Suasana begitu panas, tak ada satupun dari, Lio, maupun ,Lius, yang mau menurunkan tatapan mata. Lea yang menyadari situasi segera berlindung di belakang punggung sang suami, ia tak ingin lagi terlibat apapun dengan mantan suaminya itu.
“Jadi dia, bayi haram kalian?”
Semua orang terkejut mendengar apa yang baru saja di lontarkan, Lius, barusan. Terutama, Wilson, yang baru pertama kali bertemu dengan mantan menantunya itu.
“Mulutmu begitu busuk anak muda.”
“Sus, tolong bawa ke kamar.”
Lea tak ingin putranya mendengar hal buruk dari mulut ayah kandungnya, terutama jika kata-kata itu di tujukan untuk dirinya. Sudah cukup bagi putranya menderita selama ini bahkan sebelum ia melihat dunia.
Wilson tak terima, ia begitu marah namun masih menahan diri untuk tak begitu terbawa emosinya. Bagaimana pun, Lius, masih bagian dari keluarga Dharmendra. Ia tak ingin dipandanga buruk oleh besan juga menantunya.
Rania
Lea yang begitu sakit hati segera mengunci diri di dalam kamar bersama putranya, tak satupun yang diijinkannya masuk termasuk ayah juga kakaknya.Hatinya masih begitu sakit, terutama saat dengan lantang mantan suaminya itu mengatai anak kandungnya sendiri dengan sebutan anak haram.Sebagai ibu ia merasa tak rela juga sakit, tak ada yang boleh menghina putranya siapapun itu bahkan termasuk dirinya sendiri.“Maafkan, Ibu.” Tangisnya.Ia yang lelah menangis pada akhirnya tertidur bersama sang putra. Saling berpelukan, penuh kehangatan juga rasa tenang.Sempat ia mempertanyakan keputusannya selama ini, mempertimbangkan kembali untuk kembali ke negaranya dan kembali di keluarga Dharmendra. Ada rasa ragu yang sempat menghantam dirinya.*Lio masih menunggu dengan begitu sabar istrinya, ia tahu saat ini, Lea, hanya butuh waktu dengan putranya. Itulah sebab ia tak ingin memaksanya.Lio hanya diam, duduk di depan pintu kamar
Lea masih tak ingin berinteraksi dengan semua orang yang ada di rumah, tanpa terkecuali.Ia masih mengurung diri di dalam kamar bersama putra berharganya, bermain serta menghabiskan waktu bersama.Lio mencoba memahaminya, namun semakin lama ia juga tak bisa menahan rasa rindu terhadap istri juga putranya. Walau bukan anak kandung, namun Lio jelas sangat mencintai Brian sebagai darah dagingnya.Sekar menasehati putranya, ia paham betul dengan apa yang menantunya rasakan kali ini. Ini memang kesalahannya sebagai ibu yang tak bisa mendidik anak hingga mampu berlaku sepicik dan sejahat ini.Kekhawatiran Lea juga adalah kekhawatiran Sekar yang coba ia sembunyikan. Bagaimanapun, Lius adalah putranya dan hanya dia yang mengenal baik bagaimana putra keduanya itu.“Aku juga merindukan putraku, Mom.”“Mommy tahu, tapi kau juga tidak bisa memaksa istrimu begitu. Beri dia waktu, biarkan dia menenangkan dirinya. Bukan hany
“Ton, bisa kau jemput aku dan Naila? Leo tidak bisa datang.”Begitu lah singkatnya bagaimana Toni bisa datang tepat pada waktunya.“Maaf saya terlambat.”Toni yang baru saja tiba sudah berdiri disebelah Naila, tepatnya memegang kursi roda Rania.“Nah ini, perkenalkan. Dia adalah calon suami Naila.”Tak hanya Naila juga Toni yang terkejut, Ikhsan yang mengenal siapa Toni pun juga ikut terkejut begitu juga dengan Ayu.“Nona_“Benar bukan, katanya kalian sedang melakukan ta’aruf?” selanya.Toni paham dengan apa yang kini tengah terjadi, sorot mata Naila yang tengah menatapnya seakan memberitahu semua yang tengah terjadi.Naila tahu betapa jailnya Rania, ia juga hanya menganggap itu adalah candaan yang dilempar Rania untuk membuatnya tak nampak menyedihkan.“Benar, kami memang tengah mendalami proses ta’aruf.”Walau mendengar se
Hari ini Lio pergi sejak pagi meninggalkan rumah, sebuah pekerjaan yang mengharuskan dirinya untuk ada di perusahaan sejak jam 6 pagi.Tak ada yang mencurigakan sejauh ini. Semua berjalan seperti biasa.Rania terlihat tengah bermain dengan keponakan satu-satunya, Brian. Ia bergitu bahagia hanya dengan bermain dengan bocah menggemaskan itu.Terkadang ingin rasanya ia berlari mengejar Brian yang berlarian kesana kemari, seperti Naila yang terus kelelahan berlari bersamanya.“Jangan jauh-jauh, kesini.” Teriak Rania melihat Brian terus berlari menghindari Naila.Walau belum sepenuhnya bisa berlari namun terlihat jika Brian juga menikmati acara bermainnya.Beruntung Lea sudah memasangkan pelindung di setiap sisi tubuh putranya.“Astaga, sudah-sudah larinya. Itu jatuh terus.” Seru Rania yang kasian melihat keponakannya.Naila pun segera membawa Brian dalam gendongannya.Namun tiba-tiba seseorang berlari
