POV AntoMengidam, aku pernah mendengar istilah itu. Atau cerita teman-teman yang pernah memiliki pengalaman memilki istri yang hamil. Mereka terkadang menceritakan pengalaman mereka terlalu berlebihan, bukankan suami itu adalah pemimpin yang tak boleh diatur-atur oleh istri seenaknya. Suami memiliki harga diri tinggi. Seorang suami tak boleh takut pada istri. Apalagi sampai diperintah istri.Dulu, aku mengira itu hanya mengada-ada, atau bentuk rengekan manja si istri yang minta perhatian. Tak kusangka semua terjadi padaku, apa lagi ikut campur tangan ibu yang memerintahkan untuk mencari mangga malam ini juga. Mangga setengah matang di tengah malam, kenapa harus mangga? Kalau nasi goreng di tengah malam akan sangat mudah mencarinya.Kuletakkan motor di samping rumah Pak Asep. Rumah Pak Asep memiliki pekarangan yang luas, berbeda dengan rumah Pak Ramli.Ada beberapa pohon mangga, entah jenis mangga apa, pokoknya mangga. Kuintip dari bawah, ada beberapa biji buah mangga di pohon itu.Ak
"Apa Om baik-baik saja?"Tanya dia dengan wajah tak bersalahnya. Bagaimana aku bisa baik-baik saja, setelah jatuh dari ketinggian pohon empat meter, tersungkur mencium tanah dengan kening membentur batu. Berdarah, tentu saja.Mangga yang dia minta dibawakan oleh Pak Ramli. Tak hanya Ibu dan Marni yang ada di sini, di rumah Pak Ramli. Para tetangga pun datang. Nyaring sekali telinga mereka. Aku pasti jadi bahan gunjingan, si Anto celaka karena menuruti ngidam istrinya. Ya Tuhan. "Wah, Mas Anto penyayang istri ya, sampai mau memanjat mangga malam-malam, suami saya mana mau." Seorang wanita gendut yang sebenarnya masih muda itu mengoceh. Dari tadi mereka menjadikan aku sebagai tontonan, dengan kondisi pinggang yang terkilir, aku tak bisa bergerak banyak."Bisa kita kita pulang sekarang, Bu?" tanyaku pada Ibu, aku sangat risih. Sedangkan Ayah tadi mencari kursi roda. Entah mau dipinjam ke mana malam-malam begini."Ayahmu belum datang."Aku hanya menghela nafas, malu, kesal dan dongkol me
POV Anto"Hentikaaaaaan!"Dari pada marah, aku lebih memilih untuk tertawa melihat wajah merah padam Marni. Jika saja dia memiliki tanduk, mungkin dia akan menyundulku sekuat hati saking geramnya."Nah, ayo bilang Om sekali lagi! Biar bengkak pipimu aku cium.""Huh!" Dia menghapus pipinya, seakan menghilangkan bekas dan jejak bibirku di sana. Khas seperti anak kecil yang merajuk. Ternyata begini Marni SMP, cukup asik dijadikan mainan."Sini!" Aku menepuk sisi ranjang yang kosong."Aku tak mau tidur sama ...,""Sama?" "Sama Mas," sahutnya tak ikhlas."Padahal aku berharap kau akan menyebut Om.""Takkan lagi.""Baiklah!" Aku mengangguk seolah-olah sangat mengerti dengan jawabannya."Boleh aku tidur di sebelah?""Boleh.""Alhamdulillah.""Tapi, aku ikut."Wajah cerianya langsung surut berganti wajah buram.Dengan amat terpaksa, dia naik ke atas ranjang kami. Kutatap wajah Marni, wajah wanita yang telah beberapa bulan mendampingiku, wanita yang menyita semua waktuku untuk memikirkannya.
