rebecca. Biasanya jika ingin berbicara Victoria hanya perlu memanggil Rebecca ke ruangan bacanya, tapi, situasi yang membuatnya berdebar membuat Victoria menjadi sangat tidak sabar untuk mengkonfirmasi tentang kebenarannya."Apa yang kau lakukan, Rebecca?" seru Victoria begitu memasuki kamar Rebecca. Tanpa disangka, Victoria merasa terkejut saat masuk ke ruangan itu. Bagaimana tidak, ada bantal dan beberapa barang yang lain berserakan di lantai, seolah barang-barang itu sengaja dilempar ke sembarang arah."Apa ini, Rebecca?" tanya Victoria lagi, dia berhenti di depan bantal yang tergeletak di lantai. Pelayan Rebecca buru-buru memunguti barang-barang yang ada di lantai dan berusaha merapikannya semampunya."Nyonya Victoria," rengek Rebecca, begitu melihat Victoria, tangis Rebecca seketika pecah. Dia berlari memeluk Victoria lalu menangis sesenggukan di bahu wanita tua itu.Victoria mengangkat tangan, Adriana, asisten yang mengi
Eva mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi pada saat kecelakaan."Aiden," Eva menangis, dia memeluk tubuh pria itu dengan erat. Air mata di pipinya mengalir dengan deras. Saat itu pintu mobil terbuka, dalam keadaan setengah sadar Eva merasa tubuhnya ditarik dan dipisahkan dari Aiden. Eva berusaha memberontak saat Aiden dibawa pergi tapi, dia sendiri keburu kehilangan kesadaran.Eva mengerjap, dia tersentak oleh ingatan itu."Dimana Aiden?" tanya Eva pada wanita bertopeng yang ada di hadapannya, "Kemana kau membawanya? Lalu siapa kau? Kenapa kau melakukan ini?"Sebagai gantinya wanita itu tertawa mendengar pertanyaan Eva."Tak kusangka kau benar-benar melupakanku, Eva," jawab wanita bertopeng itu, "Terus apa yang tadi kau tanyakan? Kenapa aku melakukan ini?" Dia menyempatkan diri tertawa lagi sebelum kemudian menjawab, "Tentu saja karena aku membencimu, Eva. Gara-gara kau Aiden Malik sampai turun tangan. Membuatku kehilangan pekerjaan hingga tidak bisa diterima bekerja di hotel
"Kau tidak mungkin melakukan semua ini sendiri," tukas Aiden, "Berapa orang itu membayarmu? Aku bisa memberikan lebih. Bahkan sepuluh kali lipat lebih banyak dari yang orang itu berikan jika kau setuju untuk melepaskan kami berdua."Jennifer tertawa, "Dasar billionaire. Itu adalah hal klasik yang kalian tawarkan saat kalian dalam keadaan terdesak. Menawarkan uang berpuluh-puluh kali lipat. Tapi, apa kau tahu Aiden Malik yang terhormat, kenapa aku menerima tawaran ini? Karena selain uang aku bisa mendapatkan kesempatan untuk membalas orang-orang dari kalangan borjuis sepertimu dan juga Eva. Aiden Malik, semudah itu kau menghancurkan hidup seseorang seperti diriku ini?""Aku tidak akan melakukan itu kalau bukan kau sendiri yang memulai terlebih dahulu menyakiti istriku. Apa menurutmu seorang suami akan diam saja saat istrinya dipermalukan dan disakiti oleh orang lain? Dalam hal ini dirimu, Jennifer."Jennifer memaki sambil melihat ke dinding, seolah Eva tidak ada di sana. "Brengsek, Eva.
"Ap ... appa yhang khau lhakukan, Thuan Ai ... Aidhen?" ucap Jennifer, dia kesulitan bicara dengan jelas karena tali Aiden yang melilit lehernya, "Appa khau lupha khalau akhulah yang thelah menyelamhatkhanmhu dhari thabrakan ithu dhan mengobatimuu.""Aku tidak minta diobati lagipula kaulah penyebab kecelakaan itu. Jadi, kurasa aku tidak perlu repot-repot berterima kasih. Sekarang suruh anak buahmu untuk meletakkan senjata dan alat komunikasi mereka lalu minggir ke sana. Atau kalau tidak aku akan mematahkan lehermu ini," tegas Aiden sembari mengencangkan tali di leher Jennifer.Jennifer yang merasakan cekikan tali di lehernya mengencang lantas memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan senjata mereka."Minggir ke sana," ucap Aiden sambil mengencangkan tali saat dilihatnya ketiga pria itu tidak bergerak. Sebagai gantinya, Jennifer memerintahkan lewat mata membuat ketiga anak buahnya kembali menurut dan menepi ke samping hingga mereka bisa lewat."Eva, apa kau bisa berdiri?" tanya Aiden.