Lea terdiam di atas ranjangnya, matanya terus menyoroti rekaman cctv yang ada di rumahnya. Mendapati putranya hilang, Lea hanya merespon dengan diam.Namun dalam diamnya itu ia terus berpikir kemana putranya dibawa dan pada siapa ia dibawa. Dan satu-satunya jawaban di kepalanya hanya ada Lius, mantan suami sekaligus ayah biologis dari putranya itu.Lain Lea, lain lagi Lio yang kini tengah berada dalam perjalanan pulang. Yang ia tahu adalah putranya diculik oleh orang tak dikenal. Hanya itu saja.Sesampainya di rumah ia langsung berlari menuju kamarnya, ia takut jika sang istri kembali histeris dan menyalahkan keadaan lagi.Namun ketika pintu kamarnya dibuka, semua pikiran itu sirna.Lio menatap istrinya tak percaya. Istrinya nampak tenang dengan laptop di pangkuannya. Namun sorot matanya tak bisa menipu jika ada rasa khawatir disana.“Sayang?”“Ehm, sudah pulang?” terkejutnya.Lio segera memeluk istrinya
Lisa mendengar semua yang terjadi di negaranya, ia nampak tenang dengan tatapan mata begitu tajam.“Bawa aku kembali, dan jangan beritahu siapapun tentang kepulanganku ini.” Titah Lisa pada assistennya.Lisa banyak berubah semenjak kematian ibunya, hati yang semula selalu di penuhi dendam kini perlahan sedikit menghilang. Terutaman pada Lea, wanita yang selama ini selalu di musuhinya.Tujuan kepulangannya bukan lagi untuk Lio suaminya, namun untuk mendatangi Lea.“Anggap saja ini untuk menebus kesalahanku selama ini.”_Toni terus berada disamping Naila, ia tak pernah meninggalkan wanita itu sedikitpun. Rasa cemas juga takut membuatnya tanpa sadar mengabaikan kondisi tuannya.Bukan sengaja, namun kondisi Naila benar-benar membuat Toni kelabakan.“Mau sampai kapan tidur terus, apa tidak lelah dengan hanya berbaring saja?” gumamnya.Namun tiba-tiba seseorang membuka pintu dengan begitu t
Lius menikmati waktu berduanya dengan Brian, keduanya menghabiskan waktu bersama di taman bermain yang sengaja Lius kosongkan. Brian yang awalnya terlihat enggan pada akhrinya terlena dengan banyaknya bentuk mainan.Bocah itu begitu ceria menikmati setiap permainan, bahkan ia seakan lupa jika yang bersamanya bukan kedua orang tuanya.Namun wajah murung itu kembali mucul saat Lius membawanya menaiki komedi putar. Wahaya yang di dalam benak dan hatinya selalu mengingatkan akan tawa ibunya.“Bbubububuubu,” celoteh Brian tak jelas.Tiba-tiba saja Brian menangis dengan sangat kencang, bayi yang semula penuh tawa itu ini banjir air mata.Lius begitu kewalahan menghadapinya, ia begitu panik dan tak tahu harus bagaimana. Ia tak pernah berpengalaman dengan yang namanya anak kecil, dan kini situasi menempatkan dirinya dengan tantrum nya Brian.“Hai boy, apa yang membuatmu menangis? Apa kau kesakitan?” tanyanya cemas.Brian terus menangis, wajah putihnya kini sudah berubah menjadi begitu merah.
Lea masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, kakaknya benar-benar ada di depan matanya. Kakak yang selama ini tak pernah ingin mengakuinya kini datang menemuinya tanpa di minta.Keduanya hanya saling bertukar pandang, menyisakan Lio yang hanya diam menjadi pengamat.“Bagaimana kabar kakak?” tanya Lea lebih dulu membuka obrolan.“Kau bisa lihat sendiri bagaimana keadaanku saat ini. Dan maaf, aku tak ingin berbasa-basi untuk saat ini.”“Katakan, apa tujuanmu datang kemari.” Ketus Lio.“Aku tahu apa yang terjadi, aku tahu suamiku telah membawa pergi anak kalian.”“Jadi benar dia pelakunya, “ geram Lio.Lisa mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya. Ia meletakkan beberapa lembar foto di atas meja.Lea menangis saat melihat gambar putranya. Hatinya merasa begitu lega melihat Lius memperlakukan putranya dengan sangat baik.“Anakku,” tangisnya.