Venus menunggu cemas sambil meremas tangannya di kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ia tidak akan bisa beristirahat sampai mengetahui kondisi Dion yang sesungguhnya. Ponsel yang disimpan Venus pun bergetar. Dengan cepat Venus menyambar dan menerima panggilan dari ibunya.“Mom?”“Ada berita buruk, Sayang. Sepertinya Rex Milan benar. Dion sudah tiada.” Venus langsung menutup mulut dengan sebelah tangannya. Ia terduduk di sofa dalam kondisi lemas.“A-Apa?” sahut Venus terbata-bata.“Maafkan, Mommy. Mommy baru saja mendapatkan kabar dari NYPD. Mobil Dion terbalik dan terjadi perampokan di jalan yang mengakibatkan dia terkena tembakan serta kecelakaan itu.” Venus menggeleng tak percaya dengan apa yang didengarnya.“Tapi dia ... aku ....” Venus menjeda dan tercekat tidak bisa bicara. Rasanya semuanya berhenti di tenggorokannya.“Sebaiknya kamu beristirahat dan jangan pikirkan soal Dion dulu. Besok Mommy akan melihat apa yang bisa dilakukan untuk memberikan pemakaman yang layak b
Berita soal kecelakaan Dion akhirnya memenuhi channel berita malam. Rekaman saat mobil Dion yang sudah terbakar beredar. Dewi dan anaknya Cindy juga Peter dan Jasman sama-sama duduk di ruang tengah menyaksikan berita itu.“Sekarang bagaimana, Ma? Apa aku harus terus kerja di perusahaan itu? Aku emoh ah, Ma, kalo Mas Dion ndak ada,” ujar Cindy sedikit merengek manja. Dewi mengambil sebelah tangan Cindy dan menggenggamnya.“Kalau kamu ndak mau, Masmu ndak memaksa. Itu semua terserah sama kamu. Tapi kalau kamu masih mau membantu, Dion meminta agar kamu tetap di sana untuk memantau mengumpulkan informasi terutama soal Venus.” Dewi kembali menjelaskan. Cindy diam menatap ibunya. Ia masih ingin menolong Dion tapi pekerjaan mata-mata yang dilakukannya bukan tanpa risiko.“Saya bersedia tetap bekerja di gedung itu agar bisa mengawasi dan membantu Dek Cindy, Tante,” celetuk Peter tiba-tiba menyela. Jasman sontak menyikut temannya itu lalu mendelik.“Jangan nyari kesempatan lu!” Jasman berbisik
Saat Venus menapakkan kakinya ke atas Yacth, ia merasa seperti Deja Vu. Ada yang sedang menempa pikirannya yang kehilangan banyak memori masa lalu. Rasanya ia pernah mengalami hal yang sedang dialaminya.“Ada apa, Sayang?” tegur Rex Milan pada Venus yang sedikit terkesiap dari lamunannya.“Aku ... apa kita pernah berada di sini sebelumnya?” tanya Venus dengan raut kebingungan. Kening Rex Milan sempat mengernyit. Ia berpikir dengan cepat agar tidak salah menjawab.“Apa kamu mengingat sesuatu?”“Entahlah. Aku merasa jika aku pernah di sini. Aku merasa ....” Rex Milan tersenyum dengan sedikit dengusan lembut. Venus lalu menoleh padanya seakan mengharapkan jawaban dari segala kebingungannya.“Aku senang kamu bisa mengingatnya. Aku melamarmu di atas Yacth ini. ini Yacth yang sama, Sayang.” Rex Milan menjawab sembari tersenyum. Kening Venus perlahan mengernyit. Benaknya terus berdebat di antara iya atau tidak. Venus memang merasa deja vu tapi apakah yang diucapkan oleh Rex Milan itu benar a
“Kita akan kembali seperti dulu, aku berjanji,” ucap Rex Milan pada Venus sebelum menandatangani surat dan dokumen pernikahan tersebut. Venus masih ragu dan bingung. Ia harus melakukan sesuatu untuk membantu dirinya sendiri. Maka, Venus pun akhirnya mengambil keputusan.Tangan Venus menggoreskan tanda tangannya pada lembaran dokumen yang dibawa oleh Rex Milan. Senyuman Rex Milan mengembang lebar. Ia tidak menyangka jika pernikahannya akan lancar seperti ini.“Terima kasih, Sayang! Aku sangat mencintaimu!” ucap Rex Milan memeluk lalu mencium pipi Venus. Venus menaikkan sedikit senyumannya.Hati memang tidak bisa berbohong. Venus yakin jika Rex Milan terlibat pada kecelakaan Dion. Lebih dari itu, ia semakin tidak yakin jika Rex Milan adalah suaminya yang terakhir.“Kita rayakan hari ini dengan Wine!” Rex Milan dengan cepat memanggil pelayan untuk membawakan menu. Venus masih diam saja dan membiarkan Rex Milan melakukan yang diinginkannya. Pikiran Venus masih bercabang pada beberapa hal
