Beberapa hari kemudian."Mustahil."Kathleen menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangan. Dia membaca satu demi satu kalimat di tulisan itu sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. Apa-apaan ini? Kenapa dia baru mengetahui fakta sepenting ini? Kakak iparnya menyembunyikan semua ini darinya dan bertingkah seolah-olah semua ini begitu alami. Dia tidak menyangka Elena ternyata bukan pengasuh sebenarnya. "Jadi, kau membawanya sebagai jaminan, Kak?" Kathleen bertanya pada dirinya sendiri saat akhirnya dia tahu, jika paman dari Elena memiliki utang dan wanita dibawa Darryl sebagai jaminan. Namun entah apa yang terjadi setelahnya, Kathleen tidak tahu. Dia sulit mencari informasi lebih dari ini. Walau begitu, Kathleen yang sekarang berada di mobilnya—setelah bertukar transaksi dengan seseorang yang memberikannya informasi—akhirnya langsung mengemudikan kendaraannya kembali ke rumah kakak iparnya. Dia mengendarai mobilnya dengan perasaan campur aduk dan melintasi jalanan di sore hari
Malam harinya. Seperti biasa, Elena hari ini menemani Ezekiel dan membacakan dongeng pengantar tidur untuknya. Dia ingin cepat anak itu terlelap, tapi sepertinya, ada yang salah dengan Ezekiel. Mata anak itu tidak kunjung tertutup dan malah menatapnya waspada, seperti sedang memikirkan sesuatu. Merasa bingung sekaligus penasaran, Elena akhirnya menutup buku dongengnya dan menatap lekat Ezekiel. "Ada apa? Kamu tidak bisa tidur?""Tidak.""Lalu? Kenapa kamu menatap Tante seperti itu? Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Ezekiel?"Terlihat keragu-raguan di wajah bocah manis yang Elena sayangi itu. Ekspresi Ezekiel tentu membuatnya semakin penasaran. "Kamu bisa cerita sama Tante. Siapa tahu, Tante bisa bantu.""Tante, Iel mau tanya, Tante sayang tidak sama Iel?""Apa?"Elena terkejut dan terdiam sesaat ketika mendengar pertanyaan tak terduga dari Ezekiel. "Maksudmu bagaimana, Ezekiel? Kenapa kamu bertanya begitu?""Iel cuma penasaran, Tante sayang Iel atau tidak? Atau Tante sayang Ayah?"
Darryl membuang napas kasar dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Dia menatap datar semua orang. Dia tidak bersemangat sekarang. Darryl tidak bisa menyingkirkan bayangan Elena yang marah padanya sampai mengusirnya dari kamarnya sendiri, dan sekarang dia malah duduk di sini. Kelab malam miliknya dengan segelas whiskey. Sementara di sebelahnya ada Mike yang sedang menyesap cerutunya. "Kau, setiap ada masalah pasti menghubungiku. Kali ini apalagi? Bertengkar lagi?" Mike berseloroh sambil melirik temannya. "Dia menolak dan mengusirku.""Apa? Ditolak? Kau?"Mike menatap Darryl tak percaya, tapi kemudian dia tertawa renyah melihat wajah kecut itu. "Seorang Darryl ditolak, sulit dipercaya. Kenapa kau tidak mengikat dan memaksanya saja?"Mata Darryl menyipit. "Kau bilang aku tidak boleh bersikap seperti itu lagi jika ingin mendapatkannya.""Oh, kupikir kau bukan orang yang akan mendengarkan perkataan orang lain dengan mudah."Darryl mendengkus. Perkataan Mike terdengar seperti sebuah sindiran
Pagi itu, Elena terbangun lebih awal dan tidak melihat kehadiran Darryl sama sekali. Dia ingat, dia memang telah mengusirnya semalam karena Darryl terus membela Kathleen. Entah di mana pria itu berada, yang jelas sekarang perasaannya terasa kacau. Elena mulai merasa aneh saat dia melihat Darryl begitu peduli pada Kathleen. Padahal dia adalah calon istrinya. Walau begitu, Elena berusaha menepis semuanya dan segera berpakaian rapi. Hari ini dia bangun agak kesiangan, sudah pasti semua sedang menunggu. Tak mau merusak pagi hari yang cerah di akhir pekan, Elena dengan cepat keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Dia mencari keberadaan semua orang. Namun anehnya, dia tidak melihat kehadiran seorang pun di ruang tengah yang kosong. Ezekiel juga tidak ada, padahal saat dia tadi melihat ke kamar anak itu, dia tidak menemukan keberadaannya sama sekali. Hingga saat Elena kebingungan, dia tak sengaja melihat Emma melintas. Seketika, Elena pun menyapanya. "Emma, selamat pagi. Kamu mau
