Bella menangis sangat keras, dan berusaha melawan, dia bukan wanita yang mau begitu saja tunduk pada orang lain, dia terbiasa dipuja dan dimanja.
Hidup bergelimang harta sejak kecil membuatnya sangat percaya diri dan merasa bahwa dunia berada dalam genggamannya, dia selalu memiliki seribu satu cara untuk bisa mencapai keinginannya.Sejak kecil Bella adalah magnet, wajahnya yang cantik sangat mendukung itu semua, dia sangat suka jika perhatian semua orang tertuju padanya, saat sekolah dulu banyak sekali kawan sekelasnya yang mendekati, mereka dengan suka rela akan mengerjakan semua PR Bella, dan membantu Bella jika ada kesulitan.Kehidupan yang selalu dimudahkan sejak kecil itu terbawa sampai sekarang.Bella salah jika mengira dengan tangisnya Raffael akan luluh dan meminta maaf padanya, suaminya itu hanya menatap lurus ke depan, ke arah jalan yang lengang dini hari ini, bahkan dengan semena-mena Raffael menambah kecepatan mobilnya membuat BeRaffael tidur meringukuk di pangkuan ibunya. Dia hanya diam tanpa berkata-kata, tapi sang ibu seolah sudah tahu tentang apa yang dirasakan putranya, mungkin ini yang disebut ikatan batin. Sandra Alexander hanya membelai rambut putranya dengan sayang, yang dibutuhkan Raffael saat ini bukan kata-kata hiburan, atau bantuan apapun, putranya itu hanya butuh ketenangan dan bisa kembali berpikir jernih. Sandra tak tahu dengan jelas apa yang terjadi, tapi dari laporan asistennya yang tiba-tiba dihubungi Raffael untuk datang di gedung waktu itu, membuatnya sedikit banyak bisa meraba apa yang telah terjadi.... rahasia besar itu terkuak sudah. Akan tetapi Ana sudah pergi dan terlihat sama sekali tak ingin kembali, Sandra bisa mengerti itu, luka yang didapat anak itu karena putranya sudah sangat parah dan rasanya jika dia ada dalam posisi Ana akan memilih mati saja dari pada menghadapai ini semua, tapi anak itu berbeda, dia masih saja menampakkan senyumn
“Saya datang bukan untuk mendapat tamparan,” kata Raffael dingin. Tangannya dengan sigap menahan tangan ayah mertuanya yang ingin memukulnya, Raffael mengakui kalau rasa perdulinya pada Bella masih tetap ada meski dia sudah sangat kecewa pada wanita itu. Bella tetap saja istrinya, wanita yang sampai saat ini Raffael akui sebagai wanita yang sangat dia cintai, tapi dia tidak akan mau lagi diperbudak oleh perasaannya, benar aoa kata ibunya andai saja waktu itu orang tuanya mengatakan secara langsung tentang masalah ini, dia pasti tidak akan percaya dan pasti akan menyangka orang tuanya hanya mengada-ada, tapi saat dia sendiri yang menemukan fakta ini, dia tak bisa lagi menghindar, dan tentu saja ini juga menjadi pukulan tersendiri untuknya. “Kurang ajar kamu?! Berani membiarkan anakku seperti ini, ini yang kamu sebut akan membahagiakannya!”terikan keras penuh kemarahan itu menggema di ruangan VVIP rumah sakit itu.Raffael hanya menatap dengan da
Ana bukanlah sosok yang introvet sebenarnya, dia adalah gadis yang ceria dan ramah pada siapa saja. Akan tetapi kehidupan melemparnya pada kenyataan yang tak bisa dia tolak. Sekarang dia bukan lagi Ana yang dulu yang bebas pergi kemana saja dan berakting di depan kamera. Kehamilan ini membuatnya harus pergi secepat mungkin dan tak menoleh ke belakang lagi. Oh... sekarang Ana memang lebih memilih untuk tinggal di pelosok dengan rumah mungil yang... ehm ralat sebenarnya Adamlah yang menemukan tempat ini dan mengatakan pada Ana kalau tempat ini sangat cocok untuk self healing, yah asalkan tidak ada tetangga yang julid saja karena dia hamil di tanpa di dampingi oleh sosok suami. Mereka mungkin mengenali Ana dulu, tapi Ana tak yakin saat bertemu langsung orang langsung mengenalinya, apalagi di desa ini dia lebih sering berwajah polos tanpa riasan juga memakai baju yang dia beli di pasar, jadi jejak Ana sang artis seolah hilang dari dirinya.
