Hari ini Lio pergi sejak pagi meninggalkan rumah, sebuah pekerjaan yang mengharuskan dirinya untuk ada di perusahaan sejak jam 6 pagi.
Tak ada yang mencurigakan sejauh ini. Semua berjalan seperti biasa.
Rania terlihat tengah bermain dengan keponakan satu-satunya, Brian. Ia bergitu bahagia hanya dengan bermain dengan bocah menggemaskan itu.
Terkadang ingin rasanya ia berlari mengejar Brian yang berlarian kesana kemari, seperti Naila yang terus kelelahan berlari bersamanya.
“Jangan jauh-jauh, kesini.” Teriak Rania melihat Brian terus berlari menghindari Naila.
Walau belum sepenuhnya bisa berlari namun terlihat jika Brian juga menikmati acara bermainnya.
Beruntung Lea sudah memasangkan pelindung di setiap sisi tubuh putranya.
“Astaga, sudah-sudah larinya. Itu jatuh terus.” Seru Rania yang kasian melihat keponakannya.
Naila pun segera membawa Brian dalam gendongannya.
Namun tiba-tiba seseorang berlari
Lea terdiam di atas ranjangnya, matanya terus menyoroti rekaman cctv yang ada di rumahnya. Mendapati putranya hilang, Lea hanya merespon dengan diam.Namun dalam diamnya itu ia terus berpikir kemana putranya dibawa dan pada siapa ia dibawa. Dan satu-satunya jawaban di kepalanya hanya ada Lius, mantan suami sekaligus ayah biologis dari putranya itu.Lain Lea, lain lagi Lio yang kini tengah berada dalam perjalanan pulang. Yang ia tahu adalah putranya diculik oleh orang tak dikenal. Hanya itu saja.Sesampainya di rumah ia langsung berlari menuju kamarnya, ia takut jika sang istri kembali histeris dan menyalahkan keadaan lagi.Namun ketika pintu kamarnya dibuka, semua pikiran itu sirna.Lio menatap istrinya tak percaya. Istrinya nampak tenang dengan laptop di pangkuannya. Namun sorot matanya tak bisa menipu jika ada rasa khawatir disana.“Sayang?”“Ehm, sudah pulang?” terkejutnya.Lio segera memeluk istrinya
Lisa mendengar semua yang terjadi di negaranya, ia nampak tenang dengan tatapan mata begitu tajam.“Bawa aku kembali, dan jangan beritahu siapapun tentang kepulanganku ini.” Titah Lisa pada assistennya.Lisa banyak berubah semenjak kematian ibunya, hati yang semula selalu di penuhi dendam kini perlahan sedikit menghilang. Terutaman pada Lea, wanita yang selama ini selalu di musuhinya.Tujuan kepulangannya bukan lagi untuk Lio suaminya, namun untuk mendatangi Lea.“Anggap saja ini untuk menebus kesalahanku selama ini.”_Toni terus berada disamping Naila, ia tak pernah meninggalkan wanita itu sedikitpun. Rasa cemas juga takut membuatnya tanpa sadar mengabaikan kondisi tuannya.Bukan sengaja, namun kondisi Naila benar-benar membuat Toni kelabakan.“Mau sampai kapan tidur terus, apa tidak lelah dengan hanya berbaring saja?” gumamnya.Namun tiba-tiba seseorang membuka pintu dengan begitu t
Lius menikmati waktu berduanya dengan Brian, keduanya menghabiskan waktu bersama di taman bermain yang sengaja Lius kosongkan. Brian yang awalnya terlihat enggan pada akhrinya terlena dengan banyaknya bentuk mainan.Bocah itu begitu ceria menikmati setiap permainan, bahkan ia seakan lupa jika yang bersamanya bukan kedua orang tuanya.Namun wajah murung itu kembali mucul saat Lius membawanya menaiki komedi putar. Wahaya yang di dalam benak dan hatinya selalu mengingatkan akan tawa ibunya.“Bbubububuubu,” celoteh Brian tak jelas.Tiba-tiba saja Brian menangis dengan sangat kencang, bayi yang semula penuh tawa itu ini banjir air mata.Lius begitu kewalahan menghadapinya, ia begitu panik dan tak tahu harus bagaimana. Ia tak pernah berpengalaman dengan yang namanya anak kecil, dan kini situasi menempatkan dirinya dengan tantrum nya Brian.“Hai boy, apa yang membuatmu menangis? Apa kau kesakitan?” tanyanya cemas.Brian terus menangis, wajah putihnya kini sudah berubah menjadi begitu merah.
Lea masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, kakaknya benar-benar ada di depan matanya. Kakak yang selama ini tak pernah ingin mengakuinya kini datang menemuinya tanpa di minta.Keduanya hanya saling bertukar pandang, menyisakan Lio yang hanya diam menjadi pengamat.“Bagaimana kabar kakak?” tanya Lea lebih dulu membuka obrolan.“Kau bisa lihat sendiri bagaimana keadaanku saat ini. Dan maaf, aku tak ingin berbasa-basi untuk saat ini.”“Katakan, apa tujuanmu datang kemari.” Ketus Lio.“Aku tahu apa yang terjadi, aku tahu suamiku telah membawa pergi anak kalian.”“Jadi benar dia pelakunya, “ geram Lio.Lisa mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya. Ia meletakkan beberapa lembar foto di atas meja.Lea menangis saat melihat gambar putranya. Hatinya merasa begitu lega melihat Lius memperlakukan putranya dengan sangat baik.“Anakku,” tangisnya.