"Apa kalian tahu kabar terpanas saat ini?" Leslie berkata pada kedua temannya yang kini sedang berkumpul di gazebo halaman belakang rumah Leslie."Tidak. Memangnya ada apa?" tanya Cassie sembari mengaduk-aduk potongan es batu yang ada di dalam gelas jus strawberry miliknya."Sebenarnya hal ini tidak terekspos di publik tapi, aku mendengarnya dari sumber terpercaya. Ini tentang Aiden Malik."Mendengar nama Aiden Malik, Cassie dan Lily menjadi sangat tertarik dengan kabar itu. "Ada apa dengan dia?" tanya keduanya. Seperti yang diketahui, sebelumnya Aiden sempat menguras rekening ketiga wanita itu secara tidak langsung saat di restoran."Aiden Malik dan istrinya sempat diculik," ucap Leslie yang membuat Cassie terperangah sedangkan Lily menjadi cemas."Astaga, lalu bagaimana keadaan mereka sekarang?" tanya Cassie, "Apa mereka baik-baik saja?""Ya. Keduanya baik-baik saja sekarang. Kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan lebih lanjut secara tertutup. Tapi, coba tebak siapa yang yang men
Benjamin berjalan dengan tergopoh-gopoh. Dia bahkan berjalan setengah berlari sembari memakai jas dokter miliknya. Beberapa pasien yang berada di selasar bahkan sampai menoleh kebingungan melihatnya.Siang tadi saat sedang di toilet, ponsel Benjamin berdering. Oo, ternyata itu dari Aiden. Benjamin kembali melanjutkan kegiatannya, lalu ketika tersadar ...Astaga! Ini kan nomor darurat Aiden Malik! Benjamin buru-buru menarik retsleting celananya lalu menggeser layar ponsel. Dia lantas meletakkan ponsel itu di antara bahu dan lehernya lalu membuka pintu bilik toilet."Ya, halo, Aiden! Kau dimana? Apa kau baik-baik saja? Aku mendengar kabar burung kalau terjadi sesuatu padamu. Sejak beberapa waktu yang lalu ponselmu bahkan tidak bisa dihubungi. Sekarang bagaimana kondisimu?""Tuan Aiden meminta Tuan Benjamin segera ke rumah sakit untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Beliau meminta untuk tidak memberitahu siapapun dan minta disiapkan jalur super VVIP. Saya akan memberitahu detilnya selan
Rebecca berjalan mondar-mandir di kamar dengan ponsel menempel di telinga. Tidak terhitung sudah berapa kali Rebecca mencoba menghubungi seseorang di seberang sana, dalam hal ini Jennifer Newman.Sialan! Kenapa jalang bodoh itu tidak juga bisa dihubungi. Apa dia lupa mengisi daya ponsel atau apa? Ah, sial, kenapa aku harus mempekerjakan orang bodoh seperti dia. Rebecca berulang kali memaki di dalam hati. Awas saja kalau nanti ketemu. Aku tidak akan membayar penuh. Pekerjaannya sama sekali tidak rapi. Ah, sial kenapa tidak juga tersambung? Apa yang terjadi pada Aiden? Bagaimana dengan si jalang Eva itu? Semoga dia sudah mati.Beberapa kali mencoba lagi, tak disangka panggilan Rebecca akhirnya tersambung.Akhirnya ... jalang bodoh itu mengangkat teleponku juga.Tanpa babibu Rebecca segera memaki begitu telepon itu diangkat."Dasar jalang bodoh!" maki Rebecca kesal, "Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa sedari kemarin kau tidak mengangkat-angkat panggilan telepon dariku? Apa yang kau lakuka