Maureen syok dan tidak menyangka, saat mendengar cerita Raka mengenai hidup Nayla. Seketika Mauren malah mendukung Raka untuk mendapatkan Nayla. Mauren yang tidak kenal dengan Nayla saja merasa jika Nayla adalah orang baik, dan orang baik seperti Nayla tidak pantas diperlakukan seperti itu.Saat sudah mendengar cerita dari Raka, Maureen bersumpah jika seandainya ia bertemu dengan suami, mertua atau madunya. Ingin rasanya ia menampar atau membungkam mulut tiga orang tak berperasaan itu."Ya Allah, mereka itu benar-benar tega, ya! Kok ada manusia kayak mereka di dunia ini. Orang sebaiknya Nayla malah dizalimi. Ini nggak bener Raka!" "Maka dari itu, Ma. Raka ingin sekali memiliki Nayla. Raka ingin membahagiakan dia. Ingin menjauhkan Nayla dari orang-orang zalim seperti mereka itu."Maureen lalu mengubah posisinya, ia memegang pundak Raka penuh kepercayaan. "kali ini mama setuju kalau seandainya kamu merebut Nayla dari suaminya. Suami kurang ajar model gitu harus dijauhkan. Mamah dukun
Tubuh Nayla terasa lemas, mengetahui jika santi saat ini tengah mengandung bayi suaminya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Harusnya dia senang mendengar santi hamil, namun kenyataanya hatinya sangat sakit. itu artinya dirinya akan semakin tak di anggap saja. "Nay, bukankah ini yang kamu mau? Mas Fery memiliki seorang anak meskipun bukan terlahir dari rahimmu. Lantas kenapa hati ini terasa sesak? Kenapa hati ini tidak rela tahu mas Fery memiliki seorang anak dari wanita lain? Oh hati... kenapa kamu semunafik ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.Nayla hanya bisa terus bermonolog sendiri, mempertanyakan hatinya yang katanya rela dan ikhlas kenyataannya tidak.Dengan langkah gontai Nayla hendak kembali ke kamarnya. Sungguh rasa haus yang ia rasakan seketika hilang. Untuk saat ini dirinya ingin secepatnya masuk kembali ke kamar. Ia ingin salat, ingin mengadukan pada Sang Pencipta begitu dahsyatnya ujian yang Dia berikan kepadanya. Ia ingin mengadu, jika dirinya sudah tidak kuat lagi.
Nayla sudah rapi, kini untuk pertama kalinya ia melanggar apa yang menjadi pantangannya. Keluar rumah dengan pria lain tanpa seizin suami.Dia tahu apa yang dia lakukan adalah salah, bahkan suatu dosa besar. Bukankah dirinya sudah tak dianggap oleh keluarganya? Bahkan suaminya pun sudah tidak menganggap dirinya sebagai seorang istri. Oleh karena itu, semenjak Fery nikah dengan Santi, dirinya sama sekali tidak pernah mendapatkan nafkah. Baik nafkah lahir maupun nafkah batin.Untung dia menanamkan modal di suatu perusahaan, tanpa seorang pun yang tahu. Sehingga dari sanalah ia bisa membeli sesuatu tanpa harus meminta kepada suaminya, termasuk untuk melakukan check up. Sekali cek up butuh jutaan rupiah yang harus ia keluarkan. seperti biasa, Nayla hanya akan bilang kepada dua asisten rumah tangganya yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri."Bi Sri, Neti, saya pergi dulu ya. Saya ingin menenangkan pikiran, jika di sini terus yang ada bisa bisa stress," ucap Nayla begitu lirihnya.Me
Santi berhasil mengambil beberapa foto yang nantinya akan ia jadikan alat untuk membuat hubungan Nayla dan Fery semakin renggang.Hatinya sungguh gembira, karena dia yakin dengan bukti-bukti ini akan terjadi sebuah perang besar.Saat pikirannya berkelana, memikirkan hal besar yang akan terjadi antara Nayla dan Ferry. Tanpa ia ketahui seseorang masuk mobilnya dan duduk di samping Santi .Baru saat orang tersebut menyentuh dadanya, Santi langsung tersadar. Ia langsung menolehkan kepalanya seraya tangan yang hendak memukul sebab sudah lancang menyentuhnya. Namun, tangannya hanya terayun di udara saat tahu siapa orang kurang ajar itu."Morgan? Kamu....? Kenapa masuk mobilku?" tanya Santi yang tak percaya dengan kehadiran Morgan secara tiba-tiba."Aku merindukan kamu, Sayang. Setelah kejadian itu aku gak bisa melupakan kamu. Dan suatu kebetulan aku melihat mobilmu makanya aku sengaja ke sini, menghampirimu." ucap Morgan seraya hendak menyentuh pipi Santi tapi berhasil ditepis.Santi menga