Kami tak membawa banyak barang. Jam sembilan pagi, kami telah sampai di bandara. Marni terkagum-kagum melihat bandara yang amat luas karena menjadi pemandangan baru baginya.Beberapa kali dia menutup telinganya saat mendengar suara pesawat yang lepas landas atau pun yang baru mendarat. Dia jadi pusat perhatian orang-orang."Jangan tutup telingamu!" bisikku. Aku mulai risih melihat beberapa orang yang tersenyum geli melihat ke arah Marni."Bunyinya sangat keras, Mas. Memekakkan telinga." Dia menyahut."Namanya di bandara yang begini, tapi jangan ditunjukkan terlalu jelas, kalau kau baru pertama melihatnya. Malu."Aku membawa Marni ke konter Chek-in. Jadwal keberangkatan kami sebentar lagi. Aku sempat cemas, apa Marni akan baik-baik saja nanti? Karena bagi sebagian orang yang baru naik pesawat, mereka akan Ketakutan dan cemas luar biasa."Pesawat mana yang akan kita naiki?" tanya Marni dengan tatapan berbinar, seakan benar-benar tak sabar untuk mencobanya. Mudah-mudahan saja.Aku serasa
POV Anto Wanita itu masih menggulung dirinya di dalam selimut. Setelah membuat kekacauan, aku memaksanya mandi dan menggosok gigi agar bau muntahan tak lagi menguar dari bajunya. Sempat merajuk karena enggan mandi, akhirnya dia menyerah setelah kuancam takkan memberinya makan siang. Oh, Marni. Tak bosan-bosan aku melafazkan namanya dalam hati, setelah menikmati tingkah ajaibnya.Tak bisa dielakkan, kami menjadi pusat perhatian di dalam pesawat, Marni tak hanya muntah satu kali. Dia seakan menjadikan pesawat sebagai tempat pelampiasan mabuknya yang luar biasa. Bahkan ibu-ibu yang risih, mengomel panjang. Dia mengatai Marni kampungan, sedangkan aku tak memiliki tenaga untuk membeli, karena kepalaku ikut pusing dengan tindakan Marni. Setelah lemas karena mabuk, dia lesu dan tidur sejenak.Aku bernafas lega saat sampai di bandara dan bisa menghirup udara segar. Tak lupa mampir dulu ke toilet bandara, mengganti pakaian dan membersihkan sisa kekacauan Marni yang lengket di bajuku.Kami mem
"Om ...." Dia mencicit lagi.Cup! Sebuah kecupan kucuri darinya. Wajahnya semakin memerah."Mas ....""Bagus." Aku tersenyum. "Marni, kami mau mendengarkan aku?"Dia mengangguk, anggukan yang amat pelan, yang membuat laki-laki dewasa sepertiku menjadi gemas. Kuambil tangannya, lalu menautkan jemari kami."Ini yang seharusnya kita lakukan. Kau adalah istriku, aku suamimu, saat kau bertanya bagaimana anak itu tercipta, dia tercipta dengan cinta."Marni masih enggan mengedipkan matanya. Kelengahannya itu kugunakan untuk mendekatkan wajah kami. Aku ingin tau, bibir mungil yang biasanya mengeluarkan kata-kata ajaib dan sering mengatakan kalimat bodoh itu, bagaimana rasanya. Sekali pun aku belum pernah mencobanya. Kudaratkan ciuman kecil, Marni berusaha menolak dan mendorong dadaku, tapi aku takkan membiarkan dia kabur lagi. Kupegang tangannya, sehingga wanita itu berhenti untuk menggeliat."Kau percaya padaku?"Dia mengangguk."Aku takkan menyakitimu. Yang perlu kau lakukan, adalah diam d
POV Anto"Jadi, untuk tiga bulan ke depan, Bapak dan Ibu kurangi dulu aktivitas seksualnya. Karena flek yang keluar bisa jadi berasal dari iritasi mulut rahim. Saat hamil, terjadi lonjakan hormon dan peningkatan aliran darah ke leher rahim atau serviks. Hal ini membuat serviks menjadi sangat sensitif dan lebih mudah teriritasi, sehingga akhirnya mengeluarkan flek. Iritasi ini biasanya muncul setelah aktivitas hubungan suami istri."Marni hanya melongo dengan apa yang disampaikan Dokter kandungan. Mungkin karena dia mendengar istilah baru yang belum didengarnya selama ini. Sedangkan aku? Frustasi. Baru mulai menikmati malah sudah disuruh berhenti. Apa Bu Dokter tak tau bahwa aku baru saja buka puasa setelah menganggur berbulan-bulan. Ya, tentu saja dia tak tau."Saya sudah melarang Mas Anto untuk melakukannya, tapi dia merayu saya, lalu terjadilah hubungan badan."Apa ini? Pengakuan Marni yang sukses membuat Bu Dokter tertawa dan dua perawat tersenyum geli. Pengakuan yang terkesan bod
Selepas Maghrib, kamu kedatangan tamu. Aku mengenal laki-laki yang berusia empat puluhan itu, Pak Joko. Laki-laki yang sama-sama di PHK di tempat kami bekerja dulu, dan sama-sama diterima di tempat yang baru.Pak Joko membawa istrinya ke rumah. Yang kutahu, dia adalah istri mudanya, sedangkan istri pertamanya telah diceraikan saat dia ketahuan selingkuh dengan wanita yang menjadi istrinya yang sekarang.Aku sempat mendengar desas desus itu, saat Pak Joko terpikat dengan gadis ABG yang ditemuinya di sebuah klub malam. Tapi aku tak menyangka, akan bertemu dengan istrinya. Dia masih berusia belasan tahun, akan tetapi berpenampilan seperti wanita dewasa pada umumnya."Ini istriku, Mawar." Pak Joko memperkenalkan istrinya. Mawar yang dari tadi menatap lekat padaku, membuatku risih, apalagi saat berjabat tangan, dia tak kunjung melepaskan. Kutarik tanganku agak keras, untuk menyadarkan istri Pak Joko bahwa kami telah bersalaman terlalu lama."Ini istri saya, Marni." Yang ditunjuk malah asi