Tujuh tahun kemudian. “Lepaskan apa yang kamu lakukan!” teriak wanita itu pada laki-laki yang mendekatinya. “Ikut aku, jangan melawan.” “Tidak!” Wanita itu terus berusaha memberontak dengan sekuat tenaga, dia menendang tubuh laki-laki yang berusaha menyentuhnya, tangan kanannya berusaha menggapai vas bunga yang hanya berjarak satu jengkal dengan jarinya, sedangkan tangan kirinya berusaha tetap mempertahankan gaunnya yang berusaha ditarik laki-laki itu. Mulutnya terus berteriak minta tolong sampai serak rasanya, tapi semua seolah sia-sia, tak ada seorang pun yang datang menolongnya, suara musik di bawah sana terlalu kencang untuk mengalahkan teriakannya, juga orang-orang yang sebagian besar sedang menikmati kemeriahan pesta. Wanita itu menyesal, kenapa tadi harus naik ke mari, seharusnya dia duduk diam saja di pojokan, melihat orang-orang tertawa menikmati pesta. Dia menyesal sungguh. Laki-laki itu m
Beberapa jam sebelumnya.Laki-laki itu menutup pintu kamar dengan pelan, seolah khawatir kalau ada orang yang akan terganggu dengan suara pintu yang tertutup, meski nyatanya hanya dia sendiri yang selama tujuh tahun ini menempati kamar itu sendiri hanya untuk mengais maaf yang entah kapan bisa dia utarakan secara langsung. Perasaan sedih dan juga rasa bersalah selalu menghantuinya selama ini, hanya dengan berada di kamar ini dia bisa merasakan kehadiran wanita itu lagi, wanita yang telah dia hancurkan masa depannya dan telah dia patahkan sayapnya. “Tuan akan pergi?” tanya bibi yang malam itu melihat tuannya sudah rapi. “Iya, mungkin aku akan pulang malam, aku tidak akan makan di rumah.” Raffael mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, dia sedikit terlambat memang, pesta itu dialah yang mengadakan setidaknya alasan karena salah satu drama yang dibintangi oleh artis-artisnya berhasil memenangkan penghargaan dan alasan untuk cuku
Ana melirik dengan takut-takut pada Raffael saat Romeo memanggilnya mama, tubuh itu membeku dengan pandangan bergantian padanya dan Romeo yang memandangnya dengan tatapan cemas. Apa semunya akan terbongkar secepat ini?Ana menoleh pada Adam bermaksud meminta pertolongan pada laki-laki itu. “Maafkan saya Pak Raffael, saya telah salah paham pada anda,” kata Adam mengulurkan tangannya pada Raffael. Raffael menatap terkejut pada Adam mengulurkan tangannya, tapi dia tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan maaf itu, bagaimanapun dia juga sangat membutuhkan bantuan Adam jika dia menginginkan Romeo menjadi salah satu artisnya, apalagi dia dengar kalau dia adalah paman dari Romeo sekaligus wali anak itu di sini, tapi....“Saya kira semuanya sudah jelas bagaimana kalau kita kembali saja ke pesta pasti banyak yang mencari anda saat ini, bagaimanapun anda adalah tuan rumah kali ini,” kata Adam lagi berusaha membujuk dengan halus saat m
Dalam pelariannya yang membuat Ana merasa bersalah adalah saat melihat wajah mungil putranya yang tak bisa merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah. Adam memang selalu ada di dekatnya, membantunya untuk setiap permasalahan yang dia hadapi, bahkan laki-laki itu juga bersedia untuk menjadi wali bagi Romeo saat diarinya masih ingin bersembunyi pada hingar bingar dunia. Ana terlalu pengecut, selama tujuh tahun ini dia hanya hidup sendiri, jauh dari keramaian dan orang-orang yang kemungkinan akan mengenalinya, dia sungguh takut akan kembali terluka. “Mbak Ana sudah pulang,” kata seorang gadis berusia awal dua puluhan yang menyambut Ana. “Iya, ada insiden kecil yang tak mengenakkan tadi jadi aku langsung pulang,” kata Ana sambil menghela napas dengan berat. “Ada apa, Mbak lalu di mana Romeo?” Ana memandang Sasi gadis yang tidak sengaja dia temukan,yah nasibnya kurang lebih sama dengan Dira, mereka hanya hidup sebatang kara
“Hal-“‘Bella... bella dia mencoba untuk bunuh diri kamu cepatlah kemari!” Raffael langsung mengernyitkan kening tak suka dengan nada arogan mama mertuanya begitu telepon diangkat. “Saya bukan dokter yang bisa mengobatinya, anda seharunya membawanya ke rumah sakit.” “Suami macam apa kamu membiarkan istrinya sakit sendiri, kalau sampai terjadi apa-apa pada Bella kamu akan menyesal.” Raffael berdecak kesal, dia sudah terbiasa dengan intimidasi macam ini dari keluarga Bella, dia masih menghormati Bella dengan tidak mentalak wanita itu tanpa persetujuannya, meski Raffael sudah ingin melakukannya sejak kejadian itu. “Saya malah menyesal sudah sangat mempercayai Bella.” Raffael sudah lelah dengan semua tuntutan Bella dan keluarganya, meski dalam hatinya Raffael masih sangat menyayangi wanita itu, tapi tindakannya yang diluar batas membuat Raffael muak.“Kamu tidak bisa seperti itu, Raf, seenaknya saja menyalahkan putri