Elena menggerutu sepanjang hari. Darryl benar-benar membuat perasaannya kacau saat pria itu menghabiskan banyak waktu dengan Kathleen. Pria itu melakukannya dengan sengaja, bahkan saat dia sedang bermain dengan Ezekiel, Darryl dan Kathleen justru menghabiskan waktu bersama. "Dasar bajingan sialan," gumam Elena saat menatap Darryl yang tengah bicara bersama Kathleen di gazebo. Sementara dia sedang bersama Ezekiel melakukan piknik sambil menatap bunga di taman. Entah sengaja atau tidak, tapi dia merasa kesal. "Bajingan? Siapa Tante?""Ah, apa?"Elena menoleh. Dia menatap ke arah Ezekiel yang bertanya. Elena kaget karena anak itu ternyata mendengar umpatannya. "Ti-tidak, bukan apa-apa.""Tante lagi kesal sama Ayah, ya?"Elena terkejut mendengar pertanyaan Ezekiel. "Kenapa kamu berpikir begitu?""Soalnya dari tadi Tante lihat Ayah kayak mau bunuh Ayah."Ezekiel dengan polos menunjuk ke arah gazebo. Dia menyadari ayahnya sedang berbincang dengan Kathleen. Ezekiel juga tahu Elena terus me
"Dasar bajingan ... ah ... aku harus menemani Ezekiel."Elena mengerang. Kedua tangannya mencengkeram lengan Darryl saat pria itu menggoyangkan pinggulnya dan memasukinya dengan kasar. Elena terengah-engah. Wajahnya memerah antara gairah dan kesal. Dia jengkel karena Darryl benar-benar menyeretnya ke kamar saat dia sedang bersembunyi di perpustakaan. "Ah ... diamlah, Elena, aku tahu kau menikmatinya."Darryl mengangkat kedua kaki Elena dan meletakkannya di bahunya tanpa berhenti bergerak. Suara erotis mereka kini terdengar di seluruh kamar saat Darryl semakin mempercepat gerakan pinggulnya. Elena sampai menjerit dan mengerang. "Sial, ketat sekali. Jangan mencengkeramnya terlalu kencang, Elena. Aku bisa keluar.""Ah ... berisik!"Wajah Elena semakin memerah. Dia merasa malu mendengar kata-kata Darryl, tapi entah mengapa hatinya justru berdebar. Bukannya ingin berhenti, Elena merasa semakin bergairah melihat tubuh telanjang Darryl dan keringat yang menetes di wajah pria itu. Darryl san
Darryl menggerutu sepanjang jalan menuju pusat kota. Dia tidak bisa tidak kesal karena Mike mengganggunya yang sedang bermesraan dengan Elena. Ya, Mike mengganggunya. Pria itu menghubunginya melalui telepon rumah yang kebetulan diangkat Kathleen karena Darryl mematikan ponselnya. Jika bukan hal penting yang dibicarakan, dia akan benar-benar marah pada orang itu. Darryl tiba di depan rumah Mike. Dia pun meminta security untuk membukakan gerbang. Tentu saja kehadirannya sudah dikenali dan tidak butuh waktu lama baginya untuk bisa masuk ke halaman rumah Mike. Darryl memarkirkan mobilnya dan turun dari mobilnya. Dia baru saja mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Mike, saat pintu utama sudah terbuka lebih dulu. "Darryl, akhirnya kau datang." Mike berjalan mendekati Darryl dengan cepat saat melihatnya. Raut wajahnya tampak serius. "Ada apa kau sampai menyuruhku ke sini? Kau mengganggu akhir pekanku.""Masuklah dulu! Aku ingin bicara serius denganmu."Darryl berdecak tak senang menden
"Emma, apa kau melihat Kathleen?"Darryl berjalan ke arah dapur. Dia menghampiri Emma yang sedang mencuci piring. Setelah bicara dengan Elena, dia kini berniat mencari Kathleen untuk meminta penjelasan atas apa yang terjadi. "Tuan, ah, apa Anda tidak tahu? Nona Kathleen katanya pergi.""Pergi?"Darryl mengernyit bingung mendengar ucapan Emma. "Apa maksudmu? Pergi ke mana dia? Dia tidak bilang padaku.""Katanya, masalah pekerjaan. Ada masalah urgent dan Nona mungkin tidak akan pulang ke sini dulu.""Di akhir pekan? Dia benar-benar tidak memberitahuku."Darryl menggeleng. Dia tidak mengerti kenapa Kathleen tidak memberitahunya sama sekali. Padahal biasanya wanita itu selalu memberitahunya. "Kapan dia pergi?""Tidak lama setelah Anda pergi, Tuan.""Lalu, apa kau tahu kalau Elena dan Kathleen sempat bertengkar?"Emma diam. Dia mengerutkan dahinya lalu menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nona Kathleen dan Nona Elena bertengkar? Saya tidak tahu, Tuan."Tidak tahu. Darryl mendesis dan mengurut