Bab 26 Gosip“Be, apa mertuamu menikah lagi?” tanya Iswati pada Bening yang baru menidurkan Evan.“Gak tahu, Ma, kenapa memangnya? Ngapain juga pengen tahu urusan mereka.” Bening lalu duduk di samping mamanya di ruang tengah ikut menonton televisi.Atun kemudian datang membawa sepiring pisang goreng dan seteko teh hangat. Bening mencomot satu pisang goreng, kemudian memakannya dengan nikmat.“Bukan begitu, Ajeng kan bekerja denganmu. Siapa tahu dia cerita.”“Aduh, Ma. Ajeng kan bekerja bukan bergosip. Hubungan kami professional. Lagipula Bening tidak mau tahu lagi urusan Ibra dan keluarganya, mending mikirin bagaimana membeli rumah lagi buat Evan.”“Mamamu kan begitu, suka kepo dengan urusan orang,” celetuk Gatot yang menguping pembicaraan mereka.“Ihh Papa. Mama hanya mau meluruskan informasi. Waktu kita jalan – jalan ke Mall bersama Evan, Mama tak sengaja melihat Bu Besan bersama lelaki paruh baya. Mama kira itu suaminya, gayanya mesra sekali. Tapi Mama tidak menyapa, malas.” Iswati
Bab 27 Membuat rencana Ajeng langsung berlari meninggalkan belanjaannya. Hatinya sakit mendengar kata – kata pedas Bu Luthfi. Bu Ridho yang melihat sikap Bu Luthfi protes. Ia kesal sekali pembelinya pergi. “Gara – gara mulut Ibu, saya kehilangan penglaris. Tolonglah dijaga omongannya. Kalo begini saya kan yang rugi.” “Hadeh, Bu Ridho, emang berapa sih belanjaan Ajeng. Hitung semua, biar saya beli.” Bu Ridho menghitung dan memasukkan belanjaan Ajeng yang tertinggal ke dalam plastik kresek. “Totalnya 75 ribu.” Mata Bu Luthfi mendelik. “Hah, mahal amat! Emang apa aja sih yang dia beli.” Dia membuka dompetnya. “Waduh, uang saya ketinggalan di rumah. Saya mau beli ini aja. “Dia mengambil tempe tiga dan sayur kangkung 6.” Kemudian menyerahkan uang 10 ribu kepada Bu Ridho. “Terus belanjaan ini gimana?” tanya Bu Ridho. “Biarin aja di situ, Bu Ridho bisa jual lagi.” Bu Luthfi lalu pergi tanpa sesal, sedangkan muka Bu Ridho manyun dan menggeleng – gelengkan kepalanya. “Bilang saja gak m
Bab 28 Hujan Waktu bergulir begitu cepat. Jam dinding di Joli Flower sudah menunjukkan jam 7.30 malam. Di ruangannya, Bening masih tampak sibuk menginput nota – nota ke dalam laporan keuangan. Mata wanita mengeryit ketika mendapati laporan keuangannya tidak balance. Sekali lagi dia mengecek satu persatu nota dan menemukan sumber kesalahan kenapa laporan keuangannya tidak balance. “Tanto, apa kamu menerima pembayaran dari Bapak Andi? Katanya dia tadi mau menitipkan pada staffnya untuk diberikan kepadamu.” tanya Bening pada Tanto yang masih merapikan peralatan. Bapak Andi adalah salah satu pelanggan Joli Flower, dia bekerja di PT Nusa sebagai Manager dan meminta Bening untuk mensupply bunga – bunga potong serta tanaman hidup untuk dekorasi ruangan. Biasanya mereka mengganti bunga – bunga itu tiap dua hari sekali, dan jumlah tagihannya sekitar 5 juta. “Belum Bu.” Bening memijat keningnya. Ini sudah terlambat dua minggu, padahal biasanya mereka selalu tepat waktu membayar tagihan.