“Kamu sedang berbicara dengan siapa, Cindy?” tanya Sebastian lagi dalam bahasa Indonesia. Napas Cindy tercekat dan jantungnya rasanya seperti sedang berhenti. Cindy tidak pernah menyangka jika Sebastian bisa berbahasa Indonesia. Selama ini, Cindy mengira jika Sebastian adalah keturunan Tionghoa.“B-Bukan, Pak. Ini ... ini adalah teman saya dari Indonesia,” jawab Cindy terbata-bata. Terlihat jelas jika ia menyembunyikan sesuatu dari Sebastian. Sebastian maju dua langkah tanpa melepaskan pandangan dari Cindy. Sedangkan ponsel di tangan Cindy diremasnya cukup keras.“Tolong buatkan kopi untukku dan antarkan ke ruanganku. Segera ya!” Sebastian lantas berbalik pergi usai memberikan perintah tersebut. Napas Cindy yang tertahan baru lepas setelah Sebastian keluar dari ruangannya.“Oh, Tuhan Yesus. Aduh, mati aku sekarang. Tolong aku, Bapa di Surga. Selamatkan aku dari kecurigaan Tuan Sebastian. Semoga dia gak mendengar pembicaraanku tadi sama Mas Peter,” ujar Cindy mencoba menenangkan diriny
Jasman berlari sekencang mungkin menghindari teriakan orang-orang yang mungkin mengejarnya. Di depan, sebuah mobil berhenti dan Jasman langsung masuk. Mobil itu langsung tancap gas.“Aduh, mampus gue! Gak-gak lagi gue ngejambret, ya Allah!” Jasman merutuk sambil terengah-engah mengatur napas. Ia begitu kepayahan sebelum membuka topeng dan hoodienya. Peter tersenyum dan terus menyetir. Mereka nekat menjambret tas Venus dan kini keduanya resmi jadi penjahat di New York.“Gimana? Berhasil kan?” tanya Peter tak yakin. Jasman mengangguk dan masih menarik napas. Ia mengangkat tas Venus yang dirampoknya tanpa menjawab.“Ya udah, gue telepon Pak Kyle dulu.” Peter segera menghubungi Kyle Madrid yang masih bekerja untuk Daga Nero. Untuk saat ini, Kyle menjadi atasan mereka setelah Dion meninggalkan kursi CEO.“Semua sudah terlaksana, Pak. Jasman sudah mencuri tas milik Nyonya Venus.” Peter melaporkan pada Kyle.“Bagus, kamu dan Jasman segera ke hotel yang sudah aku persiapkan. Periksa semua yan
“Saksi pembunuhan? Tidak. Dia tidak pernah menjadi saksi pembunuhan,” ujar Rex Milan dengan kening mengernyit. Dokter itu mengangguk.“Bisa jadi dia sedang kebingungan sehingga banyak hal yang ia paksa ingat dalam waktu yang bersamaan.” Dokter itu mencoba memberikan analisisnya.“Apa ingatannya sudah kembali, Dokter?” Rex Milan kembali bertanya untuk meyakinkan.“Belum sepenuhnya. Mungkin yang muncul adalah potongan-potongan ingatan saja. Tidak ada yang mengetahui pasti kapan semua ingatan akan kembali.” Rex Milan diam memperhatikan dengan wajah gusar.“Tuan Wilson, alasanku memanggilmu kemari adalah untuk memintamu bersabar dengan kondisi Istrimu. Jangan memaksanya melakukan apa pun yang bisa membuatnya tertekan. Jika tidak hati-hati, ingatannya bisa tidak kembali,” ujar dokter itu menjelaskan. Rex Milan hanya diam dan mengangguk.“Terima kasih, Dokter.”Sepulang dari rumah sakit, Venus langsung masuk ke kamar untuk beristirahat. Ia tidak mempermasalahkan lagi tasnya yang dijambret.
“Awasi Venus. Jika ada yang mendekat dan mencurigakan langsung hajar dia. Urusan dengan Polisi belakangan,” ujar Rex Milan memberikan perintah pertamanya pada regu pengawal pribadi Venus. Pemimpin regu tetaplah NEL Black. Ia memimpin lima orang yang terdiri dari Ortega, Keith, Seth, Emerson dan Steven.“Bagaimana dengan paparazi?” tanya NLE Black pada Rex Milan.“Mereka juga. Jangan biarkan mereka mendekat.”NLE Black tidak mengangguk tapi juga tidak menolak. Ia menoleh pada Ortega dan Seth yang menjadi pendamping Venus. Sedangkan Keith, Emerson serta Steven yang akan mengawal di luar sekaligus sebagai sopir.Rex Milan memastikan pengawalan untuk Venus berjalan dengan baik. Ia berdiri di depan lobi utama untuk menyaksikan seperti apa para pengawal akan ‘mengurung’ Venus.Di dalam mobilnya, Venus jadi cemas serta gundah. Ia di awasi oleh lima orang pria dengan salah satunya berwajah jelek. Jika salah bertindak bukan tidak mungkin seluruh rencananya gagal.“Apa kalian suka minum kopi?”