Lea duduk di tepi ranjang sambil menatap test-pack di kedua tangannya. Saat ini tidak ada yang bisa dipikirkannya, kehamilan ini bahkan tidak membuatnya bahagia. Brak! Lea terperanjat ketika pintu kamarnya dibuka kencang. Tanpa sadar Lea berdiri dari duduknya lalu melangkah mundur ketika Lius, suaminya, berjalan ke arahnya. "Lius, sakit, lepaskan aku." Kedua tangan Lea mencengkeram tangan Lius di lehernya. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi tenaga Lius di lehernya begitu kuat. Ia hampir kehabisan nafas di buatnya. "Bukankah ini impian mu?" ucap Lius dengan suara dan napas yang berat. Lalu Lius melempar tubuh Lea ke atas kasur di samping mereka. Lea terperangah sambil berusaha beranjak, menatap Lius yang berdiri tinggi menjulang di hadapannya. "Sudah puas kau menikahiku?" Lius memegang rahang Lea dan membuat Lea mendongak untuk menatap dirinya. "Dengan cara licik kau menghalalkan segala cara hingga tega menyakiti kakakmu sendiri. Menjijikan." Lius mendorong wajah Lea. "Lius, ka
"Kenapa masih diam di sini? Kau ingin mati?"Kata-kata itu terus terngiang di telinga Lea, air matanya bahkan tak bisa ia bendung hingga mengalir deras dengan sendirinya.Bagaimana bisa Adelius mengatakan hal sekejam itu padanya dan lebih memilih berdiri di samping perempuan lain dari pada istrinya sendiri?Kekesalan suaminya dan sikap penolakan orang tuanya membuat Lea merasa seorang diri hidup di dunia ini. Tidak ada lagi tempat untuknya berlindung.Namun, Lea harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Maka itu ia akan menunggu di taman rumah sakit hingga semua orang pergi dari kamar rawat Lisa dan menuntut penjelasan dari Lisa.Ia tak peduli jika masih ada ibunya di sana.Hingga siang hari Lea akhrinya menemukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Lisa. Ketika Lea baru mencapai pintu rawat Lisa, Lea mendengar ibunya berbicara dengan Lisa.Lea terkejut mendengar percakapan antara ibunya dengan Lisa.Ternyata semua yang te
Lio sempat merasakan pergerakan dari jemari Lea yang berada di genggaman nya, ia sempat terkejut namun detik kemudian bernafas lega."Beristirahatlah, aku akan menjagamu mulai sekarang."Tak bisa berlama-lama membuat Lio memutuskan untuk segera meninggalkan ruang rawat Lea, ia tak ingin adik kembarnya tiba-tiba datang dan melihatnya.Sebelum ia meninggalkan rumah sakit, Lio sudah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengawasi Lea dari kejauhan. Ia tak bisa langsung berada untuk melindungi Lea, tidak untuk saat ini.Dengan perasaan leganya, Lio benar-benar meninggalkan rumah sakit dan kembali ke negara nya hari itu juga. Belum saat nya untuk Lio berada satu tempat dengan Lea, karena itu akan membahayakan keselamatan Lea juga bayi yang saat ini di kandungnya."Saya pergi, terus awasi mereka dan pastikan dia selalu baik-baik saja."Begitulah titah Lio sebelum benar-benar meninggalkan negara dimana Lea berada.Sedang di
Belum usai tentang kehamilan Lea, kini Lius harus dipusingkan dengan kehamilan Lisa kekasihnya. Ia semakin murka dengan Lea, lantaran masih mengira jika semua ini adalah ulah dari istrinya itu. "Sekali lagi ku tanya, anak siapa yang sedang kau kandung!" teriaknya. Namun Lea tetap diam tidak menanggapi suaminya, hanya air mata yang saat ini bisa mewakili kesakitan atas dirinya. Terdengar Lius menghela nafas frustasinya, sembari bekacak pinggang ia mengatakan fakta tentang kehamilan Lisa kakaknya. Dengan perlahan Lea bergerak bersandar pada kepala ranjang, menatap Lius yang tengah tajam menatapnya "Lisa hamil." Ulangnya sembari menatap wajah tenang istrinya. Hanya itu yang di ucapkan Lius, namun matanya terus tajam menatap pada Lea. "Lalu?" sahutnya yang tak ingin mengambil pusing berita mengejutkan itu. "Lalu katamu? Haha, santai sekali jawabanmu itu!" teriak Lius menunjuk Lea. “Apa kau lupa siapa yang menyebabkan semua kekacauan ini? Apa kau amnesia hingga dengan santainya me