Bab 29 Kacau “Kerja yang bagus, Dang!” kata Intan tersenyum puas melihat Dadang membawa mobil Ibra. “Apa kamu menyiksanya?” “Tidak! Aku hanya menakutinya dengan sebilah pisau,” ujar Dadang yang memiliki tubuh gempal itu. “Apa ini celanamu? Aku lihat ada celana dalam tertinggal di dalam mobil.” Dia melemparkan celana dalam model G – string ke Intan. Intan meringis, dan memasukkan celana itu ke dalam tasnya. “Kapan Zulifkar bebas?” “Katanya sih bulan depan. Aku telah mengeluarkan banyak uang untuk membebaskannya.” Nada suara Intan terdengar seperti sebuah keluhan. Dadang memperhatikan wajah Intan yang terselimuti mendung. “Cinta kamu memang luar biasa untuk Zulfikar. Kamu melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.” Intan menarik napas panjang. “Entahlah, mungkin aku yang bodoh. Aku tetap mempertahankan Zukfikar, padahal kamu tahu dia pemakai. Gara – gara dia aku juga hidupku sekarang sangat kacau.” “Terus siapa lelaki yang kurampok tadi, apakah dia tidak membayar jasamu?” tany
Bab 30 Tawaran “Kama, Makanlah dulu sebentar, Kakak ke sini bukan untuk melihatmu bekerja." Tita Maheswara membuka rantang makanan yang ia bawa. Aroma wangi makanan keluar memenuhi ruangan berpendingin itu. Hari itu Tita sengaja menyambangi kantor adiknya. Gara - gara Kama tidak mampir ke rumahnya seminggu ini. "Sebentar, Kak, tanggung. Kama masih mengurusi pembebasan lahan di Kalimantan. Ini harus diselesaikan cepat," ucap Kama tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop. "Kamu selalu saja begitu, menunda - nunda makan. Bagaimana kalau kamu sakit? Tidak ada yang menjagamu." Tita tampak khawatir. “Ayolah, Kak, jangan begitu khawatir, aku bukan anak kecil lagi yang tiap waktu kamu perhatikan,” keluh Kama pada Kakak semata wayangnya itu. “Ini mengenai hak orang, aku mau membeli harga tanah yang pantas untuk mereka, supaya tidak ada drama penggusuran nanti.” “Oke.” Tita menunggu, ia tahu, Kama memiliki empati tinggi pada orang lain, mewarisi sifat Ibu, sama dengan dirinya. Sit
Bab 31 Lelaki yang tinggi hati“Percayalah, manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan.”“Mas Ibra bangun!” Susah payah Intan membangunkan Ibra yang tidur di ruang tamu. Badan lelaki itu meringkuk seperti keong, dengan air liur yang menetes dari sela sela bibirnya. Di sebelahnya ada sebotol wine kosong tergeletak di lantai. Nyaris saja Intan menginjaknya tadi.Ibra menggeliat. “Arghhh!! Aku masih mengantuk, pergilah, jangan ganggu aku,” bentaknya marah.Intan berkacak pinggang. “Apa kamu tahu, ini sudah jam berapa, Mas?!! Jam 1 siang, dan kamu masih molor. Bangun sekarang atau aku siram dengan air,” ancamnya gusar.“Berisik!” Tangan Ibra meraih botol wine dan melemparkannya sembarangan ke arah dinding. Setelah itu pecah berserakan.Intan gusar. Alih – alih membersihkan pecahan botol kaca tersebut. Ia masuk ke kamar mengambil kopor. Kemudian berjongkok di dekat Ibra.“Pak Kama tadi menelpon, dia memintamu datang jam 4 sore di kantornya, Kama building l
Bab 32 Muka badak Herni memasang muka serius, saat melihat anak sulungnya datang dengan muka kusut. “Mobilmu ke mana? Kenapa kamu naik ojek?” tanyanya gusar. “Tolong bayarin ojek Ibra dulu, setelah itu baru nanya,” jawab Ibra. Ia melemparkan badannya yang menyusut ke kursi. Herni menggeleng – gelengkan kepalanya dan bergegas membayar ojek di luar. Setelah itu ia masuk, dan melihat Ibra meminum hampir setengah botol besar dingin di kulkas. Badan lelaki itu basah kuyup oleh keringat. “Apa Intan sialan itu telah menghabiskan uangmu? Hingga kamu tak bisa membayar ojek 60 ribu?” sungut Herni. Ia duduk di depan Ibra, mengamati mata anaknya yang cekung disertai penampilan yang berantakan. Muka Ibra murung. Kemudian menangis di depan ibunya. “Mobilku dirampok orang! Ibra tidak punya apa – apa sekarang.” Reaksi Herni seperti yang Ibra duga. Ibunya langsung histeris mendengarnya. Ia tahu mobil itu adalah salah satu harta yang dibanggakan oleh ibunya ke mana – mana. “Haaaaa, apaaaaa…!! Apa
Bab 33 Tak mau kembali ke masa laluBulan purnama blue moon jatuh di, tanggal terakhir di bulan delapan, bersinar bersinar terang. Ada yang menganggap, fenomena langka ini sebagai pintu gerbang doa. Konon, tiap doa yang dipanjatkan akan mudah terkabul.“Kamu masih istriku, Be, dan tidak sepantasnya kamu menerima tamu lelaki yang bukan pasanganmu, walaupun itu di rumahmu sendiri,” desis Ibra. Bau alkohol kuat menyeruak, sedangkan matanya diselimuti oleh rasa cemburu pada Kama yang terlihat tenang dengan kehadirannya.Sementara Bening, ia menunduk menyembunyikan wajah. Sebelum berdiri, Bening menarik napas dalam – dalam, kemudian menatap Ibra dengan tatapan kebencian. Setelah 7 bulan berlalu, wanita itu telah berhenti berharap kehadiran Ibra di rumahnya.Namun, malam itu, Ibra datang membuyarkan doa – doa Bening.“Kamu juga Pak Kama, apa telingamu budek. Berulang kali saya peringatkan supaya kamu menjauhi Bening, tetapi kamu tetap ngeyel mendekatinya.” Ibra hendak meninju Kama.Namun le