"Kalau aku adopsi salah satu dari mereka, gimana ya. Apa bisa?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir Nayla. Ia sudah membayangkan bagaimana dirinya merawat dan membesarkan seorang anak. Meskipun bukan seorang anak yang terlahir dari rahimnya.Raka yang mendapatkan pertanyaan tersebut, langsung menoleh sekejap lalu kembali fokus mengemudi."Tentu saja bisa, asalkan suamimu juga setuju," jawab Raka dan sukses membuat Nayla menoleh pada Raka."Apa harus izin pada suamiku?" tanya Nayla."Tentu saja, Nay. karena pihak panti asuhan tidak akan meloloskan seseorang yang ingin mengadopsi, kalau seandainya orang tua angkat mereka belum berkeluarga. Dan kalau kamu mau adopsi tentunya suamimu pun harus setuju. Nantinya dari pihak panti asuhan akan menyurvei. Layak tidaknya kita mengadopsi mereka.""Aku kira tidak sesulit itu. Siapa saja boleh asal sanggup merawat mereka. Dulu saat aku di panti gak serumit ini." tutur Nayla."Dulu memang kaya gitu. Tapi semenjak ada kasus yang adopsi anak
Bagi Raka, Nayla adalah wanita yang teramat misterius. Ia tidak bisa membaca pikirannya, terkadang dia terlihat kuat namun, terkadang ia juga melihat sisi terlemahnya seorang wanita.Perasaan ingin memiliki pun semakin besar saja, ia ingin selalu ada di sampingnya membagikan segenap cinta dan kasih yang tulus untuk dirinya. Bahkan dengan bodohnya, dia meminta sesuatu yang sudah dipastikan tidak mungkin akan dikabulkan oleh Nayla. Siapa dirinya? Orang penting? Bukan. Saudara? Bukan. Abang? Bukan. Dia hanyalah seorang dokter, yang baru beberapa bulan mengenal dirinya. Namun, mampu menggetarkan hatinya tatkala tidak ada seorang wanita pun yang mampu menggetarkannya.Nayla begitu kaget, saat dengan tiba-tiba Raka mengatakan meminta dirinya untuk menceraikan suaminya. Sontak saja kegiatannya menikmati sepoi-sepoi angin laut terpaksa berhenti. Ia membuka matanya menyimpan tangannya ke bawah, lalu menoleh dengan penuh tanda tanya besar.''Ka-mu bi-cara apa, Raka?" ucap Nayla dengan terbata.
Nayla begitu bersyukur, saat dia pulang ke rumah Fery belum pulang dari kantor. Namun, dugaannya salah. Fery sudah pulang dan saat ini tengah berada di kamar Santi. Langkah Nayla menuju kamarnya pun terpaksa ia hentikan. Ia ingin mengintip apa yang tengah dilakukan suaminya dengan Santi. Bukannya lancang hanya saja ia sedikit penasaran. Terlebih karena pintu kamar Santi tidak tertutup dengan rapat.Dari balik pintu itu, Nayla melihat betapa bahagianya Fery. karena sebentar lagi akan memiliki anak, bahkan Nayla pulang terlambat pun Fery sama sekali tidak peduli. Biasanya saat dia pulang telat pasti selalu disambut dengan wajah siap menerkam hidup-hidup.Hatinya sakit diperlakukan seperti ini. lihatlah! santi baru saja hamil tapi posisinya benar-benar sudah tersingkirkan. Apalagi nanti jika sudah melahirkan. Mungkin saja posisinya semakin tersingkirkan dan terlupakan.Nayla berusaha untuk tidak berpikir negatif, dia yakin Ferry tidak mungkin membuangnya. Bukankah suaminya itu teramat me
Rutinitas Nayla pada setiap subuh adalah memberikan sedekah subuh untuk para semut yang ada di teras belakang. Baginya melihat sekumpulan semut tengah menikmati gula pasir yang ia taburi itu sangat menekankan hatinya. Dirinya senang jika bisa menebarkan kebaikan, meski pada seekor semut sekalipun. karena tugas subuhnya sudah selesai, akhirnya Nayla pun beranjak. Ia hendak memasak karena terlalu egois dan terpuruk membuat dirinya malas melakukan sesuatu. Termasuk rutinitasnya.Namun untuk kali ini, dia bertekad kembali seperti Nayla dulu. Menyiapkan sarapan untuk suaminya, untuk mertuanya serta untuk madunya. Meskipun tidak pernah dihargai oleh mereka.Bi Sri yang melihat Nyonya pagi-pagi sudah ke dapur. Merasa senang, ia terus melukiskan senyuman. Sebab Nyonya sudah kembali seperti dulu lagi dan dia harap selamanya akan selalu seperti itu. Di tengah kegiatannya memasak, tiba-tiba Fery datang ke dapur, Bi Sri menyadari kehadiran Fery. Lalu dengan sadar diri menjauh meninggalkan kedua